Dimakzulkan, Bagaimana Nasib Donald Trump?

20 Desember 2019 4:38 WIB
comment
21
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Foto: REUTERS/Leah Millis
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Foto: REUTERS/Leah Millis
ADVERTISEMENT
Proses pemakzulan Presiden Amerika Serikat Donald Trump masih terus bergulir. Dalam proses voting di Kongres AS Januari mendatang, nasib Trump sebagai presiden akan diputuskan.
ADVERTISEMENT
Pemakzulan Trump ini berawal dari dua pasal yang diungkapkan Partai Demokrat, Selasa (10/12). Dilansir AFP, dua pasal pemakzulan Trump adalah penyalahgunaan kekuasaan dan penghambatan penyelidikan Kongres.
Trump dituding menggunakan kekuasaannya untuk menjegal langkah politik Joe Biden di Pilpres 2020. Ia juga dituding meminta Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk menyelidiki kasus pengemplangan pajak perusahaan minyak Burisma. Biden, yang saat itu menjadi wakil presiden AS, dituduh mengintervensi penyelidikan untuk menyelamatkan putranya, anggota Komisaris Burisma, Hunter.
Trump juga dituduh mencoba menghambat penyelidikan dalam sidang pemakzulan oleh DPR. Dia mencegah pejabatnya, di antaranya Menteri Luar Negeri Mike Pompeo dan kepala staf Gedung Putih Mick Mulvaney untuk bersaksi di pengadilan. Selain itu, Trump juga menolak bekerja sama.
Sebuah papan jinjing menunjukkan suara anggota Kongres sebagai Ketua DPR AS Nancy Pelosi (D-CA) memimpin final dua suara Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis (19/12). Foto: REUTERS / Jonathan Ernst
DPR pun sepakat menggelar voting untuk menolak atau menyetujui pemakzulan Trump pada Rabu (18/12). Hasilnya, mayoritas anggota DPR AS yang dipimpin Nancy Pelosy dari Partai Demokrat itu sepakat akan membawa pemakzulan itu ke Sidang Senat pada Januari mendatang.
ADVERTISEMENT
Namun Trump merasa lebih percaya diri. Jika DPR AS dikuasai politikus Partai Demokrat, Senat mayoritas diisi oleh Partai Republik yang menjadi pengusung Trump.
Agar bisa menggulingkan Trump, wacana pemakzulan ini harus disetujui minimal dua per tiga anggota Senit. Sehingga, setidaknya, harus ada sekitar 20 dari 53 politikus Partai Republik yang membelot dari Trump. Sejauh ini, belum ada dukungan terbuka untuk pemakzulan Trump dari anggota Senat Republik.
"Hari ini menandai puncak dari salah satu episode politik memalukan di DPR dalam sejarah negara kita. Tanpa mendapatkan satu pun voting Republik, dan tanpa menghadirkan bukti kesalahan, Demokrat mendorong pasal pemakzulan tidak sah terhadap presiden melalui Dewan Perwakilan," kata juru bicara Gedung Putih, Stephanie Grisham.
ADVERTISEMENT
"Presiden yakin Senat akan memulihkan ketertiban, keadilan, dan proses yang benar, yang kesemuanya diabaikan dalam proses DPR. Dia siap untuk langkah selanjutnya dan yakin dia akan sepenuhnya dibebaskan," lanjut Grisham lagi.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Foto: AFP/Nicholas Kamm
Trump sebenarnya bukan Presiden AS pertama yang menghadapi pemakzulan. Sebelumnya, ada tiga presiden AS lainnya yang mengalami nasib serupa; Andrew Johnson, Richard Nixon dan Bill Clinton.
Andrew Johnson pada Maret 1868 menghadapi pemakzulan atas tiga pasal pelanggaran; kelalaian tugas, pelanggaran sumpah, dan merendahkan konstitusi. Ia menghadapi voting pemakzulan Senat pada Mei 1968. Saat itu, ia berhasil lolos karena Senat AS kekurangan satu suara.
Sementara, Presiden ke-37 AS Richard Nixon, dimakzulkan karena mencoba menutupi keterlibatan Gedung Putih atas skandal Wartergate dan menyalahgunakan kekuasaan dengan mengerahkan alat negara seperti FBI dan Kementerian Kehakiman untuk menutupi skandal itu. Nixon akhirnya mundur pada 8 Agustus 1974 sebelum DPR melakukan voting pemakzulan.
ADVERTISEMENT
Sedangkan Bill Clinton dikenakan pasal pemakzulan soal kejahatan berat dan perbuatan tercela pada Desember 1998. Kasus ini bermula dari gugatan Paula Jones pada 1994 yang menuding Clinton melakukan pelecehan seksual terhadap dirinya saat masih menjadi Gubernur Arkansas.
Dalam pengembangan kasus ini, terungkap juga perselingkuhan suami Hillary Clinton ini dengan pegawai magang Gedung Putih, Monica Lewinsky. Proses pemakzulan Clinton kandas karena tak mendapat persetujuan di voting Senat pada Februari 1999.