Haedar soal Sertifikasi Juru Dakwah: Kaji Mendalam, Jangan Langsung Diputuskan

9 Desember 2024 14:55 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir (kanan), usai menghadiri acara pelantikan Rektor Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya periode 2024-2028 di UM Surabaya, Senin (9/12/2024). Foto: Farusma Okta Verdian/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir (kanan), usai menghadiri acara pelantikan Rektor Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya periode 2024-2028 di UM Surabaya, Senin (9/12/2024). Foto: Farusma Okta Verdian/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, menanggapi usulan sertifikasi juru dakwah yang muncul usai ejekan Gus Miftah ke tukang es di sebuah pengajian. Menurut Haedar, usulan tersebut harus dibahas dan diputuskan secara matang secara bersama.
ADVERTISEMENT
"Jangan karena satu-dua kasus lalu kita pilihannya verbal. Yang paling penting justru elite agama atau elite bangsa bisa menjadi teladan. Maka karena itu, kami berharap bahwa agama itu bisa menjadi suluh kehidupan, bukan menjadi entertainment dalam kehidupan kita," ujar Haedar usai menghadiri acara Pelantikan Rektor Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya periode 2024-2028 di UM Surabaya, Senin (9/12).
Haedar menegaskan, sebaiknya sertifikasi juru dakwah itu tidak diputuskan sekarang. "Dikaji secara matang, jangan langsung diputus. Bahkan sebaiknya tidak," ucapnya.
Hal senada juga dikatakan Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Sukadiono. Ia mengatakan bahwa sertifikasi juru dakwah itu harus dianalisis terlebih dahulu.
"Saya kira gini, program sertifikasi itu jangan ada kejadian spontan, mestinya harus dianalisa, apa keuntungan dan kerugiannya. Jangan berdasarkan kekhilafan salah satu dai kemudian itu dijadikan rujukan untuk melakukan sertifikasi, artinya perlu dianalisis terlebih dahulu, perlu dan tidaknya, supaya tidak menjadi bumerang di kemudian hari," kata Sukadiono.
ADVERTISEMENT
Atas polemik Gus Miftah, Sukadiono mengungkapkan bahwa di Muhammadiyah sendiri diajarkan untuk berkata lembut dan benar serta jelas dalam berdakwah.
"Kita-kita ini namanya qaulan syakilla, qaulan layyina. Qaulan layyina berkata lemah lembut, qaullan sadidan berkata benar dan jelas. Guyonan boleh, tapi dalam koridor guyonan yang dibolehkan," ungkapnya.