Eks Pegawai KPK Soroti IPK Anjlok, Singgung Revisi UU KPK hingga Dinasti Politik

1 Februari 2023 10:31 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dies natalis pertama IM57+ dan peluncuran buku atu catatan eks pegawai KPK, Perlawanan Seharian, di TIM, Jakarta Pusat, Jumat (30/9).  Foto: Hedi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Dies natalis pertama IM57+ dan peluncuran buku atu catatan eks pegawai KPK, Perlawanan Seharian, di TIM, Jakarta Pusat, Jumat (30/9). Foto: Hedi/kumparan
ADVERTISEMENT
Wadah organisasi para eks pegawai KPK, IM57+ Institute, bicara soal Indeks Persepsi Korupsi (IPK) RI 2022 yang berada di angka 34 poin. Turun 4 poin dari tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Ketua IM57+ Institute, M Praswad Nugraha, mengatakan IPK merupakan cerminan dari kinerja pemberantasan korupsi oleh Presiden Jokowi.
Praswad menyinggung soal pernyataan Jokowi terkait 'kerja, kerja dan kerja' dalam kampanye saat menjadi calon presiden 2019 lalu. Praswad menyindir soal kampanye tersebut.
"Ironisnya 'kerja' tersebut dikongkritkan Presiden Joko Widodo secara nyata melalui kerja pelemahan pemberantasan korupsi," kata Praswad dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (1/2).
Dalam penilaian skor IPK ini, TII mengambil data dari 13 sumber data, tidak langsung melakukan survei sendiri. Interval pengambilan data satu hingga dua tahun terakhir sampai dengan Oktober 2022.
Untuk indonesia, dari 13 sumber survei tersebut, terdapat 8 sumber yang digunakan sebagai acuan dalam penghitungan komposit survei IPK. Beberapa indikator tersebut mengalami penurunan dari tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Mulai dari turunnya komponen PRS International Country Risk Guide, PERC Asia, dan sub-komponen lain secara signifikan yang mencerminkan terpuruknya performa kinerja pemberantasan korupsi hampir di semua aspek.
"Termasuk competitiveness yang selalu digadang-gadang dalam sektor investasi," kata dia.
Indikator Skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia Tahun 2021-2022. Foto: Dok. Transparency International Indonesia
"Alih-alih melakukan berbagai upaya penguatan, Joko Widodo tidak ada hentinya mengeluarkan paket kebijakan yang secara vulgar memukul mundur kinerja pemberantasan korupsi," sambungnya.
Beberapa kasus yang disorot yakni soal pemberlakuan revisi UU KPK, tidak terungkapnya pelaku intelektual penyerangan Novel Baswedan, serta pemberhentian pegawai KPK melalui TWK dengan melanggar HAM dan malaadministrasi.
Terlebih, kata mantan penyidik KPK itu, disusul dengan semakin menurunnya kualitas kasus yang ditangani KPK adalah contoh nyata proses pelemahan tersebut.
"Diperburuk lagi, tontonan drama klasik dinasti politik semakin membabi buta telah bisa dilihat oleh publik secara kasat mata tanpa malu-malu lagi," kata Praswad.
Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi putranya Gibran Rakabuming (kanan) menyalami warga di depan Istana Negara, Jakarta, Minggu (20/10). Foto: ANTARA FOTO/Rachman
Kemudian, Jokowi dinilai tidak menepati janji kampanye untuk memperkuat KPK dalam pemberantasan korupsi yang berkontribusi secara signifikan dalam penurunan skor IPK terburuk sejak reformasi. Bahkan, kata Praswad, Jokowi pernah menyampaikan akan menambah 1.000 penyidik untuk memperkuat KPK.
ADVERTISEMENT
"Akan tetapi, alih-alih memperkuat, pelemahan terhadap sendi-sendi anti korupsi terus dilakukan, termasuk malah mengurangi jumlah pegawai KPK melalui pemecatan. Hasilnya, saat ini janji penguatan hanya sekadar menjadi basa basi belaka," kata Praswad.
Lalu, narasi yang dibangun Jokowi melakukan revisi UU KPK dengan dalih memperkuat pemberantasan korupsi ternyata hanya sekadar halusinasi belaka untuk menutupi kepentingan lainnya.
"Pascarevisi, ternyata kondisi pemberantasan korupsi tindak kunjung membaik. Artinya, hasil IPK yang membuat Indonesia bahkan berada di bawah negara yang belajar di Indonesia menjadi bukti penguat bahwa revisi UU KPK untuk memperkuat KPK hanya merupakan halusinasi belaka. Dan hari ini faktanya pemberantasan korupsi kita melemah dan terpuruk pada titik terendah," ungkapnya.
Praswad mengatakan, apabila kondisi ini didiamkan maka akan adanya dampak yang signifikan pada sektor lainnya. Hal tersebut mengingat antikorupsi adalah enabling factor (faktor yang memungkinkan) bagi perlindungan HAM, sehatnya ekonomi, perlindungan lingkungan dan keberlanjutan.
ADVERTISEMENT
"Rakyat harus menyadari bahwa narasi-narasi keberpihakan pada sikap anti korupsi tidak lebih dari kata-kata omong kosong tanpa makna. Semakin hari, semakin banyak bukti nyata bahwa rezim pemerintahan ini terus memukul mundur demokrasi dan pemberantasan korupsi," pungkasnya.
IPK RI tahun 2022 angkanya yakni 34 poin. Turun 4 poin dari 2021. IPK ini digunakan untuk mengukur persepsi korupsi oleh masyarakat. Indonesia menempati posisi 110 dari 180 negara di dunia.