Eks PM Inggris, Boris Johnson, Mundur dari Parlemen

10 Juni 2023 15:39 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menyampaikan pidato pada hari terakhirnya menjabat, di luar Downing Street, di London Inggris, Selasa (6/9/2022).  Foto: Hannah McKay/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menyampaikan pidato pada hari terakhirnya menjabat, di luar Downing Street, di London Inggris, Selasa (6/9/2022). Foto: Hannah McKay/REUTERS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Eks Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengundurkan diri secara tiba-tiba sebagai anggota parlemen House of Commons pada Jumat (9/6).
ADVERTISEMENT
Langkah itu dilakukan sebagai bentuk protes atas inisiatif parlemen yang menyelidiki perilakunya atas skandal-skandal melibatkan dirinya dahulu.
Pengunduran diri Johnson pun menggoyahkan kembali persatuan yang rapuh di antara sesama anggota Partai Konservatif yang berkuasa, menjelang pemilu pada 2024 mendatang.
Dikutip dari Reuters, perilaku pria berusia 58 tahun itu telah diselidiki oleh Komite Investigasi di parlemen atas dasar skandal terkait skandal pesta yang melanggar karantina wilayah di Downing Street 10th selama pandemi COVID-19 2020—2021.
Mereka sedang menyelidiki, apakah Johnson mengelabui parlemen perihal kasus kontroversial yang dijuluki ‘Partygate’ tersebut.
Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson saat menyampaikan pengunduran diri dari jabatannya di kediaman resmi, 10 Downing Street, London, Inggris, Jumat (8/7/2022). Foto: Justin Tallis/AFP
Penyelidikan terhadap Johnson dipimpin oleh seorang anggota parlemen senior dari pihak oposisi, Partai Buruh. Namun, mayoritas anggota parlemen di komite adalah terdiri dari Partai Konservatif (Tory).
ADVERTISEMENT
Komite Investigasi mengatakan, pihaknya akan bertemu pada Senin (12/6) untuk menyimpulkan hasil penyelidikan mereka dan mempublikasikan laporannya. Seorang juru bicara komite itu pun berkomentar soal keputusan Johnson.
Menurutnya, Johnson telah mencemarkan integritas parlemen dengan pernyataan pengunduran dirinya tersebut.
Sehingga Komite Hak Istimewa parlemen — badan penegak disiplin utama bagi para anggota parlemen, memiliki wewenang untuk mengusulkan agar Johnson ditangguhkan dari parlemen atas pelanggaran yang dia lakukan.
Boris Johnson meninggalkan Downing Street, pada hari terakhirnya menjabat sebagai perdana menteri Inggris, disaksikan oleh istrinya Carrie, di London, Inggris, Selasa (6/9/2022). Foto: Kevin Coombs/REUTERS
Setelah Johnson menerima surat dari komite tersebut, dia menuding anggota parlemen yang ikut menyelidikinya bertindak seperti ‘pengadilan kangguru (kangaroo court)’.
Dia mengacu pada istilah bahwa prosedur pengadilan yang tidak memiliki bukti, tidak bertanggung jawab dan tidak sah.
Sebelum ditangguhkan keanggotaannya dari parlemen, Johnson bertekad untuk mengundurkan diri dan mengakhiri karier politiknya, seraya menuding komite tersebut telah melakukan serangan politik.
ADVERTISEMENT
“Saya dipaksa keluar oleh segelintir orang, tanpa bukti untuk mendukung pernyataan mereka. Pelengseran saya adalah langkah pertama yang diperlukan, dan saya yakin ada upaya bersama untuk mewujudkannya,” ujar Johnson.

Serangan terhadap Sunak

Johnson juga menggunakan pernyataan pengunduran dirinya untuk menyampaikan serangan terhadap Perdana Menteri Rishi Sunak — yang sebagian menurut dia bertanggung jawab usai melengserkan Johnson dari jabatannya pada 2018.
Kedua pemimpin tersebut sempat berada dalam satu kabinet dan bekerja sama dengan erat selama pandemi. Namun mereka berseteru sejak Sunak mengundurkan diri sebagai Menteri Keuangan sebagai bentuk protes atas kepemimpinan Johnson yang dinilai berantakan.
Perdana Menteri Inggris yang baru Rishi Sunak menyampaikan pidato di luar Jalan Downing Nomor 10, di London, Inggris, Selasa (25/10/2022). Foto: Hannah McKay/REUTERS
“Ketika saya meninggalkan jabatan tahun lalu, pemerintah hanya tertinggal beberapa poin di belakang dalam jajak pendapat. Kesenjangan itu sekarang telah melebar secara besar-besaran,” sambung Johnson.
ADVERTISEMENT
“Partai kami perlu segera merebut kembali momentum dan keyakinannya akan apa yang dapat dilakukan negara ini,” pungkasnya.
Semasa pemerintahannya pada 2016 hingga 2018, Johnson berjanji untuk menyelesaikan isu yang timbul sejak Inggris keluar dari Uni Eropa atau dikenal luas sebagai Brexit. Dia pun berkomitmen menyelamatkan Tory dari perpecahan yang terjadi setelah referendum 2016.
Johnson mengabaikan kritik dari beberapa sesama anggota Tory yang mengatakan bahwa sifat narsistiknya, kegagalannya untuk menanggulangi hal-hal detail, dan reputasinya dalam hal mengelabui parlemen membuat Johnson tidak cocok untuk tetap menjadi pemimpin.
Perdana Menteri Inggris sekaligus pemimpin partai Konservatif Boris Johnson berpose dengan tanda "Get Brexit Done" di South Benfleet, Inggris (11/12/2019). Foto: Ben Stansall/Pool via REUTERS
Menurut Johnson, segala kritik terhadapnya dan keputusan parlemen untuk menyelidikinya adalah sebuah ‘perburuan penyihir’ yang bertujuan untuk menyudutkannya saja.
“Saya tidak sendirian dalam berpikir bahwa perburuan penyihir sedang berlangsung untuk membalas dendam atas Brexit dan pada akhirnya untuk membalikkan hasil referendum 2016,” tegas Johnson.
ADVERTISEMENT
Meski menurut polling terbaru Johnson sudah tidak lagi populer di kalangan masyarakat luas, tapi dia mengisyaratkan kemungkinan dirinya untuk kembali ke dunia politik. Johnson menyatakan, dia hanya akan meninggalkan parlemen ‘untuk sementara waktu’.
Namun, menurut pengamat keputusan Johnson untuk mengundurkan diri ini kemungkinan akan menjadi akhir dari karier politiknya selama 22 tahun.
Mulai dari ketika dia meniti karier sebagai sekadar anggota parlemen menjadi Wali Kota London, lalu membangun reputasi yang membuat hasil referendum Uni Eropa 2016 menjadi tidak seimbang dan alhasil mendukung Brexit.