Hasto: BLT Era SBY demi Elektoral, Politik Anggaran Habiskan USD 2 Miliar

18 September 2022 16:16 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hasto Kristiyanto saat bersama iring-iringan Kader PDIP yang akan daftar ke KPU, Senin (1/8/2022).
 Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Hasto Kristiyanto saat bersama iring-iringan Kader PDIP yang akan daftar ke KPU, Senin (1/8/2022). Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyebut Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat menjadi presiden menggunakan program bantuan untuk menaikkan popularitas.
ADVERTISEMENT
Hasto mengatakan biaya yang dikeluarkan saat itu mencapai USD 2 miliar. Hal itu diungkapkan Hasto saat konferensi pers untuk membantah tudingan SBY soal kabar ada tanda-tanda Pemilu 2024 akan diselenggarakan dengan tidak jujur dan adil.
Dalam konferensi pers itu Hasto menjelaskan soal strategi kenaikan harga BBM di era SBY. Menurutnya SBY saat menjabat sebagai presiden mewarisi kondisi fiskal yang dari presiden sebelumnya, Megawati, bahkan defisit di bawah 1 persen.
"Stabilitas moneter ekonomi keuangan dengan IMF sudah diselesaikan tapi ternyata di balik kenaikan BBM terjadi politisasi bagi kepentingan elektoral. Ini ada kajian ilmiahnya," kata Hasto, Minggu (18/9).
Dalam presentasi, Hasto menunjukkan hasil riset Marcus Mietzner's Research. Dalam slide, dijelaskan pemerintah SBY mengalokasikan APBN sebesar USD 2 miliar sebagai kompensasi kenaikan harga minyak, BLT, BOS, dan bantuan KUR. Alokasi dana tersebut terjadi dari Juni 2008-April 2009.
Slide yang ditunjukkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto saat konferensi pers, Minggu (18/9/2022). Foto: Dok. Istimewa
"Dipastikan dana BLT ke rakyat miskin jadi pemicu meroketnya popularitas SBY, dengan kenaikan tidak terbayangkan terjadi sky rocketting. Karena Juni 2008 ke April 2009 digunakan 2M US dolar, ini hasil penelitian. dipakai dari politik anggaran negara untuk kepentingan elektoral," kata Hasto.
ADVERTISEMENT
Dalam slide yang ditunjukkan Hasto diterangkan akibat dari pemberian bantuan tersebut popularitas SBY meningkat dari 25% pada Juni 2008 menjadi 50,3% pada Februari 2009. Kenaikan popularitas juga dirasakan oleh Partai Demokrat sebesar 24,3%.
Menurut Hasto langkah yang diambil SBY saat itu merusak demokrasi. Sebab strategi tersebut kemudian diikuti oleh kepala daerah lainnya.
"Ini menciptakan kerusakan demokrasi kita karena diikuti kepala daerah kita. Keputusan Pak SBY mengumumkan sendiri harga BBM, itu dipolitisasi sebagai hasil kerja pribadi bukan pengaruh internasional. Ini untuk elektoral," ungkap Hasto.