Erdogan Sebut AS dan Inggris Ingin Ubah Laut Merah Jadi 'Lautan Darah'

14 Januari 2024 11:44 WIB
·
waktu baca 2 menit
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyampaikan pernyataan, di Budapest, Hongaria. Foto: Bernadett Szabo/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyampaikan pernyataan, di Budapest, Hongaria. Foto: Bernadett Szabo/REUTERS
ADVERTISEMENT
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan Amerika Serikat dan Inggris telah menggunakan kekuatan yang tidak proporsional dalam serangan mereka ke Yaman.
ADVERTISEMENT
Adapun AS dan Inggris yang didukung sejumlah negara lainnya telah meluncurkan serangan ke dalam wilayah Yaman sejak Kamis (11/1), untuk menumpas kelompok militan pro-Palestina dan Iran, Houthi.
Dikutip dari Anadolu Agency, Erdogan berpendapat serangan yang diluncurkan AS dan Inggris tersebut menggunakan kekuatan tidak proporsional. Hal serupa, kata Erdogan, juga dilakukan Israel dalam agresinya di Jalur Gaza.
Berbicara kepada wartawan setelah melaksanakan salat Jumat di Kota Istanbul pada Jumat (12/1), Erdogan juga memuji upaya pertahanan yang diterapkan Houthi dalam menangkis serangan-serangan AS dan Inggris di sejumlah wilayah Yaman itu.
Pesawat Typhoon RAF lepas landas untuk bergabung dengan koalisi pimpinan AS dari RAF Akrotiri untuk melakukan serangan udara terhadap sasaran militer di Yaman. Foto: US Central Command via X/Reuters
"Kami menerima informasi dari berbagai sumber bahwa Houthi telah melakukan pertahanan yang sangat sukses, memberikan tanggapan yang sukses terhadap AS dan Inggris," ujar Erdogan.
ADVERTISEMENT
Berkat dukungan negara sekutu Barat termasuk Australia, Bahrain, Kanada, dan Belanda — AS dan Inggris telah meluncurkan serangan ke target-target Houthi di sejumlah wilayah Yaman. Ibu Kota Saana dilaporkan turut digempur.
Eskalasi konflik di Yaman adalah respons atas peningkatan serangan yang diluncurkan militan Houthi terhadap kapal-kapal terafiliasi Israel di Laut Merah sejak 7 Oktober 2023.
Pesawat Typhoon RAF lepas landas untuk bergabung dengan koalisi pimpinan AS dari RAF Akrotiri untuk melakukan serangan udara terhadap sasaran militer di Yaman. Foto: US Central Command via X/Reuters
Washington mencatat serangan terbesar dan paling signifikan Houthi terjadi pada Selasa (9/1). Menurut Presiden AS Joe Biden, serangan itu secara langsung menargetkan kapal-kapal milik AS yang melintas di perairan internasional Laut Merah.
"Pada tanggal 9 Januari, Houthi melancarkan serangan terbesar mereka hingga saat ini-yang secara langsung menargetkan kapal-kapal Amerika," kata Biden, seperti dikutip dari siaran pers yang dirilis Gedung Putih.
ADVERTISEMENT
"Serangan-serangan ini telah membahayakan personel AS, pelaut sipil, dan mitra kami, membahayakan perdagangan, dan mengancam kebebasan bernavigasi," sambung dia.
Pukulan terakhir bagi Barat tampaknya datang pada kemarin pagi, ketika militer AS melaporkan Houthi telah menembakkan rudal balistik anti-kapal ke jalur pelayaran internasional di Teluk Aden.
Pesawat RAF Typhoon setelah kembalinya pesawat tersebut menyerang sasaran militer di Yaman. Foto: Sersan Lee Goddard/UK MOD/via REUTERS
"Ini merupakan serangan ke-27 terhadap pelayaran internasional di Laut Merah sejak 19 November," kata militer AS.
Atas dasar itulah, Biden kemudian mengerahkan jet-jet tempur dan rudal Tomahawk ke sejumlah wilayah di dalam Yaman yang dikuasai Houthi.
Kementerian Luar Negeri RI mengkonfirmasi sejauh ini ada 47 WNI yang berada di wilayah-wilayah sasaran AS dan Inggris di Yaman — mereka dalam kondisi baik dan diimbau pindah sementara ke bagian selatan negara berkonflik itu.
ADVERTISEMENT