Hukuman Edhy Prabowo: Dituntut Ringan KPK, Diperberat Hakim Banding

12 November 2021 13:03 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster tahun 2020 Edhy Prabowo mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (19/5/2021). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster tahun 2020 Edhy Prabowo mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (19/5/2021). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Edhy Prabowo kini harus menghadapi kenyataan bahwa hukuman terhadap dirinya menjadi lebih berat. Politikus Gerindra itu sebelumnya 'hanya' dihukum 5 tahun penjara karena suap izin ekspor benih lobster. Kini, hukumannya menjadi 9 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Vonisnya itu diperberat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Padahal, Edhy Prabowo sendiri yang mengajukan banding atas vonis 5 tahun penjara dari Pengadilan Tipikor Jakarta.
Mengilas balik, kasus Edhy Prabowo terungkap dalam OTT KPK pada akhir 2020 silam. Ketika itu, Edhy Prabowo baru saja pulang kunjungan kerja selaku Menteri Kelautan dan Perikanan dari Amerika Serikat.
Edhy Prabowo bersama sejumlah anak buahnya diyakini menerima suap sejumlah USD 77 ribu dan Rp 24.625.587.250 atau totalnya sekitar Rp 25,75 miliar. Duit itu berasal dari para pengusaha pengekspor benih benih lobster (BBL) terkait percepatan pemberian izin budidaya dan ekspor.
Ilustrasi uang sitaan KPK. Foto: Instagram/@official.kpk
Salah satu pemberinya adalah Suharjito selaku Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP). Ia menyuap Edhy Prabowo sebesar Rp 2,146 miliar.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan dakwaan dan fakta persidangan, uang suap yang diterima oleh Edhy Prabowo diduga mengalir kepada sejumlah pihak. Yakni 3 asisten pribadinya, pesilat Uzbekistan, hingga pedangdut.
Selain itu, uang tersebut juga dibelikan sejumlah aset mulai dari vila, puluhan sepeda, belanja istri di Hawaii, hingga barang-barang mewah lainnya.
KPK mendapat pujian karena Edhy Prabowo merupakan menteri aktif pertama yang terjaring OTT. Namun, pujian berbalik menjadi sorotan saat KPK menuntut Edhy Prabowo.
Dalam persidangan, KPK menuntut Edhy Prabowo dengan pidana penjara selama 5 tahun. Padahal, Edhy Prabowo dijerat Pasal 12 UU Tipikor yang ancaman maksimalnya ialah penjara seumur hidup atau 20 tahun penjara. Tuntutan 5 tahun penjara itu bahkan mendekati batas minimal ancaman hukuman dalam pasal itu.
ADVERTISEMENT
Berikut bunyi pasal tersebut:
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
Tuntutan KPK itu pun diakomodir menjadi vonis Pengadilan Tipikor Jakarta. Edhy Prabowo divonis 5 tahun penjara.
KPK puas dan tidak mengajukan banding. Yang mengajukan banding malah Edhy Prabowo.
Terdakwa Edhy Prabowo memijat keningnya saat mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (18/5/2021). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Namun, hakim banding memperberat hukuman Edhy Prabowo 4 tahun dibanding putusan sebelumnya. Kini, hukumannya menjadi 9 tahun penjara.
Vonis banding ini diketok pada 1 November 2021. Majelis banding diketuai Haryono dengan hakim anggota Mohammad Lutfi, Singgih Budi Prakoso, Renny Halida Ilham Malik, dan Anthon Saragih.
ADVERTISEMENT
Dalam putusannya, hakim banding menyatakan bahwa hukuman 5 tahun penjara untuk Edhy Prabowo dinilai belum adil. Sehingga, dinilai layak diperberat.
"Penjatuhan pidana pokok kepada Terdakwa tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat yang seharusnya ditangani secara extra dan luar biasa," bunyi putusan hakim dikutip dari situs MA, Jumat (12/11).
ICW mengapresiasi hukuman Edhy Prabowo diperberat. Menurut ICW, vonis banding itu secara tak langsung mengkonfirmasi bahwa hukuman 5 tahun penjara untuk Edhy Prabowo merupakan vonis keliru.
"Juga menggambarkan betapa rendahnya tuntutan yang dilayangkan jaksa KPK terhadap Edhy Prabowo. Bagaimana tidak, pasal yang digunakan oleh KPK sebenarnya memungkinkan untuk menjerat Edhy hingga hukuman maksimal, namun pada faktanya hanya 5 tahun penjara," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, dalam keterangannya.
Kurnia Ramadhan, peneliti ICW. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Di sisi lain, KPK menilai vonis banding itu dan pertimbangan dalam tuntutan jaksa mempunyai keyakinan dan pandangan yang sama. Yakni bahwa Edhy Prabowo secara meyakinkan terbukti bersalah menerima suap dalam pengurusan izin budi daya lobster dan ekspor benur.
ADVERTISEMENT
"Jika kita melihat putusan banding yang memperberat hukuman terdakwa, artinya majelis hakim punya keyakinan dan pandangan yang sama dengan Tim Jaksa KPK bahwa terdakwa secara meyakinkan terbukti bersalah menerima suap dalam pengurusan izin budi daya lobster dan ekspor benur," kata plt juru bicara KPK Ali Fikri.
KPK tidak menanggapi secara spesifik soal hukuman pokok Edhy Prabowo yang diperberat menjadi 9 tahun penjara. KPK mengaku menghormati putusan hakim itu.
Poin yang menjadi apresiasi KPK ialah terkait putusan pidana uang pengganti senilai Rp 9,6 miliar dan USD 77 ribu. "Hal tersebut penting sebagai bagian dari asset recovery yang menyokong penerimaan negara melalui upaya pemberantasan korupsi," kata Ali.