Hikmahanto: Sea Glider Belum Tahu Pemiliknya, Makin Kuat Dugaan Punya Mata-mata

4 Januari 2021 16:16 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Guru Besar Hukum Internasional FH UI, Hikmahanto Juwana. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Guru Besar Hukum Internasional FH UI, Hikmahanto Juwana. Foto: Muhammad Darisman/kumparan
ADVERTISEMENT
Benda asing yang disebut-sebut drone laut di perairan Selayar, Sulawesi Selatan, telah dipastikan sebagai underwater sea glider. Alat ini berfungsi untuk mengumpulkan data observasi laut.
ADVERTISEMENT
Meski sudah diidentifikasi oleh TNI AL, kehadiran alat ini di Selayar masih menjadi pertanyaan besar. Termasuk siapakah pemilik sea glider itu.
"KSAL juga menyampaikan bahwa tidak dapat dipastikan siapa pemilik dari sea glider tersebut. Ini menambah kuat dugaan sea glider merupakan perangkat mata-mata dan bukan dimiliki oleh swasta," ujar Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, dalam keterangannya, Senin (4/1).
Hikmahanto menjelaskan, dalam dunia intelijen, berbagai instrumen kerap digunakan agen intel yang bekerja secara senyap. Atribut apa pun yang berkaitan dengan suatu negara juga akan sengaja dihilangkan.
"Tujuannya satu, agar bila terkuak tidak mudah negara yang dimata-matai dengan mudah menuding," tegas dia.
Ilustrasi underwater sea glider. Foto: um.edu.mt
"Bahkan, bila agen intelijen yang terkuak melakukan tindakan mata-mata, maka negara si agen tersebut tidak akan mengakui tindakan agen tersebut," lanjut Hikmahanto.
ADVERTISEMENT
Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani itu menilai perlu kecerdasan dan kesabaran untuk mengungkap siapa pemilik sea glider tersebut.
Namun, jika kemampuan dalam negeri belum cukup memadai untuk menyelidikinya, Hikmahanto menyarankan pemerintah menghubungi pakar dunia.
"Dalam konteks saat ini, maka ada baiknya sambil menunggu kepastian Kemlu membuat pernyataan keras, yang ditujukan kepada siapa pun negara bila saatnya terkuak memata-matai Indonesia, Indonesia tidak akan segan-segan melakukan tindakan yang keras dan tegas," jelas Hikmahanto.
Suasana Taman Nasional Taka Boneratee, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. Foto: Cornelius Bintang/kumparan
Ia kemudian membandingkan dengan masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tahun 2013, saat diduga terjadi penyadapan oleh intelijen Australia. Saat itu, ponsel SBY dan sejumlah menterinya berusaha disadap oleh mata-mata Australia.
Tak tinggal diam, SBY pun melakukan tindakan tegas dengan memulangkan dubes RI dari Negeri Kanguru tersebut.
ADVERTISEMENT
"Saat itu, Dubes Indonesia untuk Australia dipanggil pulang untuk beberapa waktu dan sejumlah kerja sama Indonesia dan Australia dibekukan," pungkasnya.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sebelumnya telah meminta masyarakat tidak berpolemik terkait temuan alat yang disebut drone laut yang ditemukan di perairan Selayar.
"Kementerian Pertahanan mengajak publik tidak berpolemik yang kontraproduktif. Kementerian Pertahanan dan Mabes TNI khususnya Angkatan Laut pasti akan menangani permasalahan tersebut. Dan saat ini, TNI AL sudah menyatakan bahwa drone yang ditemukan tersebut adalah Sea Glider, yang biasa digunakan untuk survei data oseanografi," jelas juru bicara Prabowo, Dahnil Anzar Simanjutak, dalam keterangannya, Senin (4/1).