ICW Minta Komisi Yudisial Awasi Proses Sidang Praperadilan Firli-Eddy Hiariej

10 Desember 2023 19:45 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Foto: CAHYADI SUGI/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Foto: CAHYADI SUGI/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengomentari sidang perdana praperadilan Ketua KPK non-aktif Firli Bahuri dan eks Wamenkumham Eddy OS Hiariej yang akan digelar pada Senin (11/12) besok di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
Firli mengajukan praperadilan atas status tersangka terkait kasus pemerasan, suap dan penerimaan gratifikasi. Kasus ini ditangani Polda Metro Jaya. Sedangkan Eddy Hiariej, melawan KPK terkait penetapan tersangka terkait kasus dugaan suap-gratifikasi.
ICW berpandangan selain memastikan bukti yang dihadirkan bisa membantah argumentasi status tersangka, penting pula untuk mengawasi proses persidangan agar berjalan mandiri atau bebas dari intervensi pihak mana pun.
"Sulit dipungkiri, sekalipun mengajukan permohonan praperadilan merupakan hak dari setiap tersangka, namun jalur tersebut kerap digunakan sebagai jalan pintas untuk terbebas dari jerat hukum," dikutip dari siaran pers ICW, Minggu (10/12).
Indonesia Corruption Watch (ICW). Foto: Facebook/Sahabat ICW
"Proses persidangan cepat ditambah adanya perluasan objek praperadilan pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 membuat gerombolan koruptor silih berganti menguji keabsahan proses hukumnya," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Menurut ICW, tak jarang proses persidangan dinilai banyak pihak ganjil dan putusannya pun akhirnya mengabulkan permohonan para tersangka.
"Sebagai contoh, keganjilan putusan praperadilan Komjen Budi Gunawan tahun 2015 lalu. Kala itu, hakim tunggal PN Jakarta Selatan, Sarpin, melakukan akrobat hukum dengan memaksakan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan. Bukan cuma itu, Sarpin juga bermanuver melalui putusannya dengan mengatakan Budi bukan merupakan aparat penegak hukum," beber ICW.
Selain Budi Gunawan, sambung ICW, kejanggalan proses persidangan praperadilan di PN Jakarta Selatan juga tampak dalam permohonan tahap I mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto.
Ilustrasi Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Foto: farzand01/Shuttersock
"Bagaimana tidak, hakim Cepi Iskandar saat itu sempat menolak unjuk bukti yang disodorkan oleh Biro Hukum KPK. Bahkan, pertanyaan yang diajukan Cepi melebar dengan mempersoalkan status kelembagaan KPK, Ad-Hoc atau permanen," ujar ICW.
ADVERTISEMENT
Menurut ICW, keganjilan ini bukan tidak mungkin akan terlihat kembali di persidangan praperadilan Firli dan Eddy. Apalagi, kata ICW, PN Jakarta Selatan dikenal banyak mengabulkan permohonan tersangka korupsi.
"Dalam catatan Indonesia Corruption Watch, dari rentang waktu 2015-2021 setidaknya terdapat 9 Tersangka yang dikabulkan permohonannya oleh hakim tunggal di PN Jakarta Selatan," kata ICW.
Oleh sebab itu, ICW mendesak lembaga pengawas kode etik hakim, yakni, Komisi Yudisial (KY), mengambil peran dengan mengirimkan tim guna memperhatikan setiap agenda persidangan yang berlangsung terkait praperadilan Firli dan Eddy.
"Hal ini juga sejalan dengan penerapan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman jo. Pasal 20 ayat (1) huruf a UU KY. Di mana dalam dua aturan itu disebutkan bahwa dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim dilakukan pengawasan eksternal oleh KY. Hal ini penting guna memitigasi hal-hal di luar proses hukum terjadi dalam persidangan Firli dan Eddy," tandasnya.
ADVERTISEMENT