Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Edhy Prabowo Korupsi sebagai Menteri, Hukuman Harusnya Diperberat Bukan Dipotong
9 Maret 2022 19:45 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Indonesia Corruption Watch (ICW ) mengomentari soal majelis hakim kasasi Mahkamah Agung (MA) yang memotong hukuman eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dari 9 tahun menjadi 5 tahun. Kurnia mengkritik vonis tersebut, sebab seharusnya hukuman seorang mantan menteri yang korupsi lebih berat, bukan diringankan.
ADVERTISEMENT
Hal ini terkait dengan pertimbangan MA dalam memotong hukuman Edhy Prabowo. Hakim kasasi menilai Edhy Prabowo sudah bekerja dengan baik sebagai menteri dan memberikan harapan bagi masyarakat dengan membuka keran ekspor benih lobster yang bibitnya dari nelayan kecil.
"Mesti dipahami, bahkan berulang kali oleh Mahkamah Agung, bahwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu adalah seorang pelaku tindak pidana korupsi. Ia memanfaatkan jabatannya untuk meraup keuntungan secara melawan hukum," kata Kurnia dalam keterangannya, Rabu (9/3).
Kurnia menilai, seharusnya majelis hakim mengakomodir Pasal 52 KUHP yang menegaskan soal pemberatan hukuman bagi pejabat negara yang melakukan pidana, termasuk korupsi.
Berikut bunyinya:
Bilamana seorang pejabat karena melakukan perbuatan pidana melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya , atau pada waktu melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya, pidananya dapat ditambah sepertiga.
ADVERTISEMENT
"Majelis hakim seolah mengabaikan ketentuan Pasal 52 KUHP yang menegaskan pemberatan pidana bagi seorang pejabat tatkala melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya. Regulasi itu secara spesifik menyebutkan penambahan hukuman sepertiga, bukan justru dikurangi," ucap Kurnia.
Kurnia justru mengatakan bahwa korupsi yang dilakukan oleh Edhy Prabowo juga dilakukan saat Indonesia dan dunia tengah dilanda pandemi COVID-19.
"Edhy melakukan praktik korupsi di tengah kesengsaraan masyarakat akibat pandemi COVID-19? Hukuman 5 tahun ini menjadi sangat janggal, sebab, hanya 6 bulan lebih berat jika dibandingkan dengan staf pribadinya Edhy, yakni Amiril Mukminin," kata Kurnia.
"Terlebih, dengan kejahatan korupsi yang ia lakukan, Edhy juga melanggar sumpah jabatannya sendiri," sambung dia.
ADVERTISEMENT
Terakhir, Kurnia menyampaikan kekhawatiran bahwa hukuman terhadap Edhy Prabowo ini menjadi asupan bagi para pejabat yang hendak melakukan korupsi. Sebab, tak memberikan efek jera.
"Pemotongan hukuman oleh Mahkamah Agung ini dikhawatirkan menjadi multivitamin sekaligus penyemangat bagi pejabat yang ingin melakukan praktik korupsi. Sebab, mereka melihat secara langsung bagaimana putusan lembaga kekuasaan kehakiman jarang memberikan efek jera," pungkasnya.
MA memperbaiki vonis terhadap Edhy Prabowo hingga 4 tahun penjara. Hukuman Edhy Prabowo dari 9 tahun penjara kini menjadi 5 tahun penjara.
Lamanya pencabutan hak politik Edhy Prabowo juga dipotong MA. KPK menuntut hak politiknya dicabut 4 tahun setelah pidana pokok. Pengadilan Tipikor mengabulkan pencabutan selama 3 tahun.
Kini, pencabutan hak politiknya menjadi 2 tahun saja sejak pidana pokok selesai dijalani.
ADVERTISEMENT
Selain dua vonis tersebut, hukuman lainnya yang dijatuhkan kepada Edhy Prabowo tetap sama seperti putusan sebelumnya. Edhy Prabowo diwajibkan membayar denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.
Serta, membayar pidana uang pengganti Rp 9.687.447.219 dan USD 77 ribu subsider 3 tahun penjara.
Dalam kasusnya, Edhy Prabowo bersama sejumlah anak buahnya diyakini menerima suap sejumlah USD 77 ribu dan Rp 24.625.587.250 atau totalnya sekitar Rp 25,75 miliar. Duit itu berasal dari para pengusaha pengekspor benih benih lobster (BBL) terkait percepatan pemberian izin budidaya dan ekspor.
Salah satu pemberinya adalah Suharjito selaku Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP). Ia menyuap Edhy Prabowo sebesar Rp 2,146 miliar.
Suharjito sudah dinyatakan bersalah oleh hakim. Ia sudah dijatuhi vonis 2 tahun penjara ditambah denda Rp 250 juta subsider 3 bulan. Ia juga sudah dieksekusi ke Lapas Cibinong.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan dakwaan dan fakta persidangan, uang suap yang diterima oleh Edhy Prabowo diduga mengalir kepada sejumlah pihak. Yakni 3 asisten pribadinya, pesilat Uzbekistan, hingga pedangdut.
Selain itu, uang tersebut juga dibelikan sejumlah aset mulai dari vila, puluhan sepeda, belanja istri di Hawaii, hingga barang-barang mewah lainnya.