Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) mengkritisi 247 RUU Prolegnas dan 50 RUU prolegnas prioritas yang telah disepakati DPR bersama pemerintah. Peneliti Formappi Lucius Karus menuturkan DPR tidak konsisten dengan keinginan fokus pada kualitas daripada kuantitas.
ADVERTISEMENT
"Jumlah ini tidak menunjukkan DPR konsisten dengan hasil evaluasi yang mereka lakukan terhadap kinerja legislasi DPR periode sebelumnya. Rekomendasi yang dibuat Baleg salah satunya menginginkan prolegnas 2020-2024 dibikin dalam jumlah yang sederhana, tapi fokus pada kualitas," kata Lucius di Kantor Formappi, Jalan Matraman, Jakarta Timur, Kamis (19/12).
Lucius menuturkan, dalam memutuskan RUU prolegnas, DPR seolah hanya menampung sejumlah masukan yang ada tanpa memperhatikan pentingnya RUU tersebut. Sehingga, ia menganggap prolegnas seperti keranjang sampah untuk menampung seluruh masukan.
"Prolegnas ini sebagai keranjang sampah, semua usulan ditampung sehingga tidak ada yang marah. Ini masih karakter DPR sebelumnya yang kemudian menjadikan prolegnas itu hanya sebagai tempat untuk menampung usulan tanpa pernah bisa dijelaskan urgensi RUU yang masuk dalam prolegnas untuk kepentingan bangsa," tutur Lucius.
ADVERTISEMENT
Dalam satu periode tentu tidak mungkin bisa menyelesaikan 247 RUU atau 50 RUU setahun. Mestinya realistis saja ditetapkan yang bisa dicapai. Sebagai gambaran, DPR periode lalu menargetkan 189 RUU. Namun yang dapat diselesaikan pembahasannya sebanyak 90 RUU.
"Prolegnas hanya tumpukan atau daftar RUU usulan yang kemudian dipajang dalam prolegnas, syukur-syukur kalau nanti bisa dibahas. Tapi kalau tidak juga syukur, DPR bisa dapatkan anggaran karena sudah masuk dalam prolegnas," sambung Lucius.
Dia mencontohkan RUU perlindungan ulama dan tokoh agama yang dianggap tidak memiliki urgensi untuk dimasukkan dalam prolegnas. Menurutnya, tak terdapat tokoh agama yang tengah terancam saat ini.
"RUU yang juga saya kira akan kontroversial pada waktunya RUU perlindungan ulama/tokoh agama, itu juga sulit sekali dijelaskan urgensinya. Kenapa tokoh agama yang mestinya membawa pesan damai itu masih perlu dilindungi. Tokoh agama mana yang kemudian merasa terancam? Mesti dipertanyakan tokoh agamanya itu," kata Lucius.
ADVERTISEMENT
Menurut Lucius, terdapat sejumlah RUU yang tidak memiliki kualitas untuk disahkan. Ia mengatakan DPR juga tak dapat menjelaskan pentingnya sejumlah RUU untuk dibahas.
"Prolegnas dan prolegnas prioritas kelihatan tidak punya visi. Politik legislasi DPR mau dibawa ke mana? Masih kemudian cenderung mengangkat RUU yang sudah jelas di periode lalu tidak diapa-apain," tutup dia.