Eks Anggota DPR Markus Nari Didakwa Terima USD 1,4 Juta Terkait e-KTP

14 Agustus 2019 13:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP elektronik, Markus Nari berjalan meninggalkan Gedung KPK seusai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Kamis (4/7). Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
zoom-in-whitePerbesar
Tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP elektronik, Markus Nari berjalan meninggalkan Gedung KPK seusai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Kamis (4/7). Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
ADVERTISEMENT
Mantan anggota DPR, Markus Nari, didakwa terlibat dalam kasus korupsi proyek e-KTP. Ia disebut menerima keuntungan dari proyek itu senilai USD 1,4 juta atau Rp 19.894.000.000 (kurs Rp 14.210).
ADVERTISEMENT
"Melakukan atau turut serta melakukan, secara melawan hukum," kata jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (14/8).
Menurut jaksa, Markus Nari ikut memengaruhi atau mengintervensi proses penganggaran dan pengadaan proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2013.
"Memperkaya terdakwa USD 1.400.000," kata jaksa.
Perbuatannya Markus Nari itu juga diduga menguntungkan pihak lain dan korporasi. Keuntungan yang diterima yaitu berupa uang yang dihitung sebagai kerugian negara.
"Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Rp 2.314.904.234.275,39," kata jaksa.
Terdakwa Markus Nari menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu (14/8). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Jaksa memaparkan, Markus melakukan perbuatannya bersama Irman selaku Dirjen Dukcapil Kemendagri, Sugiharto selaku Direktur Dukcapil Kemendagri, Diah Anggraeni selaku Sekjen Kemendagri, dan Drajat Wisnu Setyawan selaku Ketua Pengadaan Barang dan Jasa pada Ditjen Kemendagri.
ADVERTISEMENT
Lalu, Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Golkar di DPR, Irvanto Pambudi Cahyo, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Anang Sugiana Sudihardjo selaku Direktur PT Quadra Solutions dan Isnu Edhi WIjaya selaku Ketua Konsorsium PNRI.
Perbuatan Markus dianggap melanggar Pasal 2 ayat 1 atau 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1.