Dirty Vote Sentil MK yang Hari Sabtu Libur Tetap Terima Gugatan Terkait Gibran

11 Februari 2024 19:52 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menggelar konferensi pers setelah dicopot dari Ketua MK setelah terbukti melakukan pelanggaran etik di gedung MKRI, Jakarta, Rabu (8/11/2023). Foto: Aditia Noviansyah kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menggelar konferensi pers setelah dicopot dari Ketua MK setelah terbukti melakukan pelanggaran etik di gedung MKRI, Jakarta, Rabu (8/11/2023). Foto: Aditia Noviansyah kumparan
ADVERTISEMENT
Film Dirty Vote yang digagas oleh tiga ahli hukum tata negara, mengungkap kejanggalan yang terjadi saat Mahkamah Konstitusi [MK] membahasa uji materi UU Pemilu tentang batas usia capres cawapres. Gugatan tersebut diajukan oleh Almas Tsaqibbirru Re A.
ADVERTISEMENT
Yang menjadi sorotan adalah Anwar Usman, Ketua MK yang berujung dicopot dari jabatannya akibat gugatan tersebut. Diketahui Anwar Usman merupakan ipar Jokowi sekaligus paman cawapres 02, Gibran Rakabuming Raka.
"Di tanggal 29 September terjadi peristiwa kunci dalam kasus ini Almas entah karena alasan apa mencabut permohonannya sehari kemudian permohonan dimasukkan kembali padahal itu hari Sabtu hari libur dan Ketua Mahkamah Konstitusi berkantor serta meminta panitera untuk masuk kerja," kata ujar Ahli Hukum Tata Negara, Zainal Arifin Mochtar dalam film Dirty Vote yang ditayangkan Sabtu (11/2).
Biasanya kalau dicabut bukannya dikeluarkan cepat penetapan ya, itu uniknya perkara ini sehingga disebut kunci," lanjut Zainal.
Seharusnya saat penetapan atau pencabutan penetapan dikeluarkan, dilakukan pembacaan sidang penetapan pencabutan perkara. Anehnya, menurut Zainal, hal itu tidak terjadi, malah kemudian digelar sidang yang berbeda pada tanggal 3 Oktober.
ADVERTISEMENT
"Disebut berbeda karena sidang ini disebut sebagai sidang konfirmasi permohonan Almas, kemudian menyatakan bahwa sebenarnya dia tidak punya keinginan untuk mencabut, tetapi itu keinginan kuasa hukumnya. Dan pada saat yang sama sidang konfirmasi permohonan tidak ada dalam hukum acara MK. Jadi ini disebut unik karena memang tidak terdapat di dalam hukum acara Mahkamah Konstitusi," jelas Zainal.
"Nah, setelah praktik tidak ada dalam hukum acara itu karena kasus Almas tetap dilanjutkan atau permohonan Almas tetap dilanjutkan, masuklah RPH (rapat pemusyawaratan hakim) kedua permohonan Almas," lanjutnya.
Saat itu Anwar Usman masih berpartisipasi dalam RPH, yang akhirnya dilakukan sampai tiga kali.
"Biasanya RPH berulang kali itu adalah tanda bahwa permohonan itu memang njelimet atau ada pertarungan perkara yang penting, atau barangkali karena memang pemohon menghadirkan sebuah logika yang canggih dan pembuktian yang luar biasa," ucap Zainal.
Penggugat uji materi undang-undang (UU) Pemilu batas usia capres-cawapres Almas Tsaqibbirru Re A. saat ditemui di Manahan, Solo, Jawa Tengah, Senin (16/10/2023). Foto: Mohammad Ayudha/ANTARA FOTO
Saat itu Almas membawa tiga alat bukti, yakni KTP, foto kopi UU Nomor 7 Tahun 2017, dan dokumen UUD. Zainal berpendapat, tak ada logika argumentasi yang memadai bahwa gugatan uji materi ini perlu diperdebatkan secara hukum, bahkan sampai menggelar RPH untuk membahas permohonan.
ADVERTISEMENT
"Sidang yang ada adalah hakim sibuk memperdebatkan permohonan Almas saja, tapi tidak pernah membuka itu ke publik dan itu dilakukan berulang kali karena sidang substansi sudah selesai di tanggal 29 Agustus," kata Zainal.