Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Pakar komunikasi politik, Effendi Gazali , mengirim surat ke KPK terkait kasus dugaan korupsi bantuan sosial (bansos ) COVID-19 Jabodetabek pada Senin (29/3). Surat tersebut ditujukan kepada pimpinan serta pejabat pengelola informasi dan dokumentasi KPK. Surat tersebut ditembuskan ke Dewan Pengawas KPK, PPID Kementerian Sosial, dan Komisi Informasi Pusat.
ADVERTISEMENT
Dalam surat itu, Effendi meminta KPK membuka nama vendor-vendor yang memenangi proyek serta jatah kuota bansos yang didapat.
"Bersama surat ini, saya sebagai warga negara, mengajukan permohonan berdasar UU Keterbukaan Informasi Publik (No 14/2008)," kata Effendi dalam surat tersebut, Senin (29/3).
"Informasi publik yang saya minta adalah nama-nama vendor dan kuotanya masing-masing pada setiap tahap pengadaan bansos Kemensos di Jabodetabek tahun 2020, yaitu bansos reguler, dari tahap 1 sampai tahap 12," sambungnya.
Effendi mengatakan, selama ini publik hanya mendapatkan info singkat terkait jumlah bansos Jabodetabek yakni 22.800.000 paket dengan sekitar 107 vendor.
Ia mengaku punya legal standing untuk meminta data tersebut. Sebab ia pernah diperiksa sebagai saksi atas dugaan merekomendasikan UMKM untuk mendapat jatah kuota bansos pada Seminar Bansos 23 Juli 2020.
ADVERTISEMENT
"Supaya clear juga UMKM tersebut setelah 23 Juli diberi kuota berapa sesungguhnya, apa betul 20.000 dari total 22.800.000 paket bansos," kata Effendi.
Effendi mengatakan, permohonan informasi publik ini penting agar tidak terjadi hoaks dan pembunuhan karakter terhadap pihak-pihak yang tidak terkait.
"Saya berharap agar data informasi publik ini dapat juga dibagikan kepada teman-teman wartawan yang meliput di KPK. Serta seluruh vendor plus yang dianggap 'pemberi rekomendasi' dipanggil KPK demi keadilan," ucapnya.
Sementara itu Plt juru bicara KPK, Ali Fikri, akan mengecek surat Effendi tersebut.
"Kami akan cek dulu perihal surat dimaksud," kata Ali.
Namun demikian, kata Ali, berdasarkan Pasal 17 UU Keterbukaan Informasi Publik, ada beberapa informasi yang dikecualikan untuk dibuka ke publik, salah satunya terkait proses penegakan hukum.
ADVERTISEMENT
"Untuk itu, apa yang disampaikan dalam suratnya tersebut merupakan informasi penyidikan yang sedang berjalan sehingga bagian dari strategi penyidikan kami yang saat ini tidak bisa disampaikan kepada publik. Kami yakin yang bersangkutan mengetahui soal ini," kata Ali.
Ali menegaskan, pada waktunya KPK akan membuka secara terang benderang perihal kasus bansos ini. Adapun terkait pemeriksaan Effendi sebagai saksi, kata Ali, untuk melengkapi berkas penyidikan.
"Pada waktunya nanti pada proses persidangan silakan ikuti, karena itu terbuka untuk umum, termasuk soal hasil penyidikan akan kami buka seluruhnya beserta alat bukti yang kami miliki. Kami tegaskan, pemanggilan seseorang sebagai saksi dalam penyelesaian perkara tentu karena ada kebutuhan penyidikan," pungkasnya.
Sebelumnya, Effendi memang sempat diperiksa KPK pada 25 Maret. Ia mengaku tak ada kaitannya dengan suap kasus bansos. Menurut Effendi, tak ada namanya dalam BAP tersangka bansos yakni eks PPK Kemensos, Matheus Joko.
ADVERTISEMENT
Sebab, sempat beredar bahwa Effendi disebut sebagai salah satu pemilik jatah kuota bansos lebih dari 150 ribu dengan pihak vendor merupakan sebuah perusahaan tertentu.
Sementara KPK memeriksa Effendi atas dugaan pernah merekomendasikan salah satu perusahaan sebagai vendor penyedia bansos kepada eks Plt Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial (PSKBS) Kementerian Sosial (Kemensos), Adi Wahyono.
"Effendi Gazali didalami pengetahuannya terkait pelaksanaan pengadaan bansos di Kemensos tahun 2020, antara lain terkait adanya dugaan rekomendasi salah satu vendor yang diusulkan oleh saksi melalui tersangka AW (Adi Wahyono) untuk mengikuti pengadaan bansos di wilayah Jabodetabek tahun 2020 di Kemensos RI," ujar Ali.
Dalam perkara ini, KPK sudah menjerat sejumlah pihak, termasuk Juliari Batubara serta dua anak buahnya, Adi Wahyono dan Matheus Joko.
ADVERTISEMENT
Juliari Batubara diduga menerima suap hingga Rp 17 miliar. Suap itu dari para vendor bansos yang dapat paket supplier dalam bansos corona wilayah Jabodetabek. Suap diduga berasal dari permintaan jatah Rp 10 ribu dari tiap paket bansos yang disalurkan senilai Rp 300 ribu.