Dukung Andika soal Keturunan PKI Bisa Daftar TNI, PDIP Urai Tinjauan Hukumnya

1 April 2022 14:49 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa mengikuti Rapat Kerja dengan DPD di gedung DPD, Jakarta, Selasa (8/2/2022). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa mengikuti Rapat Kerja dengan DPD di gedung DPD, Jakarta, Selasa (8/2/2022). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Rencana Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang membolehkan keturunan PKI mendaftar anggota TNI kerap disangkutkan dengan TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1965 yang mengatur tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) dan pelarangan paham komunis.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua MPR Fraksi PDIP, Ahmad Basarah, menegaskan bahwa TAP MPRS tersebut justru tidak melarang keturunan PKI memperoleh hak-hak kewarganegaraan. TAP MPRS tersebut hanya mengatur terkait pembubaran PKI dan larangan penyebaran paham ajaran komunis/marxisme-leninisme.
"Dalam TAP XXV/MPRS/1966 ini dimuat ketentuan pembubaran PKI termasuk semua bagian organisasinya dari tingkat pusat sampai ke daerah beserta semua organisasi yang seasas/berlindung/bernaung di bawahnya dan pernyataan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia," ujar Basarah dalam keterangan, Jumat (1/4).
Ia pun mendukung langkah Andika yang akan memperbolehkan keturunan PKI menjadi anggota TNI, terlebih TAP MPRS tentang PKI perlu dilakukan dengan menghormati prinsip hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam TAP Nomor 1/MPR/2003.
ADVERTISEMENT
"Kebijakan Panglima TNI menolak larangan anak keturunan anggota PKI sebagai calon prajurit TNI pada dasarnya selain karena tidak ada larangan dalam TAP XXV/MPRS/1966, juga dalam perkembangannya telah ada Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 Tentang Peninjauan Terhadap Materi Dan Status Hukum TAP MPRS dan MPR Tahun 1960-2000," terang dia.
"Dalam Pasal 2 TAP I/MPR/2003 ini dinyatakan TAP XXV/MPRS/1966 dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan yaitu diberlakukan dengan berkeadilan dan menghormati hukum, prinsip demokrasi dan hak asasi manusia." lanjutnya.
Politikus PDIP itu juga memaparkan putusan MK Nomor 011-017/PUU-I/2003 yang menegaskan bahwa setiap pelarangan dalam peraturan negara harus didasari pada putusan pengadilan. Putusan tersebut juga mengatakan, orang yang tidak terlibat secara langsung tidak bisa mendapatkan pelarangan.
ADVERTISEMENT
"Juga terdapat putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 011-017/PUU-I/2003 tanggal 24 Februari 2004 yang bersifat final dan mengikat yang juga menyatakan setiap pelarangan yang mempunyai kaitan langsung dengan hak dan kebebasan warga negara harus didasarkan atas putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap,” papar dia.
Ilustrasi TNI AD. Foto: ANTARA FOTO/Gusti Tanati
“Selain itu dalam putusan tersebut juga dinyatakan suatu tanggung jawab pidana hanya dapat dimintakan pertanggungjawabannya kepada pelaku (dader) atau yang turut serta (mededader) atau yang membantu (medeplichtige). Maka adalah suatu tindakan yang bertentangan dengan hukum, rasa keadilan, kepastian hukum, serta prinsip-prinsip negara hukum apabila tanggung jawab tersebut dibebankan kepada seseorang yang tidak terlibat secara langsung," sambungnya.
Basarah menilai, tindakan Andika yang membolehkan penerimaan keturunan PKI ke dalam TNI menjadi upaya melawan diskriminasi yang selama ini terjadi. Ia juga beranggapan bahwa langkah yang dilakukan Andika sudah sesuai dengan hukum.
ADVERTISEMENT
"Berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut dan untuk menjunjung tinggi prinsip supremasi hukum, maka seharusnya pernyataan Panglima TNI yang menolak diskriminasi latar belakang keluarga calon prajurit TNI tersebut harus dipandang sebagai suatu kewajiban Jenderal Andika selaku orang nomor satu di instansi TNI. Sebagai Panglima TNI, tentu saja ia sangat menyadari jika TNI tidak berpedoman pada hukum akan menimbulkan kekacauan kehidupan bernegara kita," tutupnya.