Hakim Agung Gazalba Saleh Dituntut 15 Tahun Penjara

5 September 2024 14:18 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang tuntutan Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh terkait kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), yang digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (5/9/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan.
zoom-in-whitePerbesar
Sidang tuntutan Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh terkait kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), yang digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (5/9/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh dituntut 15 tahun penjara terkait kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
ADVERTISEMENT
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK meyakini Gazalba terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan melakukan tindak pidana pencucian uang.
"Menuntut supaya Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Gazalba Saleh dengan pidana penjara selama 15 tahun," ujar jaksa saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (5/9).
Selain pidana penjara, ia juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Terdakwa Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh mengajukan pertanyaan kepada saksi dalam sidang lanjutan kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA), di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Tak hanya itu, Gazalba Saleh juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar SGD 18 ribu dan Rp1.588.085.000 selambat-lambatnya 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
ADVERTISEMENT
Jika dalam jangka waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dijatuhi pidana penjara selama 2 tahun," pungkas jaksa.
Sebelum membacakan tuntutannya, jaksa turut mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan.
Hal yang memberatkan, yakni terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, perbuatan terdakwa merusak kepercayaan masyarakat terhadap Mahkamah Agung RI, terdakwa berbelit-belit dalam memberikan keterangan, dan terdakwa sebagai orang yang menghendaki keuntungan dari tindak pidana.
Sementara itu, untuk hal meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum.
Adapun atas perbuatannya, Gazalba diyakini telah melanggar Pasal 12B juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Gazalba juga dijerat Pasal 3 UU RI Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Dakwaan Gazalba Saleh

Gazalba Saleh didakwa menerima gratifikasi terkait pengaturan vonis kasasi. Nilainya hingga ratusan juta rupiah.
Pemberi gratifikasi adalah Jawahirul Fuad. Ia adalah pemilik usaha UD Logam Jaya yang terlibat kasus hukum pengelolaan limbah B3 tanpa izin. Ia menjadi tersangka dalam kasus itu.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Jombang, Jawahirul Fuad dinyatakan bersalah dan dihukum 1 tahun penjara. Hukumannya diperkuat putusan banding Pengadilan Tinggi Surabaya.
Menghadapi kasasi, Jawahirul disebut kemudian mencari jalur pengurusan perkara di Mahkamah Agung. Ia kemudian berkenalan dengan Ahmad Riyadh. Kemudian diketahui bahwa majelis kasasi diketuai Desnayeti dengan hakim anggota Yohanes Priyatna dan Gazalba Saleh.
ADVERTISEMENT
Ahmad Riyadh kemudian yang menghubungkan Jawahirul Fuad dengan Hakim Agung Gazalba Saleh. Jawahirul diminta menyediakan uang Rp 500 juta.
Ahmad Riyadh bertemu Hakim Agung Gazalba Saleh pada 30 Juli 2022. Permintaan Jawahirul pun disampaikan.
Atas penyampaian itu, Hakim Agung Gazalba Saleh kemudian meminta asistennya, Prasetio Nugroho, membuat resume perkara. Isinya, memberikan putusan untuk mengabulkan kasasi Jawahirul Fuad. Padahal, berkas perkara belum diterima Hakim Agung Gazalba Saleh.
Pada 6 September 2022, digelar musyawarah putusan. Hasilnya, kasasi dikabulkan, Jawahirul dinyatakan bebas atau dakwaan tidak terbukti.
Usai putusan, penyerahan uang dilakukan. Yakni pada September 2022 di Bandara Juanda. Ahmad Riyadh menyerahkan uang kepada Hakim Agung Gazalba Saleh sebesar SGD 18 ribu atau setara Rp 200 juta.
ADVERTISEMENT
Ahmad Riyadh kemudian meminta tambahan uang kepada Jawahirul sebesar Rp 150 juta. Total uang yang diterima Ahmad Riyadh adalah Rp 450 juta, sedangkan Hakim Agung Gazalba Saleh Rp 200 juta. Keduanya menerima total Rp 650 juta dari Jawahirul Fuad.
Tak hanya itu, Gazalba juga didakwa melakukan pencucian uang. Uang yang diduga dari hasil pidana diduga digunakan untuk sejumlah kepentingan pribadi.
Terkait pencucian uang itu, jaksa memaparkan bahwa Gazalba Saleh pernah menerima sejumlah gratifikasi. Nilai totalnya hingga Rp 46,4 miliar. Penerimaan uang itu kemudian menjadi pencucian uang.
Bentuk pencucian uang bermacam-macam. Mulai dari membeli mobil, tanah dan bangunan, hingga ‘ngebom’ KPR.