Eks Dirkeu Jiwasraya Tak Terima Dituntut Bui Seumur Hidup: Apa Saya Pemutilasi?

30 September 2020 1:55 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hary Prasetyo ditahan oleh kejaksaan agung. Foto:  Abyan Faisal Putratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Hary Prasetyo ditahan oleh kejaksaan agung. Foto: Abyan Faisal Putratama/kumparan
ADVERTISEMENT
Mantan Direktur Keuangan Jiwasraya, Hary Prasetyo, menyampaikan nota pembelaannya (pleidoi) atas tuntutan penjara seumur hidup dalam kasus korupsi pengelolaan dana dan penggunaan dana investasi Jiwasraya.
ADVERTISEMENT
Hary tak terima jaksa menuntutnya penjara seumur hidup. Ia merasa tuntutan tersebut berlebihan lantaran. Sebab, kata Hary, jaksa tak melihat perjuangannya membuat Jiwasraya bisa bertahan meski dalam kondisi keuangan yang sulit.
"Apakah yang ringan hanya karena saya belum pernah ditahan? Perjuangan saya menghidupkan, menyehatkan dan membesarkan Jiwasraya selama 10 tahun. Apakah saya seperti pembunuh berdarah dingin yang memutilasi korbannya sehingga saya harus dituntut seumur hidup? Saya merasa fakta persidangan terabaikan, isinya hanya mengulang dakwaan yang berasal dari BAP selama penyidikan," kata Hary saat membacakan pleidoi di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada Selasa (29/9) seperti dilansir Antara.
Hary menegaskan apa yang dilakukan direksi Jiwasraya kala itu dalam menyelamatkan kondisi keuangan merupakan rencana cadangan (contigency plan). Sebab saat itu pemerintah tidak bisa menyuntikkan dana Rp 6,7 triliun untuk membuat normal keuangan Jiwasraya.
Ilustrasi Asuransi Jiwasraya. Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
"Kondisi yang memaksa kami melakukan (contigency plan), suatu diskresi direksi untuk bertindak atas sebuah kondisi keuangan Jiwasraya yang abnormal semata-mata untuk menjaga kelanjutan usaha Jiwasraya," kata Hary.
ADVERTISEMENT
"Sementara kami menunggu suntikan modal Rp6,7 triliun turun dari pemerintah, akan tetapi pada 2009 diputuskan oleh Kementerian Keuangan sebagai 'ultimate shareholder' proposal suntikan dana tersebut tidak dapat dipenuhi," sambungnya.
Berdasarkan keputusan tersebut, kata Hary, Kementerian BUMN memerintahkan direksi Jiwasraya agar tetap menjaga kelangsungan hidup korporasi tanpa gaduh dan "self healing" atau menyembuhkan diri sendiri.
"Tugas kami melanjutkan kondisi tersebut dan tidak menyerah! Sekali lagi apabila kami menyerah pada 2009, maka bisa dibayangkan dampak sistemik diseluruh sektor keuangan jika Kami gagal bayar atau bahasa terangnya menyerah dengan keadaan!" ujar Hary menegaskan.
Hary menyebut dampaknya Jiwasraya harus selalu tampil sehat. Selain itu, laporan-laporan keuangan bulanan kepada Bapepam-LK dan OJK harus selalu baik.
Ilustrasi Jiwasraya. Foto: Shutter Stock
"Tentunya kondisi Jiwasraya yang sebenarnya diketahui oleh regulator, bahkan oleh BPK, perlu jurus tersendiri karena kondisi Jiwasraya juga abnormal. Jika saja dalam kurun waktu 10 tahun kami menjabat, melalui Kementerian BUMN dan OJK mengumumkan ke publik melalui DPR seperti yang direksi Jiwasraya, hancurlah kepercayaan publik," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Hary, modal direksi saat itu hanya surat "going concern" dari Menteri BUMN saat itu, Rini Soemarno.
Hary menambahkan, Jiwasraya saat itu mengalami arus kas negatif dalam kurun 2008 sampai 2014. Pengeluaran klaim lebih tinggi dari pemasukan dan biasanya pemasukan premi mulai pada akhir kuartal IV.
"Bagaimana Jiwasraya bisa menjaga laporan keuangan dan 'RBC' (Risk Based Capital) di kuartal 1 sampai 3? Bagaimana bisa membayar klaim di kuartal 1 sampai 3 setiap tahunnya? Hanya investasi yang bisa menjaga pembayaran klaim dan laporan keuangan, tidak ada cara yang lain," kata Hary.
Ia menegaskan bersama direksi Jiwasraya lainnya hanya memiliki iktikad untuk menyehatkan Jiwasraya, tidak ada agenda lain.
"Sangat tidak mudah menjaga laporan keuangan untuk tetap 'solvent' meski sempat dilakukan revaluasi aset pada 2013 karena terpaksa karena tidak ada piihan lain untuk mendadak Rp6,7 triliun harus masuk di buku. Apakah hal tersebut dikatakan semu? Betul, tetapi tidak ada pilihan lain, jika tidak Jiwasraya akan kembali bangkrut pada 2013," kata Hary menjelaskan.
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan dana dan penggunaan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Hary menyebut maksud semu itu yakni kenaikan aset properti disandingkan dengan kewajiban masa lalu yang mencapai bunga di atas 16 persen tidak akan pernah terpenuhi karena imbal hasil properti hanya 0,6 persen per tahun.
ADVERTISEMENT
"Apa yang diperlukan? Direksi kembali tertimpa tangga dan kondisi ini diketahui oleh Kementerian BUMN sebagai pemegang saham, diperlukan diskresi direksi atas hal ini, diperlukan 'business judgement' untuk menjaga 'going concern' Jiwasraya," papar Hary.
Dalam kasus ini, Hary bersama 2 eks pejabat tinggi Jiwasraya dinilai terbukti korupsi pengelolaan dana dan penggunaan dana investasi Jiwasraya sehingga mengakibatkan kerugian negara senilai Rp 16,8 triliun.
Selain Hary, mantan Dirut Jiwasraya, Hendrisman Rahim, juga dituntut penjara selama 20 tahun. Sementara mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya, Syahmirwan, dituntut 18 tahun penjara.
Usai mendengarkan pembelaan terdakwa, majelis hakim akan mengagendakan sidang vonis pada 5 Oktober.