Dosen UI soal PP Statuta UI: Senapas dengan Omnibus Law dan RUU KPK

24 Juli 2021 23:40 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung Universitas Indonesia. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Universitas Indonesia. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Statuta Universitas Indonesia (UI) terus menuai kritik. Salah satunya dari Dosen Fakultas Hukum UI sendiri, yaitu Ganjar Laksmana.
ADVERTISEMENT
Ganjar menilai, merevisi sebuah peraturan itu memang diperlukan di tengah rasa keadilan dan norma masyarakat yang bisa jadi bergeser. Salah satunya PP Statuta dari yang lama menjadi diperbarui.
Ia mempertanyakan penyusunan PP baru statuta UI ini apakah sudah sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Sebab, ia melihat hal ini justru tampak seperti pemerintah dalam menyusun Omnibus Law dan revisi UU KPK.
"Apakah proses pembentukan PP no 75 tahun 2021 telah menempuh prosedur yang benar? Mohon maaf, senapas dengan lahirnya Omnibus Law dan perubahan UU KPK, jadi kejutan di tengah jalan," kata Ganjar dalam Diskusi 'Menilik Statuta UI yang Baru', Sabtu (24/7).
Ganjar meyakini isi PP tersebut tidak semuanya bermasalah. Namun, ia memegang prinsip bahwa satu pasal bermasalah saja cukup jadi alasan untuk menolak aturan tersebut.
ADVERTISEMENT
"Satu pasal saja mengandung kesalahan atau keburukan sudah cukup jadi alasan untuk menolak sebuah peraturan perundang-undangan Secara keseluruhan. Satu pasal saja," ujar Ganjar.
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Gandjar Laksamana Bonaprapta mengikuti Focus Group Discussion membahas masa depan KPK dan Revisi UU KPK di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Selasa (17/9). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
"Melanggar etika adalah setengah jalan menuju melanggar hukum," sambung dia.
Terkait ketentuan soal rangkap jabatan dalam PP, Ganjar menilai hal itu adalah sesuatu yang tidak pantas. Menurut dia, ada beberapa alasan. Mulai dari menimbulkan konflik kepentingan bahkan bias perlakuan, melanggar prinsip pengabdian tunggal pada negara, melanggar etika pelayanan publik, bertentangan dengan prinsip good governance dan corporate, hingga loyalitas ganda.
"Menjadi pejabat adalah setengah jalan, kaki kiri menuju penjara, kaki kanan menuju neraka. Kalau tidak amanah," ujar dia.
Polemik Statuta UI ini mengemuka ketika terungkap bahwa Rektor UI Ari Kuncoro ternyata merangkap sebagai Wakil Komisaris BRI sejak Februari 2020. Padahal pada saat itu, statuta UI melarang rektor rangkap jabatan menjadi pejabat BUMN.
ADVERTISEMENT
Kini, ternyata Presiden Jokowi menerbitkan PP baru Statuta UI pada 2 Juli 2021. Salah satu isinya mengubah larangan rangkap jabatan itu.
Rektor UI kini hanya dilarang merangkap direksi BUMN, bukan komisaris. Namun saat ini ramai, Ari Kuncoro melepas jabatan Wakil Komisaris BRI.
==