Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.0
Eks Wakil Ketua LPSK: Sulit Berharap Kejaksaan Lepas dari Pengaruh Politik
23 Januari 2025 13:04 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Mantan Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu menyoroti masalah independensi kejaksaan di Indonesia. Menurutnya, independensi itu adalah masalah utama dari Undang-Undang nomor 11 tahun 2021 tentang Kejaksaan.
ADVERTISEMENT
“Yang paling saya soroti dari problem kejaksaan kita, menurut saya kita agak sulit, atau sulit berharap kejaksaan itu lepas dari pengaruh politik. Sulit berharap profesionalisme, integritas sepanjang kejaksaan itu tidak dibangun sebagai lembaga penegakan hukum yang independen,” ujar Edwin dalam acara dialog publik dengan tema ‘Undang-Undang Kejaksaan: Antara Kewenangan dan Keadilan Masyarakat” yang digelar Forum Kajian Demokrasi Kita (FOKAD) di Hotel Horison, Rasuna, Jakarta Selatan pada Kamis (23/11).
Edwin menilai, syarat sebuah lembaga untuk independen tidak terpenuhi di dalam Undang-Undang tersebut.
“Satu, dia diangkat oleh presiden, diberhentikan oleh presiden, kemudian masa jabatannya mengikuti masa jabatan presiden. Dia bagian dari kabinet, dia bagian dari eksekutif,” tuturnya.
“Bagaimana kita bisa berharap jaksa independen?” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Maka, ia menyarankan adanya proses seleksi untuk Jaksa Agung. Menurutnya, bisa disamakan dengan proses pemilihan pimpinan KPK.
“Harusnya kalo jaksa mau independen, harusnya ada proses seleksinya. itu sama dengan proses seleksi pimpinan KPK. Ada pansel yang dibentuk, pansel itu terdiri dari misalnya, 2 unsur pemerintah, 3 unsur masyarakat,” tuturnya.
“Kemudian itu yang diajukan pansel kepada DPR, misalnya tiga orang calon Jaksa Agung. Kemudian ke DPR, DPR yang memilih, presiden hanya menetapkan,” sambungnya.
Soal independensi ini pun disetujui oleh pakar hukum tata negara dari UGM, Zainal Arifin Mochtar. Pria yang akrab disapa Uceng ini menilai independensi perlu menjadi fokus bila UU Kejaksaan akan direvisi.
“Kalau undang-undang ini mau diperbaiki, maka penerjemahan soal independensi atau prinsip pelaksanaan secara merdeka itu yang harus dipikirkan,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
“Ini menjadi menarik nih. Kenapa? Karena sebenarnya kita semua tahu bahwa implementasi kejaksaan itu memang tidak sepenuhnya independen. Dia diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Nah, proses ini yang menurut saya butuh untuk di independensasi,” tambahnya.
Masalah Kejaksaan Lainnya
Selain independensi, ada beberapa hal yang juga disorot oleh Edwin, salah satunya adalah izin penggunaan senjata api oleh Jaksa.
“Tugas utama dari kejaksaan itu penuntutan. Bukan ke lapangan. Emang jaksa mau nangkep rampok? Mau nangkep begal? Jaksa mau bubarin tawuran? Kan nggak,” tuturnya.
“Ke lapangan kan urusan polisi. Jadi di hal seperti itu, bahwa keperluan atau kebutuhan jaksa mendapatkan senjata api sudah lah gak perlu. Selain juga menghabiskan anggaran negara. Nanti juga soal pengadaan jadi masalah,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Pembicara lainnya dalam diskusi ini, Abdul Ficar Hadjar yang merupakan ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti, menyoroti soal denda damai yang bisa dilakukan oleh Kejaksaan.
Katanya, denda damai ini memang bisa saja menjadi opsi bila ada pelanggaran ekonomi. Namun, menurutnya, kadang disalahgunakan menjadi denda untuk keuntungan pribadi, bukan untuk Negara.
“Saya gak bisa sebut statistiknya. Ya adalah beberapa kasus gitu tapi ini saya menjamin bukan fitnah. Ada kasusnya gitu lho. Beberapa kasusnya yang terjadi seperti itu,” ucapnya.
“Dan saya kira mungkin juga teman-teman masyarakat itu banyak juga mengalami itu. Dan saya kira di mana ada kekuasaan di situ, ada potensi penyelewengannya sebenarnya. Penggunaan kekuasaan secara tidak benar. Baik itu kekuasaan menyidik, kekuasaan menuntut, atau bahkan kekuasaan memutus,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Maka, ia menilai perlu ada lembaga khusus yang mengawasi kinerja kejaksaan agar tidak terjadi penyelewengan.
“Kesadaran bahwa penegak hukum itu juga manusia, maka lembaga-lembaga pengawasan itu secara sistemik menjadi penting,” ucapnya.