news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Gerak Gesit Masruroh Wahid, Panglima Perang Khofifah

9 Juli 2018 8:29 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Khofifah dan Emil saat mendaftar Pilgub Jawa Timur. (Foto: Ferio Pristiawan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Khofifah dan Emil saat mendaftar Pilgub Jawa Timur. (Foto: Ferio Pristiawan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kemenangan Khofifah Indar Parawansa dan Emil Dardak di Pemilihan Gubernur Jawa Timur 2018 jelas bukan kerja seorang-dua orang atau sekelompok-dua kelompok saja. Partai politik bersama-sama organisasi masyarakat bahu-membahu bergiat bersama.
ADVERTISEMENT
Namun semua partai politik pengusung Khofifah-Emil sepakat: Muslimat Nahdlatul Ulama memegang peran sentral dan jadi motor penggerak utama.
Satu tokoh penting yang berada di belakang manuver garang Muslimat NU itu ialah Masruroh Wahid, Ketua Muslimat NU Jawa Timur yang bak Panglima Perang Khofifah di medan tempur.
Ketua Fraksi PKB DPRD Jawa Timur periode 2004-2008 itu bergerak tangkas hingga akar rumput, mengomando rekan-rekannya dan memastikan dukungan Muslimat NU kepada Khofifah bulat utuh.
Masruroh Wahid, Ketua Muslimat NU Jawa Timur. (Foto: Jafrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Masruroh Wahid, Ketua Muslimat NU Jawa Timur. (Foto: Jafrianto/kumparan)
Berikut wawancara kumparan dengan Masruroh di kantor Muslimat NU Jawa Timur, Gayungan, Surabaya, Kamis (5/7).
Muslimat NU disebut semua pihak punya kontribusi besar dalam pemenangan Khofifah. Seperti apa gerak dan strateginya?
Muslimat NU di Jawa Timur memang relatif besar, dan Bu Khofifah itu kan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muslimat. Dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur, kami punya 42 cabang. Itu tidak sedikit, dan masing-masing cabang punya kegiatan rutin dan basis massa akar rumput.
ADVERTISEMENT
Hubungan Muslimat antara PP sampai ke cabang di tingkat kecamatan dan anak cabang di tingkat desa, saling mengenal. Muslimat punya pola kepemimpinan sangat kuat antara jenjang-jenjang organisasinya. Dan kami punya banyak sekali kegiatan--lebih dari 10.000 majelis taklim, hampir 7.000 MTQ, 38 koperasi berbadan hukum di seluruh kabupaten/kota.
Artinya Muslimat Jawa Timur punya kegiatan rutin dari masing-masing bidang yang sudah terlaksana dan terpola. Meski tanpa pemilukada, kami memang punya media-media pertemuan yang efektif, yang bisa kami pakai untuk komunikasi satu sama lain.
Pengajian ikatan haji di cabang saja tiap bulan rata-rata 10.000 audiens yang datang.
Semua dioptimalkan untuk pemenangan Khofifah?
Kami ingin melakukan yang terbaik untuk masyarakat dan tidak pernah bertanya, “Saya dapat apa?”
ADVERTISEMENT
Memilih Bu Khofifah bukan semata-mata untuk kenyamanan Bu Khofifah atau untuk mengangkat derajat dan martabatnya. Justru memilih Bu Khofifah artinya sama dengan memilih diri kami sendiri, karena kami sesama Muslimat. Beliau kan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muslimat.
Tentu saya berharap Muslimat satu kata. Tidak saja secara organisasi, tetapi pribadi, untuk memilih dan mendukung Ibu Khofifah guna melahirkan pemimpin berkualitas dan amanah.
Muslimat NU Jawa Timur. (Foto: Pemkab Jombang)
zoom-in-whitePerbesar
Muslimat NU Jawa Timur. (Foto: Pemkab Jombang)
Di dua Pilgub Jawa Timur sebelumnya, Muslimat NU juga memperjuangkan Khofifah?
Memang Bu Khofifah kalah dua kali di pilgub sebelumnya. Jadi Muslimat NU itu sudah mengalami trauma politik dua kali. Maka ketika Ibu maju ketiga kalinya, ada rasa gamang dan khawatir, jangan-jangan nanti kalah lagi. Pikiran itu terus berkecamuk.
ADVERTISEMENT
Tapi ketika niat Bu Khofifah maju sudah bulat, tidak ada kata lain buat saya sebagai ketua wilayah kecuali untuk mendukung beliau.
Saya langsung terjun ke bawah, ke tujuh koordinator daerah sampai cabang-cabang, terutama akar rumput. Anggota di kecamatan, desa, sangat loyal terhadap ibunya sendiri.
Relatif mudah menyosialisasikan Bu Khofifah karena beliau sudah dikenal masyarakat. Saya meyakinkan mereka, “Ini loh kesempatan yang harus kita manfaatkan dan wujudkan, karena setelah ini belum tentu ada kesempatan lain yang bisa mengantarkan seorang ibu menjadi gubernur di Jawa Timur.”
ADVERTISEMENT
All-out, ya?
Ibu-ibu (Muslimat NU) se-Jawa Timur ini memang tidak hanya kerja fisik, tapi juga kerja spiritual. Tirakat tanpa diminta, supaya Ibu Khofifah diberi kemudahan dan kemenangan.
Meski malam tidak tidur, sahur di jalan, oke nggak apa-apa. Begitu ibu-ibu itu. Mereka dari cabang, misalnya, kami kabari ada rapat mulai jam 12 malam sampai sahur bersama, itu tetap datang. Padahal dari Pacitan, Sumenep, Banyuwangi. Kan nggak dekat ke Surabaya.
Tapi mereka ikhlas. Itu yang saya bangga dari Muslimat.
Ketangguhan Muslimat NU (Foto: Putri Sarah A./kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ketangguhan Muslimat NU (Foto: Putri Sarah A./kumparan)
Muslimat NU selain di Jawa Timur, kuat di daerah mana?
Kami punya 33 kantor wilayah, sebanyak provinsi yang ada di Indonesia. Rata-rata kami kuat di Jawa, tapi terutama Jawa Timur yang memang tempat lahirnya NU.
ADVERTISEMENT
Di bawah kepemimpinan Khofifah, cabang Muslimat di luar Jawa juga sudah mulai bagus, diperhatikan dan sering disambangi.
Muslimat NU saat terbentuk punya tujuan politik?
Endak. Muslimat ini AD-ART-nya organisasi kemasyarakatan dan keagamaan. Jadi urusan-urusan Muslimat bersangkut paut dengan urusan kemasyarakatan, dan itu berdasarkan perintah agama.
Sama sekali tidak ada kaitannya dengan politik, dan saya tegaskan: tidak terkait dengan partai politik tertentu. Muslimat dibentuk di bawah NU bukan untuk berpolitik.
Soal urusan politik, kami memahaminya sebagai sarana untuk menyejahterakan umat.
Sebetulnya memilih pemimpin yang bagus adalah kewajiban seluruh masyarakat, termasuk umat Islam. Karena dari pemimpin yang baik, akan lahir ide-ide baik dan program-program baik untuk kepentingan yang baik pula.
ADVERTISEMENT
Gus Ipul dan Khofifah sama-sama dari NU, bagaimana soal itu?
Memang banyak yang bingung karena keduanya dari NU. Cuma saya lebih milih Bu Khofifah karena dia ketua umum saya, dan saya sudah kenal betul pemikiran dan kiprah beliau, bagaimana pedulinya beliau terhadap masyarakat dan umat sejak dulu menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan di era Gus Dur, kemudian Menteri Sosial di era Pak Jokowi.
Dan ketika beliau memimpin Muslimat tiga periode (saat ini masuk periode keempat), kami tahu betapa sederhana dan perhatiannya beliau terhadap masalah-masalah kemanusiaan dan pengentasan kemiskinan.
Jadi kami bukan cuma memilih yang lebih baik, tapi yang lebih kami kenal, dan karenanya kami sayang.
Kalau ada yang memilih Gus Ipul ya monggo, tapi hak kami juga untuk menyosialisasikan dan menawarkan sebaik-baiknya Bu Khofifah untuk dipilih.
ADVERTISEMENT
Bagaimana kiprah Khofifah di Muslimat NU selama ini?
Banyak. Bu Khofifah lebih menghidupkan Muslimat. Ada yayasan-yayasan seperti Yayasan Kesejahteraan Muslimat, Yayasan Pendidikan Muslimat, Himpunan Daiyah Muslimat, Majelis Taklim Muslimat, Koperasi An-Nisa. Itu sekarang semua berdaya.
Embrionya dulu memang sudah ada. Tapi ketika beliau menjabat ketua umum, itu diberdayakan. Jadi kemajuan yang dicapai Muslimat sangat signifikan. Beliau memperkenalkan Muslimat tidak hanya di ranah nasional, tapi sampai internasional.
Bagaimana Muslimat NU melihat kepemimpinan perempuan?
Pemimpin perempuan ya harus berkualitas dan tidak kalah dengan laki-laki. Kuota 30 persen perempuan di parlemen bukan hanya sekadar supaya ada perempuan. Kalau cuma sekadar ada, duduk manis, tapi tidak berbuat apa-apa, ya apa gunanya? Memalukan.
ADVERTISEMENT
Jadi memang ada kesetaraan, tapi dia bahkan harus diperhitungkan dan punya kelebihan. Karena ibu itu punya kelebihan berupa rasa yang lebih halus, kasih sayang yang lebih kental, dan rasa iba yang lebih banyak. Itu harus dimanfaatkan untuk lebih memperhatikan kesejahteraan rakyat dan mementikan kebaikan umat.
10 Kepala Daerah Perempuan di Jawa Timur (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
10 Kepala Daerah Perempuan di Jawa Timur (Foto: Basith Subastian/kumparan)
Tidak harus laki-laki yang memimpin?
Pembahasan di NU soal “pemimpin harus laki-laki dan perempuan tidak” itu sudah tuntas. Ayat Al-Quran yang mengatakan bahwa laki-lakilah yang memimpin perempuan, konteksnya keluarga. Di keluarga, sepandai, sepintar, dan setinggi apa pun pangkat istri, dia harus taat kepada suaminya.
Tapi juga bersyarat, yang dalam Al-Quran disebut, suami yang ditaat itu lebih kuat, lebih sabar, lebih tabah, dan lebih mampu memberi nafkah.
ADVERTISEMENT
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. Oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. An-Nisaa’:34)
Kadang ayat tidak dipahami konteksnya untuk apa. Sebenarnya Islam menghargai relasi saling menghormati antara laki-laki dan perempuan. Bahkan di rumah tangga saja kepemimpinan laki-laki itu syaratnya dia memberi nafkah kepada keluarganya.
ADVERTISEMENT
Jadi perdebatan itu sudah tidak dipakai Muslimat lagi. NU sendiri mengatakan, kepemimpinan perempuan tidak masalah, terutama di Indonesia.
Sejak Bu Mega menjadi presiden, NU sudah menyatakan perempuan boleh jadi pemimpin di Indonesia, karena di sini bukan kepemimpinan mutlak seperti raja atau maharaja yang tak terbatas. Di sini eksekutif dibatasi kekuasaan legislatif (DPR/MPR), yudikatif (kehakiman).
Sekarang setelah Khofifah menang, apa lagi?
Alhamdulillah. Kalau menang jangan sombong. Kemenangan ini harus kami rawat dengan berbuat lebih baik.
------------------------
Simak rangkaian laporan mendalam Perempuan Penguasa Timur Jawa di Liputan Khusus kumparan.