Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
DPR Dicurigai Ingin Ganggu Proses Hukum Kasus e-KTP
29 April 2017 8:41 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
KPK disarankan tidak meladeni DPR soal hak angket. Segala panggilan dan permintaan untuk datang ke DPR terkait urusan hak angket sebaiknya jangan dilayani.
ADVERTISEMENT
"Enggak usah datang," kata pengamat hukum tata negara Universitas Andalas Feri Amsari saat berbincang dengan kumparan (kumparan.com), Sabtu (29/4).
DPR resmi mengetok palu mengajukan hak angket. Kali ini DPR meminta KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam S Haryani, tersangka kasus kesaksian palsu sidang e-KTP.
Miryam menyebut nama-nama anggota DPR saat itu dan siapa saja yang mendapat uang dalam proyek e-KTP.
"Ya tidak bisa. Itu kan prosesnya sudah dalam ranah hukum. Segala upaya menganggu proses hukum bisa menjadi tindakan menghalang-halangi proses hukum yang berkonsekuensi pidana. Di Pasal 21 UU KPK, mereka yang menghalang-halangi proses hukum bisa disanksi pidana. Termasuk jika ada anggota DPR yang memanfaatkan kewenangannya untuk menghalangi kerja KPK. Apalagi proses hak angket salah prosedur," beber Feri.
ADVERTISEMENT
Pada Jumat (28/4) Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang mengesahkan pengajuan hak angket itu. Padahal beberapa fraksi menolak. Hak angket selanjutnya akan dibahas di Badan Musyawarah.
"Pimpinan kan harus terlebih dulu mendengarkan pandangan anggota. Kalo tidak terjadi kesepakatan akan diambil voting. Nah ini langsung ketuk palu," ungkap Feri.
"Jadi tidak bisa dianggap sebagai putusan yang sah. Tidak usah datang. Kan intervensi proses hukum Pimpinan KPK itu kan harus berani menghadapi penyalahgunaan kewenangan DPR," tutup Feri.