Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
ADVERTISEMENT
Seorang anak berinisial A di Temanggung , tewas di tangan orang tuanya dengan dalih ritual ruwatan . Bocah 7 tahun itu ditemukan dengan kondisi tragis menyisakan tulang belulang dan kulit. Tubuhnya mengering lantaran selama 4 bulan sejak kematian dibiarkan terbaring di sebuah kamar atas arahan seorang dukun yang menyakini anak itu akan hidup kembali.
ADVERTISEMENT
Orang tua A, dukun Haryono dan asistennya, Budiyono telah ditangkap polisi. Mereka berempat menjadi tersangka pembunuhan.
Bagaimana sosok orang-orang dalam kasus itu? Berikut pernyataan orang-orang yang mengenal mereka:
Dukun dan Asistennya
kumparan mengunjungi rumah rumah asisten dukun Budiyono di sebuah perkampungan yang cukup padat. Rumahnya tidak jauh dari milik Haryono yang terletak di Dusun Demangan, Desa Bejen, Kecamatan Bejen, Kabupaten Temanggung.
Dilihat dari luar, rumah asisten dukun itu terlihat megah, berlantai dua dengan cat didominasi warna merah dan abu-abu. Namun tidak ada penghuni rumah yang menyambut saat kumparan mendatanginya.
Salah satu tetangga mengatakan, Budiyono tinggal bersama keponakannya yang kini masih menempati rumah tersebut.
"Masih ada orangnya itu, sekarang yang tinggal keponakannya," ujar tetangga Budiyono yang tidak ingin disebutkan namanya.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, Budiyono dan Haryono kerap terlihat di rumah tersebut.
"Setiap hari kayanya kesini, wong kalau titip motor juga di sini. Ya dukunnya itu biasa aja, si H juga biasa aja. Tapi memang keblinger (sesat)," kata dia.
Dia mengaku tidak menyangka atas tindakan yang menyebabkan mereka mendekam di penjara, namun tetangga tersebut meyakini bahwa Budiyono sudah terpengaruh oleh dukun Haryono.
"Ya enggak nyangka aja, tetangga aja enggak ada yang tahu kalau ditangkap. Besoknya baru ramai. Tapi memang sudah kedoktrin itu orangnya sama dukun sinting itu. Ngeri lah," imbuh dia.
Korban dan Orang Tua
A yang menjadi korban ruwatan masih duduk di bangku kelas I di SDN Bejen 1 Temanggung, Jawa Tengah. Sujito, salah satu guru di sekolah itu mengatakan A sosok yang pintar dan dikenal tidak nakal.
ADVERTISEMENT
"Paling pintar bacanya itu lancar. Saya kan guru olahraga, itu sering saya ke kelas pas kemarin tatap muka seminggu dua kali. Saya suruh maju baca itu paling pintar di antara teman-temannya. Enggak nakal," ujar Sujito.
Menurut Sujito guru-guru di sekolahnya beberapa kali mengunjungi rumah A untuk menanyai kabar anak itu. Sebab sudah 4 bulan A tidak hadir dalam pertemuan offline.
"Satu kali. Ibu Mutiah dan Mas Angga satu kali nanyakan keberadaaan kok nggak berangkat. Gak pernah numpuk tugas. Dulu kan ada tatap muka seminggu sekali biar kenal dengan gurunya, temannya," kenangnya.
Saat itu para guru tidak tahu kalau A sudah tewas. Setiap kali ada tugas yang harus dikumpulkan, bukan A yang hadir tapi orang tuanya.
ADVERTISEMENT
"Sering ibunya ke sini (sekolah), numpuk (mengumpulkan) tugas. mungkin ibunya yang ngerjain. Kemungkinan orang tuanya yang ngerjain (tugas)," kata Sujito.
Sujito juga mengenal S, ibu dari A. Reputasi wanita itu dikenal baik oleh para guru. Banyak guru di sekolah itu yang menjadi langganan jahit tempat S.
"Enggak nyangka soalnya orang tuanya biasa kok. Ini kan langganan ibu-ibu ini jahit ke sana. Sering ke sini ngukur ibu-ibu itu biasa saja seperti enggak ada permasalahan di rumah," ujar Sujito.
Sujito menyebut S terakhir kali datang ke sekolah tersebut pada bulan Ramadhan, yakni ketika korban sudah tidak pernah lagi terlihat ke sekolah.
Saat itu komunikasi S dengan guru-guru SD Bejen I juga terlihat normal dan baik-baik saja. Guru-guru juga puas dengan hasil jahitan S.
ADVERTISEMENT
Hanya ada satu guru yang belum sempat mengambil jahitannya, padahal sudah jadi. Setelah kejadian ini, mau tak mau guru tersebut merelakan baju jahitan tersebut.
"Bajunya ada satu yang belum diambil, tapi sudah jadi. Yang lainnya sudah jadi semua, diambil," kata Sujito.