Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
BOOM ID: Para Gamer yang Bertaruh Hidup di Atas Keyboard
10 April 2017 10:16 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT
Mereka jejaka, berani bermimpi, dan hidup dengan jari-jari di atas keyboard dan mata menatap layar komputer. Namun mereka berada di jalur yang masih diragukan banyak orang. Mereka adalah anggota tim eSport profesional bernama BOOM ID.
ADVERTISEMENT
Tim yang memiliki dua divisi game online --CS:GO dan Dota 2-- itu bermarkas di sebuah bootcamp di kawasan Palmerah, Jakarta Barat. Markas itu menjadi tempat latihan sekaligus bermalam bagi para punggawanya.
Berdiri sejak November 2016, BOOM ID sudah menorehkan sejumlah prestasi seperti juara 1 Kaskus Battleground Wave 3, Top 8 The Kiev Major Open Qualifier Regional SEA untuk Tim Dota 2, dan Juara 2 Asus ROG Tournament 2017 untuk Tim CS:GO.
Tiap pemain BOOM ID digaji tetap per bulan oleh pemilik tim --yang juga pengusaha-- dengan standar UMR DKI Jakarta. Selain itu, pemain memperoleh tambahan uang dari turnamen yang mereka menangi dan sponsor.
Tim Dota 2 BOOM ID pun bercita-cita untuk bermain di turnamen The International (TI) yang tahun lalu, 2016, memiliki total hadiah Rp 245 miliar.
ADVERTISEMENT
Bagaimana kisah mereka hingga bisa terjun di dunia game online, bahkan berkarier dan mendapat pemasukan darinya? Berikut wawancara kumparan (kumparan.com), Rabu (5/4), dengan kapten tim, Rizki Varizh, dan Marzarian 'Ojan' Sahita selaku manajer tim.
Mulai kapan main Dota?
Varizh: Mulai 2006 Dota 1 dari SD. Sekarang umur 21, gak kuliah, jadi full time buat Dota doang, gak bisa diselingin (kegiatan lain). Kalau mau go internasional harus korbanin semua.
Beberapa pemain Dota profesional sedang tidak menempuh studi akademik.
Awalnya mulai main dari warnet atau rumah?
Varizh: Dari warnet, dari pertama kali main Dota sampai sebelum masuk tim pro tahun 2015.
Waktu masih sekolah main berapa jam tiap hari?
Varizh: Zaman dulu SD, ya main cuma 4 jam. Cuma setelah menginjak SMP, gue mulai main lama. Gue sekolah dari jam 7 sampai jam 12, terus jam 12 pulang langsung ke warnet sampai jam 10-11 malem. Tiap hari gitu, sekitar 10 jam.
ADVERTISEMENT
Apa orang tua mendukung?
Varizh: Awalnnya enggak. Setelah gue bisa ngebuktiin kalo game bisa ngehasilin duit, bisa jadi mata pencaharian, mereka baru mulai dukung.
Orang tua tadinya lihatnya lo main game ga bisa ngehasilin duit, lo mau jadi apa, masa depan lo kayak apa kalo main game.
Sejak 2015, berapa jumlah total pendapatan pribadi dari main Dota?
Varizh: Kalo diitung-itung udah sekitar 100 juta rupiah.
Menurut kamu, bermain game, termasuk Dota 2 ini, berdampak negatif ke kecerdasan otak gak?
Varizh: Gak juga sih. Malah kebanyakan orang yang main Dota --bukannya sombong atau gimana, main Dota itu mesti mikir. Lu mesti punya banyak strategi, harus ada rencana-rencana baru buat menang.
ADVERTISEMENT
Bagaimana segi kesehatan, ada masalah karena terus-terusan main game?
Varizh: Engga sih asal tiap hari istirahat cukup.
Punya program khusus untuk menyiasati supaya tetap fokus dan bugar?
Varizh: Punya. Kita emang adain kayak olahraga gitu. Udah jalan beberapa kali.
Untuk menjadi pemain pro, lebih baik memulai dari warnet atau dari rumah?
Varizh: Kalau dari warnet, enaknya lu lebih bisa bersosialisasi dengan banyak orang. Kalau dari rumah, kenalnya cuma dari online, jadi lu gak tau sifat-sifat orang di luar. Lebih enak mulai dari warnet sih.
Bagaimana pergaulan di warnet? Sebagian orangtua punya pandangan negatif tentang itu
Varizh: Ada memang yang pergaulannya rada gak bener. Cuma itu balik ke diri kita masing-masing, gimana nanggepinnya. Kami gak mau ikut mereka yang enggak-enggak. Semua dari kesadaran diri sendiri.
ADVERTISEMENT
Pergaulan yang disebut “enggak-enggak” itu seperti apa sih?
Varizh: Kalau di warnet ada beberapa orang yang suka mabok atau judi. Semacam itu.
Adakah aturan disiplin tertentu dalam tim?
Ojan: Aturan kita simpel sih sebenernya. Yang penting sebelum jam 12 siang udah siap-siap. Jadi bangun maksimal jam 10. Udah harus siap latihan jam 12.
Kita dari jam 12 sampe jam 3 sore lebih ke analisa replay yang sifatnya ke pengetahuan. Nanti yang sifatnya mekanik dan lainnya jam 3 sore sampai 10 malem.
Untuk waktu libur bagaimana?
Ojan: Kalau sekarang, karena kami punya target dalam jangka waktu dekat buat ikut event-event internasional, karena turnamen juga padat, kami sama-sama try hard, sama-sama memanfaatkan waktu yang ada buat latihan.
ADVERTISEMENT
Varizh: Tujuan kami kan go internasional, jadi harus kerja keras banget.
Tim Indonesia selama ini belum ada yang masuk The International? Apakah kalah secara bakat?
Varizh: Sebenernya lumayan banyak player yang jago di Indonesia. Cuma menurut gue, mereka kalah mental. Itu yang paling jadi problem sih gue bilang.
Kalau anggota tim BOOM ID ini hanya orang Jakarta atau bagaimana?
Varizh: Ga kok. Gue jakarta, satu dari Bekasi, satu dari Semarang, dua lagi dari Bandung.
Mereka yang jauh-jauh itu ada pertentangankah dengan orangtua?
Ojan: Hampir semua player pasti ada masalah sama orangtua. 99 persen.
Bagaimana cara meyakinkan orangtua tentang pilihan bermain game ini?
Ojan: Rata-rata sama. Mereka di awal --mungkin bahasanya-- ngebangkang, ngelawan maunya orangtua. Tapi setelah dijalanin kan mereka punya penghasilan. Lama-lama akhirnya orangtua mereka ngaasih kesempatan.
ADVERTISEMENT
Mereka emang bagusnya dikasih kesempatan di tim ini. Mereka bisa ngasih buktilah, bahwa mereka bener-bener bisa serius di sini.
Masih ada orangtua anggota tim yang khawatir?
Varizh: Udah gak ada sih, udah 100 persen ngedukung, apalagi kalau juara TI itu dapet duitnya udah bukan main sih. Jadi mereka bener-bener ngedukung.
Menurut kamu, untuk mengembangkan e-sport ini, kuncinya ada di mana? Pemerintahkah, atau dari masyarakat yang persepsinya terhadap game online perlu berubah?
Ojan: Dua-duanya sih. Kalau mau berkembang, ya tiap elemen punya posisi masing-masing. Pemerintah, komunitas, dan player punya peran buat majuin e-sport.
Menurutmu, e-sport ini lebih baik dikembangkan di sekolah atau ke anak-anak warnet buat menyalurkan hobi mereka?
Ojan: Ada tuh di SMA PSKD, sampai sekarang masih jalan. Kalau buat building awareness gak masalah sih sebenernya. Jadi misal dari sekolah ngasih pengetahuan soal e-sport, otomatis tiap murid di sana punya peran buat jadi technopreneur.
ADVERTISEMENT
Varizh: Kalau di sekolah, apa yang dikasih ke player-nya, ilmunya itu nantinya paling cuma dari satu guru. Kalau di warnet, dia bisa dapet pelajaran dari banyak orang, gak cuma satu orang.
Saya lihat BOOM ID walau masih baru masuk peringkat 23 Asia Tenggara, kalau dihitung-hitung dari ranking GosuGamers (media e-sports) ada di peringkat 2 Indonesia. Benar gak?
Ojan: Kami sempat ikut kualifikasi Kiev Major, jadi kita sempat di qualifier masuk ke babak 8 besar region SEA (Southeast Asia). Kami mulai dari 1048, disaring sampai 8 besar, berarti udah lewatin beberapa round.
Untuk lokal, kami sebelum pindah manajemen, anak-anak sempet juara 1 Turnamen Lenovo, terus di Kaskus Battleground juga juara 1.
ADVERTISEMENT
Apa yang bisa menyatukan tim ini?
Varizh: Tujuan, visi, dan misi yang sama. Kayak kami tu satu pemikiran. Itu yang bikin tim kompak. Hampir semua kan targetnya pengen masuk The International.
Per pemain sudah dapat penghasilan berapa selama 2 bulan tim Dota 2 BOOM ID ini dibentuk?
Ojan: Sekitar 15 juta.
Pendidikan bagaimana?
Ojan: Ada yang lagi nyusun skripsi, ada yang lagi cuti (kuliah), ada yang sempet kuliah berhenti di tengah jalan.
Varizh: Di sini tuh udah bener-bener all in-lah.
ADVERTISEMENT
Rata-rata pemain e-sport untuk Dota 2 ini, pensiun atau akhir masa keemasannya di usia berapa?
Ojan: Kalau rata-rata umur di dunia biasanya jarang yang sampai 27 ke atas. Tapi bukannya gak ada. Ada tapi bisa dihitung pakai jari. Yang 30 tahun masih main juga ada.
Setelah selesai main Dota mau ke mana? Ketika memasuki masa pensiun 27 tahun itu? Punya rencana?
Varizh: Kalau gue, orangtua kebetulan punya usaha. Selepas dari sini kemungkinan besar ngelanjutin usaha orangtua.
Ojan: Mereka gak ada niatan lama-lama main di sini --dalam artian, kalau udah juara TI, mereka gak mikir lagi mau apa. Kalau untuk plan selanjutnya ya ada, misal mereka pengen usaha dari duit yang udah dikumpulin dari main game.
ADVERTISEMENT
Macem-macem sih tergantung orangnya. Kalau Varizh karena background orangtuanya pengusaha, mau nerusin usaha. Ada juga anggota tim yang bilang, selesai main Dota ini mau lanjutin pendidikan atau kuliahnya.
Jadi profesi ini bukan untuk jangka panjang ya?
Ojan: Tergantung. Kalau untuk player mungkin iya.
Varizh: Tergantung game apa yang dimainin. Kalo Dota 2 ini gue bilang bisa buat jangka waktu agak panjang.
Ada tidak manfaat lain dari e-sport yang bisa ngebantu buat karier ke depan? Sebagian besar orangtua pasti berpikir, kalaupun game bisa menghasilkan pemasukan, ya kariernya enggak akan lama.
ADVERTISEMENT
Varizh: Untuk pemain e-sport, apalagi kalau lo bisa go internasional, lu punya kenalan lebih banyak. Bahasa pun ibaratnya kita di sini bisa belajar bahasa yang lebih dalem kalau bisa sampai go internasional.
Ojan: Kan kalau di dunia, e-sport bukan sekadar olahraga, tapi entertainment juga. Jadi punya fanbase segala macem. Bahkan ada yang tadinya pemain e-sport --karena e-sport di China itu luar biasa, dia selesai main di e-sport jadi bintang film. Harus pinter-pinter juga untuk nge-branding diri sendiri.
Kalau di sini, udah ada belum yang misal di medsos punya banyak fans?
Ojan: Ada. Tuh satu orang, inyourdream (Muhammad Rizky). Memang nomor satu di individual, karena dia sempet masuk ke tim luar, tim bagus yang ada di SEA. Jadi banyak jadi endorse-endorse-nya.
ADVERTISEMENT
Bagaimana rivalitas antartim e-sport di Indonesia? Sehat?
Varizh: Sehat semua persaingannya di Indonesia. Kalau di sini yang gak sehat malah fansnya haha. Kayak misal ada tim yang udah nyoba ngebanggain nama Indonesia di luar, malah dikatain, “Ah, lu tim bego, ngapain ikut begituan.” Cacian dari mana mana-mana kalau gagal.
Ojan: Makanya komunitas itu juga penting. Kalau komunitas belum di-manage dan belum terbiasa mentalnya, menang kalah juga sama susah.
ADVERTISEMENT
Cuma di satu sisi, tanggung jawab para player juga mungkin ada. Kan namanya orang ngefans, kita bisa bikin live streaming sambil ngobrol sambil edukasi segala macem.
Apa indikator untuk menjadi pemain e-sport profesional? Bagaimana bisa tahu, atau sadar diri soal bakat, atau bagaimana?
Ojan: Itu gue sebenernya, haha. Gue udah tau, gue susah jadi player. Jadi manajer aja.
Varizh: Itu dari seberapa besar orang itu try hard dan hasilnya kayak gimana. Untuk Dota misal, saya udah berusaha kuat buat naikin mmr (ranking). Misal tahun ini mmr saya 3000, tahun depan mmr saya naiknya cuma sampai 4000-lah.
Udah ngabisin waktu satu tahun untuk naikin mmr, seribu doang gitu naiknya. Jadi udah kelihatan dalam jangka panjang, lo butuh waktu berapa tahun untuk naik ke tingkat yang lebih jauh.
ADVERTISEMENT
Ada tips menjadi pemain pro?
Varizh: Step by step. Dari porsi main, bisa dilihat tim yang jago porsi mainnya jauh lebih besar dari player-player biasa.
Lalu dari seberapa besar usaha orang itu, seberapa besar lu mau tekunin game yang lo mainin supaya lebih jago dan naik ke tingkat selanjutnya.
Harus juga beraniin diri ikut turnamen atau kompetisi, karena itu ngelatih mental. Lu bakal ngelawan tim jago dan lu jadiin itu pelajaran supaya lo bisa tahu gimana caranya buat lebih jago ngelawan tim kayak gitu.
ADVERTISEMENT