Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Doli soal Prabowo Mau Maafkan Koruptor: Semangatnya Kembalikan Aset Negara
19 Desember 2024 15:02 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Ketua DPP Golkar sekaligus Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menanggapi pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang ingin 'memaafkan' koruptor. Syaratnya, mereka mau mengembalikan uang atau hartanya ke negara.
ADVERTISEMENT
"Saya kira memang, poin pentingnya sebetulnya dari pernyataan Pak Prabowo itu kan concern beliau yang berkali-kali bahwa kita harus memerangi korupsi. Nah, tentu kita harus dalam memerangi korupsi itu. Berbagai hal kita lakukan, upaya apa pun kita lakukan, nah termasuk misalnya soal adanya RUU Perampasan Aset," tutur Doli kepada wartawan, Kamis (19/12).
RUU Perampasan Aset hingga kini masih mengendap di DPR. Bahkan RUU ini tak masuk dalam program legislasi prioritas 2025. Dalam RUU itu menerapkan mekanisme Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NBC), yaitu perampasan aset tanpa menunggu pelaku dinyatakan bersalah.
Lebih lanjut Doli menjelaskan, RUU Perampasan Aset masih dalam tahap pengkajian. Ujungnya memang pembenahan dari sektor pemberantasan korupsi.
"Nah, kenapa itu dibuat? Karena hukum kita, kan, enggak bisa terbalik gitu loh, orang dibuktikan salah dulu baru kemudian kita tindak lanjuti [aset dirampas]. Jadi kalau misalnya orang terbukti misalnya korupsi ya asetnya ada, ya itu yang diambil," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Enggak boleh misalnya tanpa ada orang terkena dulu, divonis dulu, kemudian mau kita ambil, rampas asetnya, itu gak bisa dalam sistem hukum kita atau mazhab hukum kita yang kontinental ini," imbuhnya.
Doli menilai semangat Prabowo adalah bagaimana memberantas korupsi dari hulu ke hilir.
"Kembali pada pernyataan Pak Prabowo tadi, saya kira semangatnya lebih kepada itu, ya. Pertama adalah bagaimana kita memberantas korupsi. Kemudian untuk bagaimana kita mencegah praktik korupsi."
"Kalau memang sudah terbukti korupsi, ya ini kan untuk mengatakan Anda kalau misalnya punya aset yang hasil korupsi, balikin, nanti bagaimana treatment-nya itu kan kembali pada aturan hukum kita yang berlaku," bebernya.
Pidato Prabowo Mau Maafkan Koruptor
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato di hadapan mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, Rabu (18/12) waktu setempat.
ADVERTISEMENT
Prabowo sempat menyinggung koruptor dalam pidatonya. Ia mengatakan, pemerintah akan memberikan kesempatan bagi koruptor untuk tobat. Mereka akan diampuni jika mengembalikan hasil curian kepada negara.
“Saya dalam rangka memberi kesempatan, memberi kesempatan untuk tobat," kata Presiden Prabowo.
"Hei, para koruptor atau yang pernah merasa mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan. Tetapi, kembalikan dong. Nanti kita beri kesempatan cara mengembalikannya," kata Prabowo.
Eks Menhan ini menjelaskan, cara mengembalikan hasil curian itu dapat dilakukan dengan diam-diam agar tak ketahuan. Menurutnya, cara itu dapat digunakan.
Usulan Prabowo Tuai Pro-Kontra
Usulan Prabowo ini menuai pro dan kontra. Mereka yang pro antara lain Ahmad Sahroni, anggota DPR dari NasDem.
ADVERTISEMENT
Sahroni mengatakan, peradilan kasus korupsi di Indonesia saat ini mayoritas menggunakan metode peradilan lama. Akibatnya, negara tidak akan mendapatkan keuntungan karena kerugian negara tidak kembali imbas peradilan hanya fokus kepada pidana badan para koruptor.
Sedangkan yang kontra misalnya Ganjar Pranowo, salah satu Ketua PDIP. "Bagaimana cara memaafkannya? Kan ada proses hukumnya. Bagaimana Anda mau memaafkan?" kata Ganjar.
Berdasarkan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Nomor 31 Tahun 1999, pengembalian kerugian negara tidak akan menghapus pidana para koruptor. Hal itu tertuang dalam Pasal 4.
Berikut bunyinya:
Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.