Hutan Papua, Benteng Terakhir Indonesia Hadapi Perubahan Iklim

3 Desember 2021 15:57 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tutupan hutan di Malaumkarta Raya, Provinsi Papua Barat. Foto: Dok. Yayasan EcoNusa/Moch. Fikri
zoom-in-whitePerbesar
Tutupan hutan di Malaumkarta Raya, Provinsi Papua Barat. Foto: Dok. Yayasan EcoNusa/Moch. Fikri
ADVERTISEMENT
Hutan di Tanah Papua kini menjadi satu-satunya benteng Indonesia menghadapi perubahan iklim. Kenapa begitu?
ADVERTISEMENT
Tutupan hutan-hutan di wilayah Sumatera dan Kalimantan dalam beberapa dekade terakhir telah berkurang cukup drastis karena pengalihan fungsi lahan.
Menurut, analisis WWF, hutan Sumatera dan Kalimantan masuk dalam 29 lokasi di Amerika Selatan, Afrika, dan Asia Tenggara yang bertanggung jawab atas lebih dari separuh hilangnya hutan global.
Meski pemerintah telah mengeklaim deforestasi mulai menurun sejak 2015, namun deforestasi terlihat meningkat di sejumlah provinsi dengan wilayah hutan yang luas, termasuk Papua dan Papua Barat. Memperlihatkan deforestasi merambah ke hutan Indonesia bagian timur.
Deforestasi di sejumlah provinsi di Indonesia pada 2015-2019. Foto: Yayasan Auriga Nusantara
Berdasarkan catatan Koalisi Indonesia Memantau, yang terdiri dari 11 LSM lingkungan dan masyarakat adat, hutan Papua dan Papua Barat kehilangan 663.443 hektar hutan sepanjang 2001-2019. Rata-rata pertahun angkanya sekitar 34.918 hektar yang musnah, dengan angka tertinggi pada 2015 mencapai 89 ribu hektar.
Grafik laju deforestasi hutan di Tanah Papua dalam 2 dekade terakhir. Foto: Yayasan Auriga Nusantara
Jika dilihat dari grafik di atas, memang laju deforestasi mulai menurun. Namun patut diingat, dalam 1 dekade terakhir (2011-2019) luasan hutan di tanah Papua yang hilang lebih besar, yakni 71 persen, daripada periode 2001-2010, yang sebesar 29 persen.
ADVERTISEMENT
Tentu ini harus menjadi pengingat agar di dekade selanjutnya, laju deforestasi semakin ditekan dan tak semakin membesar. Hutan Papua tak hanya sebagai pengendali perubahan iklim dunia, namun juga menjadi rumah bagi megabiodiversitas dan tempat tinggal masyarakat adat yang masih bergantung pada hutan.

Komitmen Pemprov Papua Barat dan Papua

Aktivis Greenpeace memegang poster dan replika pohon yang terbakar saat melakukan protes di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta, Kamis (8/4). Foto: Ajeng Dinar Ulfiana/REUTERS
Untuk menjaga 'benteng terakhir' Indonesia ini tentu membutuhkan kerja sama dan komitmen semua pihak. Papua Barat telah mendeklarasikan Provinsi Konservasi pada Oktober 2015.
Inisiatif tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan Deklarasi Manokwari pada 2018 yang menyebutkan komitmen Papua Barat dalam menjaga 70 persen luas daratan sebagai kawasan lindung.
Komitmen ini sesuai Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) tentang Pembangunan Berkelanjutan di Papua Barat yang rancangannya diluncurkan pada 2018 lalu. Aturan ini menjadi dasar Papua Barat mengkaji ulang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW).
ADVERTISEMENT
Pengkajian ini adalah upaya Papua Barat mengembalikan proporsi kawasan lindung menjadi 70 persen dan budi daya 30 persen dari total luasan hutan 8,75 juta hektar.
Sejumlah truk pengangkut BBM dari TBBM Nabire melintasi kawasan hutan menuju sejumlah daerah pedalaman diantaranya dogiyai, paniai hingga yang terjauh Kampung Obano di Papua, Rabu (28/11/2018). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Provinsi Papua juga tak mau kalah. Selain menandatangani Deklarasi Manokwari, Provinsi Papua mengusung Visi 2100 sebagai dasar pembangunan berkelanjutan.
Untuk mencapai hal itu, Provinsi Papua membuat beberapa peraturan seperti Perdasus No. 21/2008 tentang Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Provinsi Papua dan Perdasus No. 23/2008 tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan Hak Perorangan Warga Masyarakat Adat atas Tanah.
RTRW dan RPJMD Provinsi Papua juga mengedepankan aspek lingkungan. Kemudian dilanjutkan dengan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), yang menjadi acuan berbagai pihak dalam pembangunan Papua, termasuk sektor swasta.
ADVERTISEMENT