Febri Diansyah: Sejak Awal Saya Tak Percaya Ketua KPK soal Hukuman Mati Juliari

29 Juli 2021 9:52 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
22
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua KPK Firli Bahuri menggelar konferensi pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) tindak pidana korupsi pada program bantuan sosial di Kementerian Sosial untuk penanganan COVID-19 di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12). Foto: Humas KPK
zoom-in-whitePerbesar
Ketua KPK Firli Bahuri menggelar konferensi pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) tindak pidana korupsi pada program bantuan sosial di Kementerian Sosial untuk penanganan COVID-19 di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12). Foto: Humas KPK
ADVERTISEMENT
Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara dituntut 11 tahun penjara. Politikus PDIP itu diyakini terbukti menerima suap fee bansos hingga puluhan miliar rupiah.
ADVERTISEMENT
Namun, tuntutan 11 tahun itu dinilai masih mengecewakan. Sebab, perbuatan Juliari Batubara dinilai layak dihukum lebih berat.
"Tuntutan KPK pada terdakwa korupsi Bansos COVID-19 yang hanya 11 tahun sangat mengecewakan," kata mantan juru bicara KPK Febri Diansyah dikutip dari akun Twitter pribadinya, Kamis (29/7). Ia sudah mengizinkan cuitannya dikutip.
Eks Juru Bicara KPK, Febri Diansyah. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Jaksa KPK meyakini Juliari Batubara terbukti menerima suap berdasarkan Pasal 12 huruf b UU Tipikor. Ancaman maksimal dalam pasal itu ialah penjara seumur hidup atau 20 tahun penjara, sementara minimalnya ialah 4 tahun penjara.
"Ada jarak yang cukup jauh dari ancaman hukuman maksimal 20 tahun atau seumur hidup. Dan yang paling penting, dalam kondisi pandemi ini, Tuntutan tersebut gagal menimbang rasa keadilan korban bansos COVID-19," ujar Febri.
ADVERTISEMENT
Pada saat pertama kasus ini mengemuka, sempat muncul wacana soal kemungkinan penerapan ancaman tuntutan pidana mati oleh KPK. Hal itu juga sempat disinggung Ketua KPK Firli Bahuri.
Pada saat itu, Firli menyebut bahwa pihaknya akan mengkaji kemungkinan penerapan Pasal 2 UU Tipikor dalam kasus ini. Ancaman pidana mati memang hanya termuat dalam pasal tersebut.
Namun kini belum ada perkembangan lagi dari KPK mengenai hal itu. Bahkan Febri pun mempertanyakan langkah KPK dalam kasus ini.
"Sejak awal, saya tidak percaya pernyataan Ketua KPK tentang hukuman mati pelaku korupsi pada pandemi COVID-19 ini," kata Febri.
"Selain itu, penanganan kasus Bansos ini sangat kontroversial. Bagaimana dengan peran sejumlah politikus partai? Dan, bagaimana nasib Penyidik kasus ini yang disingkirkan menggunakan TWK?" sambung Febri.
Juliari P. Batubara tiba di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (22/10/2019). Foto: Kevin S. Kurnianto/kumparan
Dalam kasus ini, jaksa KPK meyakini Juliari Batubara terbukti menerima suap melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso. Mereka dinilai terbukti menerima fee dari para vendor bansos.
ADVERTISEMENT
Yakni sebesar Rp 1,280 miliar dari Harry van Sidabukke, sebesar Rp 1,950 miliar dari Ardian Iskandar Maddanatja, serta sebesar Rp 29, 252 miliar dari sejumlah vendor bansos lainnya. Total dari suap itu sebesar Rp 32.482.000.000.
Meski suap diterima melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso, tapi jaksa meyakini hal itu berdasarkan perintah dari Juliari Batubara.
Suap diyakini sebagai fee Juliari Batubara dan anak buahnya karena menunjuk para vendor sebagai penyedia bansos sembako untuk penanganan pandemi COVID-19. Padahal, sejumlah vendor dinilai tidak layak menjadi penyedia bansos.
Atas pertimbangan itu, jaksa menuntut Juliari Batubara dengan pidana 11 tahun penjara serta denda Rp 500 juta.
Juliari Batubara dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
ADVERTISEMENT