FIR Tak Terkait Kedaulatan Negara, Timor Leste dan Christmas Island Dikelola RI

28 Januari 2022 11:10 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Komisioner Ombudsman Alvin Lie Foto: Ainul Qalbi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Komisioner Ombudsman Alvin Lie Foto: Ainul Qalbi/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pelayanan Udara atau Flight Information Region (FIR) yang dikelola oleh Indonesia, yaitu FIR Jakarta dan FIR Ujung Pandang (Makassar), ternyata juga mencakup dua ruang udara negara lain.
ADVERTISEMENT
FIR adalah suatu sistem untuk mengatur dan memberikan izin perjalanan lalu lintas udara, baik itu izin mendarat atau terbang.
Kalau tidak ada izin, maka pesawat tidak bisa melewati ruang udara tersebut. Pesawat-pesawat yang menjadi subjek mulai dari pesawat sipil, charter, maupun militer. Di Indonesia, AirNav adalah lembaga yang melayani navigasi udara tersebut.
Pengamat penerbangan Alvin Lie mengatakan, FIR di Indonesia mencakup wilayah udara Timor Leste dan Christmas Island, sebuah pulau milik Australia yang berlokasi di selatan Pulau Jawa.
Wilayah udara Timor Leste dikendalikan oleh FIR Ujung Pandang/Makassar (Indonesian East), sementara Christmas Island dikelola oleh FIR Jakarta (Indonesian West). Mengapa Indonesia mengelola wilayah udara milik negara lain?
“Kalau Christmas Island itu, kan, wilayahnya Australia, tapi lokasi terlalu jauh dari daratan utama Australia. Jadi, kalau Australia mau mengelola navigasinya di sana [secara langsung], investasinya sangat tinggi, jadi lebih efisien dikelola Indonesia,” jelas Alvin ketika dihubungi kumparan, Kamis (27/1).
ADVERTISEMENT
Christmas Island berlokasi 1.500 km dari barat daratan utama Australia. Sementara, Christmas Island ke Pulau Jawa berjarak sekitar 400 km.
Sedangkan Timor Leste, memang sudah dikelola oleh FIR Ujung Pandang sejak mereka masih menjadi wilayah Indonesia.
Tower Tempat Petugas Air Traffic Controller Bekerja Foto: Flickr / panache2620
“Timor Leste itu sejak dulu, sejak masih zaman Indonesia pun sudah dikelola [oleh Indonesia]. Tapi ketika mereka merdeka, yang [penerbangan] di bawah 25.000 kaki itu dikelola mereka,” papar mantan anggota DPR ini.
Jadi, ketika ada pesawat yang keluar masuk Timor Leste di ketinggian di bawah 25.000 kaki dikelola langsung oleh penyedia layanan navigasi mereka. Namun, penerbangan di atas 25.000 kaki ruang udara Timor Leste dikelola oleh Indonesia.
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya, ketika ruang udara suatu negara dikelola oleh FIR negara lain, bukan berarti ruang udara itu dikuasai oleh negara pengelola FIR.
“Nah, kembali lagi, FIR ini, sekali lagi, bukan penguasaan ruang udara. Ini tidak ada kaitannya dengan kedaulatan. Ini adalah kesepakatan negara di bawah naungan ICAO (Organisasi Penerbangan Sipil Internasional)
, tujuannya untuk efisiensi dan safety dalam penyelenggaraan navigasi dan informasi penerbangan,” papar eks komisioner Ombudsman ini.
Bandara Oecusse di Timor Leste yang dibangun PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Foto: Dok. WIKA
Operator FIR pun memegang tanggung jawab sendiri. Yaitu, menjadi penyedia informasi pertama ketika terjadi kecelakaan pesawat di ruang udara FIR tersebut.
Ketika terjadi kecelakaan, penyelenggaraan FIR adalah pihak pertama yang bertanggung jawab memberikan semua informasi untuk kepentingan SAR, memobilisasi SAR juga,” tutup Alvin.
ADVERTISEMENT
Polemik soal FIR ini mencuat setelah perjanjian penyesuaian pelayanan udara FIR antara Indonesia dan Singapura ditandatangani pada Selasa (25/1/2022) di Bintan.
Dalam perjanjian, disebutkan ruang udara Kepulauan Riau dan Natuna kini dikelola oleh FIR Jakarta, bukan lagi oleh FIR Singapura. Tetapi, Indonesia tetap memberikan kendali di area terbatas kepada Singapura pada ketinggian 0-37.000 kaki.
Denah FIR sesudah perjanjian penyesuaian antara RI & Singapura Foto: AirNav Indonesia
AirNAV Indonesia pada Kamis (27/1) memastikan, area yang diberikan kendali tidak mencakup Natuna dan Kepulauan Riau, melainkan hanya sekitar Bandara Changi.

Pendelegasian Selama 25 Tahun dan Bisa Diperpanjang

Menurut siaran pers Kemenko Marves, penyerahan atau pendelegasian 1/3 atau 29 persen ruang udara Indonesia kepada Singapura tersebut dilakukan selama 25 tahun dan bisa diperpanjang. Pendapatan yang didapat dari jasa pelayanan udara ini diberikan sepenuhnya kepada Indonesia.
ADVERTISEMENT
Menurut pemerintah, perjanjian FIR terbaru meneguhkan pengakuan internasional atas status Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki kedaulatan penuh ruang udara di atas wilayahnya, sesuai Konvensi Chicago 1944 dan Konvensi PBB tentang hukum laut (UNCLOS) 1982.