ESDM: Freeport Masih Negosiasi Tarif Bea Keluar Ekspor Konsentrat

25 April 2017 21:24 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Aparat berjaga di lingkungan PT Freeport (Foto: Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Aparat berjaga di lingkungan PT Freeport (Foto: Reuters)
PT Freeport Indonesia sudah mengantongi Surat Persetujuan Ekspor konsentrat dari Kementerian Perdagangan. Perusahaan tambang yang berbasis di Arizona, Amerika Serikat, tersebut mendapat persetujuan ekspor setelah diberikan Izin Usaha Pertambang Khusus (IUPK) dari Kementerian ESDM yang berlaku sampai Oktober 2017.
ADVERTISEMENT
Namun, Freeport kabarnya masih tak mau menggunakan izin ekspor karena tarif Bea Keluar yang ditetapkan pemerintah terlalu tinggi dengan menyesuaikan perkembangan pembangunan pabrik pemurnian atau smelter. Hingga saat ini, pembangunan smelter Freeport di Gresik, Jawa Timur, baru mencapai 14 persen.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, tarif bea keluar bagi perusahaan yang pembangunan smelter di bawah 30 persen, dikenakan tarif bea keluar 7,5 persen. Sedangkan Freeport menginginkan tarif bea keluar hanya 5 persen. Padahal tarif 5 persen diberikan jika perusahaan sudah membangun smelter 30 hingga 50 persen.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Bambang Gatot Ariyono, mengakui soal negosiasi tarif bea keluar tersebut. Menurut dia, tarif bea keluar yang dinginkan Freeport sebesar 5 persen masih dibicarakan.
ADVERTISEMENT
"Masih dibicarakan, tapi pada prinsipnya sudah bisa ekspor. Dia (Freeport) juga sudah minta ya," kata Bambang di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (25/4).
Menurut Bambang, pemerintah menyerahkan kepada Freeport apakah menerima bea keluar yang ditetapkan di IUPK ini, dan tidak kembali ke Kontrak Karya (KK). "Ya itu tergantung Freeport. Soal divestasi juga, ya belum, itu kan termasuk yang dibahas jangka panjang," tuturnya.
Kementerian ESDM sebelumnya mengumumkan PT Freeport Indonesia sudah setuju mengubah Kontrak Karya menjadi IUPK. Dengan demikian, Freeport bisa melakukan ekspor konsentrat terhitung sejak 10 Februari dan berakhir pada 10 Oktober 2017.
Namun, perubahan itu tidak menggugurkan rezim Kontrak Karya yang dimiliki Freeport sejak 1991 dan akan berakhir pada 2021. Dalam pasal 19 ayat 5 Permen yang baru, disebutkan bahwa KK tetap berlaku meski perusahaan tambang sudah mengantongi IUPK.
ADVERTISEMENT
Selain itu, dalam pasal 19 ayat 17, perusahaan tambang diberikan keleluasan untuk kembali ke KK jika merasa tak puas dengan IUPK. Padahal, dalam Permen ESDM 05/2017, perusahaan tambang pemegang KK yang sudah mengubah status kontraknya menjadi IUPK Operasi Produksi, maka secara otomatis KK gugur.