HNW: Vonis untuk Herry Wirawan Tak Memihak Korban, Jaksa Perlu Banding

17 Februari 2022 11:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid  Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid (HNW) menyayangkan vonis majelis hakim terhadap pelaku pemerkosaan 13 santriwati di bawah umur, Herry Wirawan, yang hanya dipenjara seumur hidup.
ADVERTISEMENT
Ia menilai vonis ini tak berpihak pada korban, padahal sedianya jaksa telah memberikan tuntutan maksimal berupa hukuman mati, pemberatan hukuman dikebiri, hingga penyitaan harta untuk diberikan kepada para korban.
“Sangat disayangkan, di tengah makin maraknya kekerasan dan kejahatan seksual termasuk terhadap anak-anak, dan keseriusan pemerintah dan DPR untuk segera mengundangkan RUU TPKS, hakim tidak menjatuhkan vonis maksimal sesuai tuntutan-tuntutan jaksa. Padahal kejahatan seksual yang dilakukan oleh terpidana sangat mendapat perhatian publik," kata HNW dalam keterangannya, Kamis (17/2).
HNW juga mengaku kecewa karena Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menerima vonis hakim itu. Menurutnya, vonis itu tidak sesuai dengan sanksi maksimal dalam UU Perlindungan Anak.
"Apalagi kalau merujuk pada Pasal 81 Ayat (1-5)jo. Pasal 76 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah terakhir kali melalui UU No. 17 Tahun 2016, kejahatan seksual yang dilakukannya sangat biadab dan sangat layak mendapatkan sanksi hukum maksimal hingga hukuman mati dengan pemberatannya. Karena jumlah korban lebih dari satu, malah 13,” ujar dia.
ADVERTISEMENT
Baik hukuman mati, hukuman kebiri, hingga penyitaan harta adalah legal dan dimungkinkan oleh UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana diubah terakhir kali melalui UU No.17 Tahun 2016. Sehingga, HNW menekankan hukuman mati, kebiri, penyitaan harta sebagai kepedulian terhadap para korban telah tersedia dalam instrumen hukum Indonesia.
Sebab, menurut HNW, vonis penjara seumur hidup yang bahkan tidak diperberat dengan hukuman lain dinilainya jelas tidak memenuhi keadilan publik, keberpihakan kepada korban, serta keseriusan dalam pemberantasan kejahatan seksual.
Terpidana kasus kekerasan seksual terhadap anak Herry Wirawan (kedua kanan) berjalan memasuki ruangan untuk menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Selasa (15/2/2022). Foto: Rafi Fadh/AP Photo
Ia pun mengingatkan kejahatan telah dilakukan Herry berulang-ulang sejak 2016 sampai 2021. Kejahatan itu mengakibatkan dampak yang serius kepada para korban, bahkan 9 di antaranya melahirkan. Belum lagi, Herry dikenal sebagai guru yang seharusnya mendidik dan mengayomi murid, tetapi justru melakukan kejahatan seksual berulang terhadap santriwati-santriwatinya.
ADVERTISEMENT
“Oleh karena itu, sikap majelis hakim yang tidak memberlakukan hukuman mati sebagaimana tuntutan Jaksa melainkan cukup dengan hukuman seumur hidup, dengan alasan keadilan bagi korban, malah tidak bisa memenuhi keadilan untuk para korban sesuai ketentuan dalam UU Perlindungan Anak yang masih berlaku,” tegas dia.
HNW melanjutkan, DPR dan pemerintah sudah bekerja keras untuk menghentikan kekerasan dan kejahatan seksual, antara lain dengan menghadirkan UU Perlindungan Anak dengan berbagai perubahannya, dengan mencantumkan ketentuan hukuman mati dan pemberatan hukuman. Termasuk dengan kebiri kepada predator seksual terhadap anak, dan keberpihakan kepada para korban.
"Sangat sayang sekali apabila Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, apalagi aparat penegak hukum, terutama majelis hakim, tidak mendorong serta menggunakan sanksi dan ketentuan maksimal yang menjadi tuntutan jaksa untuk membuktikan keseriusan dalam penegakan hukum berkeadilan. Lalu mengatasi kejahatan dan kekerasan seksual yang makin mengkhawatirkan, serta hadirkan vonis hukum yang berpihak kepada korban dan menimbulkan efek jera agar Indonesia terbebas dari bahaya predator seksual terhadap anak,” ungkap dia.
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu, HNW mendukung Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang meminta Jaksa melakukan upaya hukum lebih lanjut. Ia mendorong Jaksa agar mengajukan banding sesuai dengan tuntutan-tuntutannya, demi keadilan dan komitmen memberantas kejahatan seksual khususnya terhadap anak.
Terpidana kasus kekerasan seksual terhadap anak Herry Wirawan (tengah) berjalan memasuki ruangan untuk menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Selasa (15/2/2022). Foto: Rafi Fadh/AP Photo
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS ini berharap agar jaksa penuntut umum mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi segera.
”Demi keadilan, menimbulkan efek jera dan bukti nyata keseriusan bersama berantas kekerasan dan kejahatan seksual termasuk terhadap anak-anak, serta keberpihakan kepada para korban, maka Jaksa yang tuntutan-tuntutannya sangat diapresiasi publik, tapi tidak menjadi vonis hakim, perlu mengajukan banding. Agar keadilan hukum, serta keseriusan pemberantasan kejahatan seksual, serta keberpihakan kepada korban, dapat benar-benar diperjuangkan dan diwujudkan,” tandas dia.
ADVERTISEMENT
Majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung sebelumnya memvonis Herry Wirawan penjara seumur hidup. Vonis itu dibacakan majelis hakim saat sidang di Pengadilan Negeri Bandung (PN Bandung) pada Selasa (15/2).
Akibat perbuatannya, Herry dikenakan Pasal 81 ayat (1), ayat (3), ayat (5) Jo Pasal 76D UURI Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 41 Tahun 2016 Tentang Perubahan ke Dua Atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang Jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
Putusan pengadilan lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jabar yang menuntut Herry Wirawan hukuman mati.