Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Derita Mahasiswa Indonesia di Balik Kebakaran Gudang di Tottenham
1 November 2017 17:41 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
ADVERTISEMENT
Pertengahan September lalu, sebuah gudang penyimpanan barang yang terletak di sekitaran stadion White Hart Lane, London, dilanda kebakaran besar.
ADVERTISEMENT
Pada hari Senin (18/9), lebih dari 140 petugas pemadam kebakaran dikerahkan untuk menaklukkan kobaran api di Tottenham, London Utara. Para pemadam menerima laporan pertama pada pukul 20.17 waktu setempat. Saat itu, api telah berkobar besar.
“Pemadam dari Tottenham, Hornsey, Edmonton, dan dari markas-markas sekitar telah kami kerahkan sepenuhnya,” ucap juru bicara brigade pemadam kebakaran London, seperti dilansir The Independent , Senin (18/9). “Gudang penyimpanan barang terbakar, para petugas masih berada di titik tersebut.”
Sebanyak 25 armada pemadam kebakaran dikerahkan untuk menangani kebakaran tersebut. Bangunan seluas 200 x 150 meter itu, 75 persennya habis dilalap api. Saking besar nyala dan jauhnya jangkauan asap ke daerah sekitar, petugas pemadam kebakaran sampai menerima 50 laporan kebakaran gara-gara kejadian yang sama.
ADVERTISEMENT
“Ada banyak sekali asap di udara. Sebagai tindakan berjaga-jaga, kami telah memperingatkan warga sekitar untuk tetap menutup jendela dan pintu,” kata manajer Brigade Pemadam London, Sam Kazmanli.
Bangunan yang banyak berisi barang mudah terbakar, membuat api cukup sulit dipadamkan. Termasuk beberapa tabung gas yang ada di sekitar lokasi, membuat penanganan makin berbahaya.
“Para pemadam bekerja tanpa lelah sampai keesokan harinya untuk mengendalikan nyala api. Ada beberapa bangunan yang runtuh di bagian belakang gudang. Meski begitu, taktik pemadam yang agresif menghindari kerusakan serupa terjadi di bagian-bagian lain,” ucap manajer regu pemadam Tottenham, Daniel Alie, seperti dikutip dari situs resmi pemadam kebakaran London .
Menghitung proses pendinginan, kebakaran baru benar-benar bisa diatasi setelah 14 jam, yaitu pada pukul 10.00 waktu setempat di pagi berikutnya.
Musibah Tottenham, Musibah Indonesia
ADVERTISEMENT
Api memang padam sehari setelahnya. Musibah cepat lewat. Dalam kebakaran sebesar itu, hanya satu orang yang terluka --itupun hanya sebatas luka bakar ringan di salah satu tangannya. Namun begitu, duka justru langgeng bagi puluhan (atau mungkin ratusan) orang Indonesia. Bagaimana pasal?
Rupanya, gudang yang terbakar di sekitaran stadion White Hart Lane itu merupakan milik Perusahaan Trico Freight, satu dari sedikit perusahaan penyedia jasa pengiriman di Inggris yang menawarkan Indonesia sebagai salah satu tujuan rute pengirimannya.
Dan apesnya, di gudang tersebut, ratusan kotak barang orang-orang Indonesia tengah disimpang, menunggu untuk dikirim via kapal ke Indonesia. Tak terelakkan lagi, barang ratusan orang-orang Indonesia di Inggris (dan mereka yang ada di Indonesia dan ‘nitip’ barang ke kolega di Britania sana) kemungkinan hangus terbakar.
ADVERTISEMENT
“Buku-buku. Tigaperempat kardus isinya buku-buku, print out jurnal-jurnal, bahan-bahan kuliah dulu,” ucap Dinita Andriani Putri kepada kumparan via pesan teks, salah satu mahasiswa S-2 asal Indonesia di Inggris yang ikut mengirimkan beberapa barangnya via Trico Freight, Selasa (31/10).
Perempuan yang akrab disapa Ria tersebut telah menyelesaikan studi dan tengah bersiap kembali ke Indonesia. Barang-barang yang setahun ia gunakan saat kuliah dulu, termasuk buku-buku yang susah dicari padanannya di Indonesia, menjadi salah satu dari ratusan barang yang kemungkinan ikut hangus gudang penyimpanan milik Trico Freight terbakar.
“Baju sepatu ada. Nggak banyak. Tapi yaudah lah kalo baju sepatu mah. Tapi buku,” ujarnya, diikuti emoji menangis yang mengular di belakangnya. Baginya, kehilangan buku-buku yang kelak akan berguna saat ia pulang ke Indonesia menjadi penyesalan utama terkait musibah ini.
ADVERTISEMENT
“Duh, aku jadi sedih lagi,” candanya.
Manajemen Jasa Pengiriman yang Buruk
Ria dan teman-temannya yang menggunakan jasa pengiriman serupa telah ramai-ramai mengontak Trico Freight. Mereka juga telah mengisi claim form, menuliskan apa barang-barang yang masuk dalam paket pengiriman mereka sekaligus nilai jualnya untuk patokan ganti rugi.
Lebih dari sebulan berlalu, Ria sebetulnya sudah separuh melupakan kejadian tersebut. Meski begitu, kesal terhadap manajemen Trico Freight terkait penanganan kebakaran tersebut masih belum hilang. Bagaimana tidak: alih-alih soal ganti rugi, masih banyak pelanggan Trico Freight yang belum tahu apakah barangnya ikut hangus terbakar atau tidak.
Benar, sampai 1 November ini, tujuh minggu setelah api padam, pelanggan Trico Freight macam Ria masih belum sepenuhnya tahu apakah barang-barangnya termasuk yang terbakar dalam kebakaran di White Hart Lane 18 September lalu.
ADVERTISEMENT
“Nggak semua kebakar kok. Beberapa temanku ada yang selamat karena beda tanggal shipment,” jelasnya. Ria masih sedikit berharap, barangkali, barang-barangnya termasuk dalam 25 persen bangunan yang tak habis dilalap api.
“(Barang-barang milik orang-orang Indonesia) Yang di London masih belum pasti. Masih simpang siur yang kebakar berapa banyak dan estimasi kerugiannya berapa,” ucap Ria. “Nggak bener aja manajemennya.”
Kemewahan berharap (atau kesialan harus terus menebak akibat informasi tak jelas?) Ria tak dirasakan oleh mereka yang di Southampton. Beda cerita dengan mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang berada di London, mahasiswa yang berada di Southampton sudah menerima kabar bahwa barang-barang mereka ikut habis terbakar bersama gudang penyimpanan Trico Freight.
“Kalau yang Southampton ini, karena ketua PPI-nya waktu itu aktif ngejar. Akhirnya, baru kemarin (29/10) baru dikonfirmasi sama Trico ini kalau barangnya anak PPI (Southampton) semuanya hangus,” ucap Tika Widyaningtyas kepada kumparan lewat sambungan telepon, Selasa (31/10).
ADVERTISEMENT
Tika adalah mantan wakil ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Southampton saat ia masih mengambil S-2 di Inggris 2015/2016 lalu. Pada kebakaran ini, tak ada barangnya yang ikut terbakar. Meski begitu, ia dulu cukup sering menggunakan jasa Trico Freight untuk mengirim barang ke Indonesia.
Kebiasannya tersebut masih berlanjut sampai saat ini. Ia beberapa kali menitip lewat kawan di sana beberapa barang yang tak ada di Indonesia. Dari situ, ia paham betul dan selalu update akan perkembangan kasus yang banyak merugikan mahasiswa Indonesia ini.
“Kalau Southampton kan kolektif, jadi kita kumpulin semacam list apa aja barang-barang yang ada di dalam kardus, trus dikirim. Biasanya kita pakai alamat tujuan satu orang,” kata Tika.
ADVERTISEMENT
“Kemarin itu tanggal 13, itu semua barang-barang pribadi mahasiswa di Southampton itu udah diambil sama Trico untuk dikirim. Itu tanggal 13. Trus tanggal 18-nya kita baca berita tuh ada kebakaran itu di White Hart Lane. Itu di pinggiran kota London gitu,” ujar Tika. “Awalnya nyantai, terus dikasih tahu, ‘Itu gudangnya Trico, lho’. Waduh.”
“Jadi, dia punya gudang untuk pengiriman ke Indonesia ya di London itu. Semuanya di-pull di situ. Itu kan pakai kapal, jadi dia ngirimnya pakai kontainer itu. Jadi sama dia dikumpulin semua barang ke Indonesia, sampai kontainernya penuh, baru dia kirim ke Indonesia,” ucapnya.
Pengiriman kolektif tersebut mempermudah mereka untuk bertanya kepada Trico Freight bagaimana status barang mereka pasca-kebakaran. Kini, mahasiswa-mahasiswa di Southampton dengan bantuan KBRI London terus berupaya untuk mengklaim ganti rugi terhadap Trico Freight. “Invoice sama shipping list udah ada di KBRI, mereka bantu klaim barang kita.”
ADVERTISEMENT
Barang-barang Tak Ternilai
“Yang secara harga memang udah mahal tuh banyak. Misalkan barang-barang elektronik yang di Indonesia nggak ada. Misal jam yang bisa buat radio, peralatan kamera, peralatan bayi yang kalau di sini tuh sampai 2 atau 3 jutaan,” ujar Tika.
Barang-barang ini kemudian dikirim dengan bantuan KBRI London, yang mencatatnya sebagai barang pribadi dan maka dari itu tak terkena pajak di cukai Indonesia. “Kalau di sana kan banyak charity shop yang jual barang-barang bekas, jadi lebih murah. Kalau kita beli di Indonesia ya mahal banget.”
Namun, sama seperti yang diutarakan Ria sebelumnya, Tika mencatat banyaknya barang-barang tak ternilai yang ikut menjadi korban dengan terbakarnya gudang Trico Freight tersebut. Kehilangan barang-barang mahal memang menjadi kerugian yang besar, namun demikian, barang-barang penuh memori tak akan tergantikan nilainya.
ADVERTISEMENT
“Kalau barang kayak baju itu kan yaudah lah ya. Tapi kalau kayak barang-barang yang ada memorinya itu kan beda. Kemarin, ada temen-temen yang ngirim buku yang udah ada tanda tangan penulisnya, itu kan nggak bisa dibeli lagi,” ujar Tika.
“Ada yang koleksi buku, tapi sampulnya dari kulit. Itu bukunya udah mahal, trus perjuangan buat dapetnya kan juga PR. Trus yang kayak remeh-remeh, misalnya mainan anak-anak, sepatu boots yang udah menemani kuliah tiap hari,” jelas Tika.
Kebahagiaan menerima barang-barang yang menjadi teman selama hidup di tanah orang menjadi kebahagiaan yang tak tergantikan. Hal tersebut terenggut dengan terbakarnya Trico Freight. “Biasanya kalau udah nerima barangnya di Indonesia, langsung keinget gimana kenangan-kenangannya pas di Inggris dulu. Itu hari baper nasional, jadi kayak sok-sok susah move on gitu,” ujarnya diakhiri tawa berderai.
Dalam list yang sudah disusun untuk mengajukan klaim, ada 32 orang Indonesia yang mengirim barang via Trico Freight dan ikut terbakar di gudang White Hart Lane. Total, ada 69 boks ukuran besar yang terbakar di peristiwa tersebut. Ketika semua barang dihitung, nilai barang orang Indonesia di Southampton saja sudah mencapai Rp 620 juta. Angka tersebut belum termasuk ongkos kirimnya yang mencapai Rp 50 juta.
ADVERTISEMENT
Namun, orang Indonesia di Southampton tak begitu banyak. Ini berbeda dengan kota-kota macam London dan Manchester yang menjadi kantong mahasiswa Indonesia di Inggris. “Manchester sama London itu pasti lebih banyak lagi. Buat perbandingan, Southampton tuh mahasiswanya cuma 50-60 orang. London itu 400 sampai 500.”
Sampai saat ini, Trico Freight sendiri baru memberikan janji akan mengembalikan ongkos pengiriman. “Jadi ongkos kirim yang 50 juta itu akan balik, langsung ke rekening masing-masing. Tapi kalau ganti rugi barangnya, itu yang sampai sekarang masih diusahakan sama KBRI juga.”
Masalahnya, pengiriman barang tersebut biasanya dilakukan oleh mahasiswa Indonesia yang sudah selesai masa kuliahnya. Dalam kejadian ini, sudah banyak mahasiswa Indonesia yang sudah berada di negara asalnya.
ADVERTISEMENT
“Itu kan barang-barang buat pulang. Jadi, ketika kardus itu udah dijemput Trico, ya orang-orangnya udah pada di Indonesia. Jadi kita mau ngejar-ngejar juga susah. Untungnya KBRI-nya turun tangan.”
Ia berharap, Trico mau bertanggung jawab dan, untuk kali ini, bekerja dengan benar. “Trico ini memang dikenal ‘menyebalkan’ ‘menyebalkan’ bagi pengurus PPI yang menangani pengiriman barang pribadi ke Indonesia.”
Trico Freight: Dihujat tapi Tetap Disayang
Masalahnya, mengirim barang dari Inggris ke Indonesia bukanlah hal yang mudah. Ongkos, repot, waktu, dan manajemen perusahaan jasa pengiriman yang kacau menjadi penghalang mengirim barang ke kampung halaman. Bahkan, jasa pengiriman barang yang menyediakan destinasi ke Indonesia hanya beberapa butir. Itu pun dengan biaya yang tak masuk ongkos mahasiswa dari Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Di sini jarang yang shipping ke Indonesia. Trico salah satunya dan paling murah,” ucap Ria.
Trico Freight adalah jasa pengiriman milik orang Sri Lanka, yang memberikan paket harga menarik untuk melakukan pengiriman jumlah banyak via jalur laut. Ia sudah berdiri sejak tahun 1976, dengan tujuan antar barang ke negara-negara Asia Selatan dan Tenggara macam Sri Lanka, Filipina, Malaysia, Nepal, hingga Indonesia.
“Hampir semua mahasiswa Indonesia di Inggris, kalau mau ngirim barang itu pasti lewat dia. Mau anak Manchester, London, Birmingham, pasti lewat dia,” ucap Tika.
Untuk mengirim satu boks barang ke Indonesia, Trico Freight mematok harga yang amat murah: 40 poundsterling (Rp 725 ribu) per boks Tea Chest ukuran 61x51x41 centimeter. Per kotak tersebut dapat menampung benda-benda yang beratnya mencapai 40 kilogram.
ADVERTISEMENT
“Trico ini memang makin banyak boksnya makin murah. Mereka jual set per 1 boks sampai 6 boks. Kami pilih yang 6 boks karena lebih murah. Kami ada bertujuh, tapi yakin banget banyak anak-anak London lain yang kena,” ucap Fatiya Nabila, mahasiswa pascasarjana Indonesia yang ada di London. Ia sendiri mengakui, dalam menangani permasalahan ini, Trico sulit dihubungi.
“Aku sudah telepon nggak pernah diangkat, mungkin terlalu banyak telepon yang masuk. Aku email juga baru beberapa hari atau selang dua minggu baru dibalas sama mereka,” ucap Fatiya kepada kumparan, Selasa (31/10). Ia masih belum tahu nasib dari baju, tas, sepatu, catatan kampus, dan buku-buku yang dikirimkannya via Trico. “Mereka cuma konfirmasi udah terima claim kami dan bakal hubungi lagi dalam kurun waktu 4-6 minggu.”
Trico Freight memang menjadi andalan mahasiswa Indonesia. Saking seringnya dipakai, bahkan jasa tersebut sudah menjadi rekomendasi umum bagi mahasiswa Indonesia di Inggris. “Bahkan saya pernah lihat brosurnya di Konsulat KBRI,” aku Fatiya.
ADVERTISEMENT
Masalahnya, murahnya tarif Trico Freight tak diimbangi dengan pelayanan yang baik. Untuk mengirim barang ke Indonesia, dibutuhkan waktu 2 sampai 3 bulan untuk sampai. Ini pun belum termasuk proses berhubungan dengan Trico Freight di Inggrisnya sendiri yang bisa mencapai waktu berminggu-minggu.
“Jadi, prosesnya kita ngirim gini: jadi si Trico ini ke Southampton ngasih kardus kosong, nanti dikasih waktu dua minggu untuk kardus diisi. Dua minggu kemudian mereka akan datang pakai truk besar untuk angkut kardus yang diisi itu buat dikirim ke gudang di Tottenham,” tutur Tika. Di Tottenham ini, Trico akan menunggu muatan asal Indonesia, dan setelah terkumpul satu kontainer baru akan dikirim via jalur laut.
Sampai saat ini, Tika hampir tiap bulan menitip ke teman-temannya untuk mengirim barang ke Indonesia. Sewaktu masih di PPI pun, ia kerap mengurus pengiriman via Trico Freight. “Jadi ribetnya kayak apa, aku paham banget,” ucap Tika.
ADVERTISEMENT
“Mereka tuh udah susah dikontak, trus sering nggak tepat waktu. Untuk janjian kapan kita terima kartonnya, kapan mereka jemput, itu udah susah,” ucap Tika. Ia juga mengaku, pernah barang-barang yang dikirim ke Indonesia sampai dalam keadaan basah. Motto Trico Freight YOUR GOODS ARE IN SAFE HANDS, tampaknya hanya janji belaka.
Lika-liku proses mengurus agen pengiriman ini belum termasuk banyak kerepotan lain. Misalnya saja, mereka masih harus mengurus ke KBRI London yang memerlukan waktu sehari dari Southampton, mencari tempat pengumpulan barang sebelum diambil Trico Freight yang tak kecil, dan segala tetek bengek lain yang menghabiskan waktu. “Kalau Trico-nya lancar aja, butuh waktu sebulan baru dikirim.”
Namun demikian, harga layanan Trico Freight yang murah membuat mahasiswa macam Ria, Fatiya, dan Tika tak punya pilihan lain. Harga kirim barang Trico Freight yang hanya Rp 1 juta per boksnya, masih sangat murah apabila dibandingkan dengan jasa pengiriman lain macam DHL yang ongkosnya mencapai 5 sampai 6 kali lipat.
ADVERTISEMENT
“Jadi mau sebusuk-busuknya Trico, ya pasti bakal tetep dipakai,” canda Tika, sambil terpikir untuk membuka sendiri jasa pengiriman Inggris-Indonesia.
===============
Simak ulasan mendalam lainnya dengan mengikuti topik Outline !