ICW: DPR Punya Empat Konflik Kepentingan di Pansus Hak Angket KPK

12 Juni 2017 19:52 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ICW (Foto: Fahrian Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
ICW (Foto: Fahrian Saleh/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket KPK resmi terbentuk. Dalam masa kerja 60 hari, pansus tersebut akan bekerja menggali keterangan mengenai fungsi pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK.
ADVERTISEMENT
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai ada empat konflik kepentingan di balik pembentukan Pansus Hak Angket KPK tersebut.
"Pertama ada konflik kepentingan individu. Karena jelas, ketua Pansus KPKnya sendiri, Agun, disebut namanya di persidangan. Dan ada tiga anggota pansus yang juga disebut di persidangan oleh Novel Baswedan, mengancam Miryam," ujar aktivis ICW, Emerson Yuntho, di kantor DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Jakarta Pusat, Senin (12/6).
Konflik kepentingan yang kedua, kata Emerson, berkaitan dengan kewenangan KPK dalam mengusut kasus korupsi secara massal, yang dapat mengancam komisi-komisi di DPR.
"Kita ambil contoh di kasus Damayanti. Damayanti pernah menyebutkan ada 54 anggota komisi DPR yang terlibat kasus proyek tersebut. Itu kalau KPK enggak dibendung, 54 orang itu akan kebendung semua," ujar Emerson.
ADVERTISEMENT
Ketiga, hak angket KPK juga dipandang memiliki kepentingan secara institusi, dalam hal ini institusi yang berkepentingan adalah DPR.
Menurut Emerson, BPK pernah mengeluarkan hasil audit mengenai kunjungan kerja DPR. Dari audit tersebut, didapatkan hasil bahwa kunjungan-kunjungan tersebut telah merugikan negara sebesar Rp 945 Milyar.
"Ini lebih besar dari kasus Hambalang. Kalau KPK menangani ini, semuanya bisa kena. Kita agak kesal dengan teman-teman di DPR. Mereka enggak fair," kata dia.
"Mereka mempermasalahkan audit BPK soal dana yang digunakan KPK, tapi enggak pernah menyinggung soal kunjungan kerja itu. Padahal ini soal serius, ini uang pajak dari rakyat yang digunakan untuk kunjungan dengan laporan yang asal-asalan," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Dan yang keempat, partai politik menurut Emerson juga memiliki konflik kepentingan dalam hak angket KPK. Ia menjelaskan, ICW pernah membuat mapping mengenai anggota-anggota kader partai politik yang ikut mendukung hak angket KPK.
"Dari 72 kader yang di proses, PDIP ada 23, Golkar 22, PAN 10, Nasdem 1, Gerindra 6. Sehingga, bisa disimpulkan ketujuh anggota parlemen yang bergabung di hak angket, mereka punya ketersinggungan dengan KPK," jelas Emerson.