Eks Panglima NII: Belum Ada Regulasi Jelas untuk Menindak Paham Radikal

20 Juni 2022 17:26 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pendiri NII Crisis Center, Ken Setiawan. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pendiri NII Crisis Center, Ken Setiawan. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Eks Panglima Negara Islam Indonesia (NII) sekaligus pendiri NII Crisis Center, Ken Setiawan, mengungkapkan mengapa hingga saat ini masih marak bertebaran pemikiran ekstremis dan ideologi selain Pancasila di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, hal ini karena belum ada aturan hukum yang bisa menindak pemikiran yang bertentangan dengan dasar negara.
Hal ini disampaikan Ken dalam acara yang digelar BNPT bertajuk 'Fenomena Ideologi Kontemporer di Indonesia' di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Senin (20/6).
Ken menuturkan, dirinya mendapat laporan dari masyarakat terkait salah satu anggota keluarganya terpapar paham radikalisme.
"Ini juga menjadi tantangan kami untuk menjelaskan kepada masyarakat karena memang saat ini belum ada regulasi yang bisa menindak sebuah paham atau pemikiran," kata Ken.
Ken menjelaskan, masalah ini menjadi dilema terkait anggapan masyarakat tidak adanya tindakan tegas kepada paham radikalisme. Padahal, memang belum ada aturan terkait hal itu.
"Makanya kami juga berharap kepada negara agar hadir juga. Karena ketika bicara tentang tujuan nasional bangsa Indonesia itu akan terwujud kalau ketahanan nasional itu yang meliputi Ipoleskbud, Hankam, yang kuat dan tangguh terutama di aspek ideologi dan politik yang saat ini jelas terancam," jelas dia.
BNPT gelar jumpa pers Fenomena Ideologi Kontemporer di Indonesia di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Senin (20/6/2022). Foto: Jonathan Devin/kumparan
Lebih jauh, Ken berharap selain adanya regulasi yang jelas. Diperlukan sertifikasi bagi para penceramah. Sebab seringkali narasi agama yang dibawakan para penceramah menyebarkan ujaran kebencian.
ADVERTISEMENT
"Kadang kita berpikir ke tempat ibadah pengin tenang karena di rumah, di tempat pekerjaan sudah punya masalah, tapi ke tempat ibadah justru mendapatkan ujaran-ujaran 'jangan ikuti, tokoh, ulama, kiai, ustad, yang mendukung pemerintah, ikuti lah tokoh, kiai, ulama yang dibenci oleh pemerintah'. Lah ini kan sebenarnya tidak boleh, tapi ini fakta," tutup dia.