Eks Anggota DPRD Bantul Terseret Kasus Tanah Mbah Tupon, Klaim Dimintai Tolong

28 April 2025 12:52 WIB
ยท
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Spanduk bertuliskan "Tanah dan bangunan ini dalam sengketa" di RT 04 Dusun Ngentak, Kaluragan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, kepada Mbah Tupon korban mafia tanah. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Spanduk bertuliskan "Tanah dan bangunan ini dalam sengketa" di RT 04 Dusun Ngentak, Kaluragan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, kepada Mbah Tupon korban mafia tanah. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Nama eks anggota DPRD Bantul, Bibit Rustamta (BR), terseret dalam kasus sengketa tanah Mbah Tupon warga RT 04 Dusun Ngentak, Kalurahan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul. Bibit pun turut dilaporkan ke polisi.
ADVERTISEMENT
Mbah Tupon merupakan lansia buta huruf. Tanah seluas 1.655 beserta rumahnya dan rumah anak pertamanya terancam disita bank akibat mafia tanah.
Soal kasus ini, Bibit mengaku awalnya dirinya hanya dimintai tolong Mbah Tupon.
"Saya hanya menerima permohonan bantuan Mbah Tupon," kata Bibit yang juga politikus NasDem ini melalui sambungan telepon, Senin (28/4).
Kasus ini bermula ketika Tupon hendak menjual sebagian tanahnya untuk membangunkan rumah anak pertamanya. Tupon juga hendak menghibahkan sebagian tanahnya untuk gudang RT dan jalan. Itu terjadi sekitar tahun 2020-2021.
Sebagian tanah yang dijual ini yaitu 298 meter persegi kemudian dibeli Bibit. Proses jual beli dilakukan dan pemecahan tanah selesai pada 2023.
"Pada tahun 2023 akhirnya pecah pertama melalui notaris yang dipilih oleh Bapak Tupon selesai. Saat itu ada saudaranya yang menyampaikan kepada saya bahwa notaris yang memproses pecah pertama sudah tidak bersedia untuk pecah kedua, karena perlu jeda waktu untuk melakukan prosesnya," terang Bibit.
Mbah Tupon (68) warga RT 04 Dusun Ngentak, Kalurahan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, terancam kehilangan 1.655 meter persegi beserta dua rumahnya karen mafia tanah, Sabtu (26/4). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan

Bantuan Pemecahan Sertifikat Tanah

Dalam rincian kronologi yang disampaikan Bibit, saat itu Tupon bertanya pada Bibit apakah bisa membantu komunikasi ke notaris lain untuk memecah tanah 1.655 meter persegi itu menjadi empat untuk dirinya dan tiga anaknya.
ADVERTISEMENT
"Beberapa waktu berselang, saudara TR (terlapor lain) datang ke rumah untuk membicarakan keperluan lain, dan saya sempat sampaikan tentang permohonan rencana Bapak Tupon yang berkeinginan untuk memecah sertifikat lagi. Saya bertanya kepada TR apakah ada kenalan notaris yang bisa memproses? TR menjawab ada dan siap membantu," katanya.
Sehari setelahnya Bibit mengaku mengundang Tupon. Saat itu Tupon menyatakan masih berkehendak memecah sertifikat. Bibit kemudian mengatakan ada orang yakni TR yang siap membantu proses pemecahan.
Rumah milik Heri Setiawan (31), putra pertama Mbah Tupon. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Selanjutnya Tupon mengantarkan sertifikat ke rumah Bibit. Bibit lalu mengundang TR dan menyerahkan sertifikat milik Tupon.
"Sejak saat itu Bapak Tupon dan TR melakukan komunikasi langsung tanpa perantara saya terkait dengan pengurusan pecah sertifikat. Namun untuk pembiayaan, TR agar langsung meminta kepada saya karena uang untuk keperluan proses pemecahan sertifikat sudah ada pada saya yang bersumber dari sisa pembayaran penjualan tanah sebelumnya," katanya.
ADVERTISEMENT

Bibit Klaim Tak Tahu Menahu

Kuasa hukum Bibit, Aprillia Supaliyanto, mengatakan ketika proses pecah sertifikat diserahkan kepada TR, selanjutnya Mbah Tupon berkomunikasi langsung dengan TR. Setelah itu Bibit tidak tahu menahu lagi.
"Begitu diserahkan pada namanya TR, si TR dan Mbah Tupon. Setelah itu Pak Bibit tidak tahu menahu lagi," kata April.
April mengatakan TR ini kesehariannya memang membuka jasa membantu pemecahan sertifikat. Sebelumnya TR ini amanah.
Mbah Tupon (68) menunjukkan hibah tanah untuk jalan dan gedung RT 04 Dusun Ngentak, Kalurahan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, Sabtu (26/4). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan

Dorong Polda Mengusut

Terkait kasus ini, Bibit juga menyarankan agar kasus ini dilaporkan ke polisi.
"Kalau Pak Bibit itu ada sisi negatifnya terkait membantu Mbah Tupon sampai kemudian tanah Mbah Tupon katanya sudah dilelang bank, nggak mungkin Pak Bibit yang ngejar-ngejar dan dorong-dorong untuk lapor polisi. Itu yang menginisiasi lapor polisi Pak Bibit," katanya.
ADVERTISEMENT
April mengatakan narasi Bibit sebagai dalang atas kasus Mbah Tupon tidak benar.
"Bahwa kemudian disalahgunakan oleh oknum yang lain itu sudah di luar kemampuan Pak Bibit. Itu yang ingin kami luruskan," katanya.
Terkait status Bibit sebagai terlapor, April mengatakan pihaknya menghormati proses hukum itu. Namun pihaknya akan melakukan pembelaan diri jika Bibit dikaitkan persoalan itu.
"Secara moral Pak Bibit betul-betul berempati kepada nasibnya Mbah Tupon. Justru mendorong kepada Polda segera ungkap ini. Jangan-jangan ini sindikat. Makanya kami malah mendorong. Pak Bibit sebagai pelapor tapi malah mendorong Polda segera ungkap, usut, segera sita sertifikat itu amankan, supaya tidak ada korban lain," tegasnya.

Kasus Mbah Tupon

Heri Setiawan (31), anak pertama Tupon, bercerita kasus ini bermula pada 2020 Tupon menjual sebagian tanahnya. Saat itu total tanah Tupon 2.100 meter persegi.
ADVERTISEMENT
Tupon menjual sebagian tanahnya, seluas 298 meter persegi, ke seseorang berinisial BR. Tanah tersebut dijual Rp 1 juta per meternya.
Uang hasil penjualan tanah itu digunakan untuk membangun rumah Heri yang berada di barat rumah Tupon.
Selain menjual sebagian tanahnya, Tupon saat itu berinisiatif menghibahkan sebagian tanahnya untuk jalan dan gudang RT.
"Terus bapak inisiatif mengasih jalan akses 90 meter persegi. Kemudian, bapak ngasih gudang RT sebesar 54 meter persegi," kata Heri ditemui di rumahnya, Sabtu (26/4).
Singkat cerita, proses jual beli dan pecah sertifikat sudah rampung, tak ada kendala. Sertifikat tanah sisa seluas 1.655 meter persegi kembali ke Tupon.
Namun BR masih memiliki utang pembayaran tanah senilai Rp 35 ke juta ke Tupon.
ADVERTISEMENT
Saat itu sekitar 2021-an, BR menawarkan utangnya ke Tupon untuk dilunasi dalam bentuk membiayai pecah sertifikat Tupon yang seluas 1.655 meter persegi. Sertifikat dipecah menjadi jadi empat bagian yaitu untuk Tupon dan ketiga anaknya.
"Ternyata yang terjadi malah balik nama atas nama IF. Dan diagunkan di bank senilai Rp 1,5 miliar," katanya.
Heri baru tahu sertifikat bapaknya berpindah nama setelah bank datang ke rumahnya. Bank datang pada 2024 dan terakhir 2025 untuk melakukan pengukuran.
Kasus ini telah Heri laporkan ke Polda DIY. Menurutnya ada lima terlapor dalam kasus ini yakni BR (pembeli tanah 298 meter persegi), TR (perantara BR), TRY (notaris), AR (notaris), dan IF (nama di sertifikat 1.655 meter persegi milik Tupon).
ADVERTISEMENT