Dewan Pers Dalami Pemberitaan yang Bikin Direktur JakTV Jadi Tersangka

22 April 2025 18:30 WIB
ยท
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar (kiri) dan Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu (kanan), dalam jumpa pers terkait penetapan tersangka Direktur Pemberitaan JakTV di Gedung Kejagung RI, Jakarta, Selasa (22/4/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar (kiri) dan Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu (kanan), dalam jumpa pers terkait penetapan tersangka Direktur Pemberitaan JakTV di Gedung Kejagung RI, Jakarta, Selasa (22/4/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
Dewan Pers bakal mendalami pemberitaan atau produk jurnalistik yang dimuat oleh Direktur Pemberitaan JakTV, Tian Bahtiar, yang kini dijerat sebagai tersangka perintangan penyidikan.
ADVERTISEMENT
Tian dijerat sebagai tersangka oleh Kejagung RI bersama dua orang advokat, yakni Marcella Santoso dan Junaedi Saibih. Ketiganya diduga melakukan pemufakatan jahat agar menggagalkan proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan kasus yang ditangani Kejagung. Caranya, yakni dengan membentuk opini publik dengan pemberitaan negatif.
Terkait hal itu, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menekankan bahwa pihaknya akan melihat substansi produk jurnalistik yang dimuat atau ditayangkan oleh Tian Bahtiar tersebut.
"Jadi, kami akan mengumpulkan berita-berita yang selama ini digunakan, ya, menurut kejaksaan digunakan untuk melakukan rekayasa permufakatan jahat," ujar Ninik kepada wartawan dalam konferensi pers di Gedung Kejagung RI, Jakarta, Selasa (22/4).
"Berita-berita itulah yang nanti akan kami nilai. Apakah secara substansial atau secara prosedural itu menggunakan parameter kode etik jurnalistik atau bukan," jelas dia.
ADVERTISEMENT
Ninik menyebut, Dewan Pers juga bakal memanggil para pihak yang terkait untuk dimintai klarifikasi terkait pemberitaan tersebut.
"Kami ingin memastikan terlebih dahulu. Jadi, dalam konteks pemeriksaan itu bisa jadi nanti kami memanggil para pihak," tuturnya.
Ninik menekankan bahwa pihaknya menghormati proses hukum yang dilakukan Kejagung. Sementara itu, lanjutnya, Dewan Pers tetap berfokus untuk menindaklanjuti apakah ada pelanggaran kode etik jurnalistik dalam muatan berita yang ditayangkan.
Hal itu berdasarkan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam hal ini, kata dia, Dewan Pers bakal menilai substansi berita dan perilaku jurnalis.
"Untuk menilai apakah sebuah karya pemberitaan itu masuk kategori karya jurnalistik atau bukan, ini adalah kewenangan etik," ucap dia.
"Dan yang melakukan penilaian adalah Dewan Pers sebagaimana yang ditunjuk di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999," jelas dia.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Ninik menyebut pihaknya bersepakat dengan Jaksa Agung bahwa kedua lembaga bakal bertindak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing.
"Untuk ini, maka saya selalu Ketua Dewan Pers dan juga Pak Jaksa Agung disaksikan langsung oleh Pak Kapuspen dan anggota Dewan Pers, sepakat untuk saling menghormati proses yang sedang dijalankan dan masing-masing menjalankan tugasnya sebagaimana mandat yang diberikan oleh undang-undang kepada kami," ujar Ninik.

Duduk Perkara

Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar didampingi Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyampaikan keterangan pers terkait perkembangan kasus dugaan suap di PN Jakpus, di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (15/4/2025). Foto: Fauzan/ANTARA FOTO
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar, menjelaskan perkara ini merupakan pengembangan penyidikan dugaan suap pengaturan vonis korupsi crude palm oil (CPO). Dalam pengembangan itu, Kejagung menjerat tiga orang sebagai tersangka.
Mereka adalah dua orang advokat yakni Marcella Santoso dan Junaedi Saibih, serta Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar.
ADVERTISEMENT
Qohar menyebut, para tersangka diduga merintangi penyidikan dan penuntutan untuk perkara korupsi timah, impor gula, dan vonis lepas perkara persetujuan ekspor CPO.
"Terdapat pemufakatan jahat yang dilakukan oleh MS, JS, bersama-sama dengan TB selaku Direktur Pemberitaan JakTV untuk mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah dan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula atas nama Tersangka Tom Lembong," papar Qohar dalam konferensi pers pada Selasa (22/4) dini hari.
Qohar mengungkapkan, total biaya yang dibayarkan Marcella dan Junaedi kepada Tian sebesar Rp 478,5 juta. Tujuannya, untuk membuat pemberitaan negatif yang menyudutkan Kejagung terkait perkara tersebut.
ADVERTISEMENT
Kejagung memaparkan, Marcella Santoso dan Junaedi Saibih diduga meminta Tian Bahtiar untuk membuat berita negatif dan konten-konten negatif. Konten dan berita itu dinilai menyudutkan Kejaksaan yang sedang mengusut sejumlah perkara.
"Sehingga Kejaksaan dinilai negatif, dan telah merugikan hak-hak tersangka atau terdakwa yang ditangani Tersangka MS dan Tersangka JS selaku penasihat hukum tersangka atau Terdakwa," ujar Qohar.
"Tersangka JS membuat narasi-narasi dan opini-opini positif bagi timnya yaitu MS dan JS, kemudian membuat metodologi perhitungan kerugian negara dalam penanganan perkara a quo yang dilakukan Kejaksaan adalah tidak benar dan menyesatkan," sambungnya.
Kedua advokat itu pun disebut membiayai demonstrasi yang menggiring opini negatif terhadap Kejaksaan. Bertujuan untuk menggagalkan proses penyidikan maupun penuntutan. Tian kemudian mempublikasikan berita negatif dari demonstrasi tersebut.
ADVERTISEMENT
"Tersangka MS dan JS membiayai demonstrasi-demonstrasi dalam upaya untuk menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara a quo di persidangan, sementara berlangsung dan bersama TB kemudian mempublikasikan narasi-narasi demonstrasi tersebut secara negatif dalam berita tentang kejaksaan," kata Qohar.
Selain itu, Marcella dan Junaedi pun disebut membiayai beberapa kegiatan seminar, podcast, hingga talkshow di beberapa media online. Di dalam berbagai kegiatan itu juga memuat narasi negatif yang menyudutkan Kejagung.
"Kemudian diliput oleh tersangka TB dan menyiarkannya melalui JakTV dan akun-akun official JakTV, termasuk di media TikTok dan YouTube," sambungnya.
Qohar menyebut, berbagai pemberitaan negatif ini disebut telah menggiring opini. Sehingga mengganggu konsentrasi penyidik.
"Jadi tujuan mereka jelas dengan membentuk opini negatif, seolah yang ditangani penyidik tidak benar, mengganggu konsentrasi penyidik, sehingga diharapkan, atau harapan mereka perkaranya dapat dibebaskan atau minimal mengganggu konsentrasi penyidikan," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Qohar menjelaskan, Tian mendapatkan uang terkait pemberitaan itu sebagai pribadi. Tak ada kontrak kerja sama dengan JakTV.
"Dan jadi JakTV ini mendapat uang itu secara pribadi. Bukan atas nama sebagai direktur ya, JakTV ya. Karena tidak ada kontrak tertulis antara perusahaan JakTV dengan yang para pihak yang akan ditetapkan," papar Qohar.
"Sehingga itu ada indikasi dia menyalahgunakan kewenangannya selaku jabatannya Direktur Pemberitaan, itu," ujar dia.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 21 UU Tipikor. Untuk Marcella, dia sudah dijerat sebagai tersangka pemberi suap terkait kasus pengaturan vonis lepas perkara CPO dengan terdakwa korporasi.
Tian Bahtiar sempat buka suara terkait penetapan tersangkanya oleh Kejagung. Saat akan dibawa menuju mobil tahanan, Tian sempat ditanyai wartawan ihwal keterlibatannya dalam kasus itu. Namun, ia tak banyak bicara.
ADVERTISEMENT
"Enggak ada, enggak ada. Kita sama-sama satu profesi," ucapnya kepada wartawan, Selasa (22/4) dini hari.
Sementara itu, belum ada keterangan dari Junaedi Saibih dan Marcella Santoso mengenai tudingan menggerakkan demonstrasi dan menggiring opini negatif terhadap Kejaksaan Agung tersebut.