Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
ADVERTISEMENT
Direktur Utama PT Angkasa Pura (AP) II (Persero), Muhammad Awaluddin, mengaku baru mengetahui adanya proyek Baggage Handling System (BHS) atau proyek bagasi yang berujung suap, dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 31 Juli 2019 lalu.
ADVERTISEMENT
Saat itu, KPK menangkap Direktur Keuangan AP II , Andra Y Agussalam. Andra diduga menerima suap dari Darman Mappangara selaku Dirut PT Indonesia Telekomunikasi Indonesia (INTI) (Persero). Suap itu diduga agar PT INTI memenangkan proyek bagasi di anak usaha AP II, PT Angkasa Pura Propertindo (APP).
"Saya tidak tahu sampai kemudian ada peristiwa OTT. Saya baru tahu secara detail segala proses rencana proyek itu setelah OTT," ujar Awaluddin saat bersaksi untuk terdakwa Darman Mappangara di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/1).
Tak hanya soal proyek bagasi, Awaluddin bahkan mengaku tak tahu adanya dugaan 'permainan' di dua proyek lain yang ditangani PT APP. Dua proyek itu ialah VDGS (Visual Docking Guidance System) dan pekerjaan pengamanan penerbangan dari gangguan burung (Bird Strike).
Ia menyebut baru mendengar proyek itu dari penjelasan saat ia menghadiri rapat direksi terkait proyek dan OTT KPK terhadap Andra.
ADVERTISEMENT
"Tidak tahu juga, sampai kemudian setelah peristiwa OTT itu informasi tentang segala proyek proyek itu dibahas secara internal di dalam internal direksi," ucap Awaluddin.
Disinggung soal MoU yang ditandatanganinya bersama Darman sebagai dasar dimulainya proyek, Awaluddin membantah. Ia menuturkan MoU hanya untuk pengembangan bisnis, tidak membicarakan detail proyek.
"Tidak benar, Bapak. Seperti yang disampaikan, sifat MoU itu adalah pijakannya Peraturan Kementerian BUMN untuk pengembangan usaha. Bukan untuk pengadaan terhadap proyek tertentu. Pengembangan usaha itu adalah mencari profit. Kami mengembangkan kekuatan kompetensi bidang masing-masing," kata Awaluddin.
"Sehingga kami operator bandara (menilai) PT INTI adalah industri yang bisa bersinergi untuk memberikan penguatan di dalam rencana pembuatan kegiatan pengembangan usaha," sambungnya.
Ia pun membantah pernah bertemu Darman agar PT INTI bekerja sama dengan AP II .
"Kami selalu bertemunya itu di forum rapat pimpinan BUMN. Selain itu tidak. Tidak ada pertemuan khusus yang diinisiasi untuk tujuan tertentu," kata Awaluddin.
ADVERTISEMENT
Awaluddin juga membantah memerintahkan Andra untuk berkoordinasi dengan Darman terkait proyek bagasi. Sebab dalam disposisinya mengenai MoU, Awaluddin menugaskan Direktur Teknik AP II, Djoko Murjatmodjo, untuk berkoordinasi dengan PT INTI, bukan Andra.
"Yang saya tugaskan terkait MoU PT INTI adalah ke Pak Djoko sesuai disposisi saya," ucapnya.
Sebelumnya Darman saat bersaksi untuk terdakwa lain di kasus ini, menyebut ada paksaan dari Awaluddin agar proyek bagasi dikerjakan PT INTI.
Darman mengatakan, pemaksaan agar proyek hasil penunjukan itu dikerjakan PT INTI, dilakukan dengan dalih sinergi BUMN. Darman menduga Awaluddin memerintahkan Andra untuk berkomunikasi dengannya, agar proyek antar BUMN itu berjalan lancar.
"Jadi di sini kita lihat Pak Andra tidak punya kapasitas pak untuk ngatur-ngatur, kecuali ada arahan dari Pak Awal (Awaluddin). Beliau bekerja karena memang sinergi BUMN, saya tidak ragu-ragu. Beliau (Awaluddin) bertindak memaksakan sinergi BUMN," kata Darman saat bersaksi untuk terdakwa eks staf PT INTI, Taswin Nur, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (14/11).
ADVERTISEMENT
Dalam perkara ini, Darman didakwa telah menyuap Andra sebesar USD 71.000 dan SGD 96.700. Suap itu diberikan melalui Andi Taswin agar PT INTI mendapatkan proyek bagasi.
Atas perbuatan itu, Darman didakwa melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a dan b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo pasal 64 ayat (1) KUHP.