Dubes Djauhari: Pertahanan & Ekonomi Asia Timur Melesat, Abad Ini Milik Asia

12 Juni 2024 17:07 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dubes Indonesia untuk China, Djauhari, di Peluncuran Pusat Studi Asia Timur (CEAS) di Jakarta, Rabu (12/6/2024). Foto: Tiara Hasna/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Dubes Indonesia untuk China, Djauhari, di Peluncuran Pusat Studi Asia Timur (CEAS) di Jakarta, Rabu (12/6/2024). Foto: Tiara Hasna/kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam peluncuran Centre for East Asian Studies (CEAS) oleh Universitas Prasetiya Mulya, Duta Besar Indonesia untuk China, Djauhari Oratmangun, menyampaikan optimismenya mengenai posisi negara-negara Asia Timur di abad ini.
ADVERTISEMENT
"Saat ini, China, Jepang, dan Korea Selatan masuk dalam lima besar negara dengan permohonan paten internasional terbanyak. Dengan memiliki dua dari lima angkatan bersenjata terbesar di dunia, semakin pentingnya Asia Timur di abad ke-21 tidak dapat lagi diabaikan. Abad ini adalah milik Asia," ujarnya dalam sambutan peluncuran CEAS, Rabu (12/6).
Djauhari juga menyoroti proyeksi ekonomi yang menunjukkan bahwa China akan menjadi negara dengan perekonomian terbesar di dunia pada sekitar tahun 2035.
Sementara itu, Indonesia diperkirakan akan menjadi negara dengan perekonomian terbesar ketujuh di dunia pada pertengahan 2040-an, dengan Jepang di posisi kelima.
"Artinya, Asia akan mendominasi perekonomian global pada paruh kedua abad ini. Ketika China dan Amerika menerapkan berbagai kebijakan ekonomi di Asia, mereka akan menyumbang sekitar 58 persen pertumbuhan global pada 2050. Dan seluruh Asia akan menyumbang sekitar 46 persen dari perekonomian yang lebih luas, naik dari sekitar 25 persen saat ini," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Djauhari, abad milik Asia ini juga menghadirkan peluang baru bagi Indonesia.
“Kami di Pusat Studi Asia Timur berbagi pengetahuan dengan pemimpin, profesional, peneliti, dan cendekiawan untuk membangun masa depan cerah bagi Indonesia di abad Asia yang semakin multipolar dan multikultural,” jelasnya.
Hassan Wirajuda dan Rizal Sukma di Acara Peluncuran Pusat Studi Asia Timur (CEAS), Jakarta, Rabu (12/6/2024). Foto: Tiara Hasna/kumparan
Sementara itu, Dekan Sekolah Hukum dan Studi Internasional Prasetiya Mulya sekaligus Menlu RI 2001-2009, Hassan Wirajuda, menyampaikan urgensi kurangnya ahli tentang negara-negara Asia Timur di Indonesia.
"Hubungan Indonesia dengan negara-negara lainnya di Asia Timur sangat kompleks. Jadi, pemahaman bahasa dan budaya penting, tapi juga penting untuk memahami ekonomi, perdagangan, investasi, dan sebagainya," ungkapnya di hadapan wartawan.
"Contohnya, hubungan kita dengan China. Tahun lalu, capai jumlah 150 miliar dolar, tapi berapa ahli yang kita punya tentang China? Sama halnya dengan Jepang, Korea, Thailand, dan Vietnam," tutur eks Menlu RI itu.
ADVERTISEMENT
Ia mengaku prihatin karena Indonesia, negara dengan 280 juta penduduk, tidak punya cukup ahli tentang negara-negara yang berhubungan erat.
Peluncuran Pusat Studi Asia Timur ini diharapkan dapat mendukung kerja sama regional yang lebih kuat di Asia Timur, serta mempersiapkan Indonesia untuk peran yang lebih besar di “abad Asia”.