Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai KPK tidak serius menangani kasus dugaan penerimaan suap melibatkan mantan Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej. KPK dinilai tak ada tindak lanjut usai status tersangka Eddy Hiariej gugur karena praperadilan dikabulkan.
ADVERTISEMENT
“ICW memandang KPK tidak serius dalam menangani perkara dugaan tindak pidana korupsi mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Eddy Hiariej,” kata peneliti ICW, Diky Anandya, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (27/2).
Penilaian ICW itu didasarkan bahwa sejak status tersangka Eddy telah gugur pada 30 Januari 2024 lalu, KPK tak pernah lagi mempublikasikan apa-apa.
“Hingga saat ini tidak ada informasi resmi dari KPK mengenai tindak lanjut dari proses penyidikan kasus tersebut,” ujar Diky.
Padahal, lanjut dia, putusan praperadilan Eddy sangat problematik dari sisi pertimbangan hakim. ICW menilai Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) gagal memahami konstruksi Pasal 44 UU KPK. Terkait fase penyelidikan yang berlaku di lembaga antirasuah.
ICW khawatir putusan praperadilan tersebut dimanfaatkan oleh tersangka lain untuk menggugat penetapan tersangkanya melalui jalur praperadilan.
ADVERTISEMENT
“Padahal jika dicermati lebih lanjut, kami menilai KPK bisa segera melanjutkan proses penyidikan dengan dasar surat perintah penyidikan yang sudah ada. Apalagi putusan praperadilan terhadap Eddy sama sekali tidak menganulir keabsahan sprindik tersebut,” jelas Diky.
“Harusnya tidak ada alasan bagi KPK untuk menunda penetapan Eddy sebagai tersangka,” tambah dia.
Diky menambahkan, bahwa penetapan ulang seseorang sebagai tersangka sudah pernah dilakukan KPK. Dia mencontohkan perkara Setya Novanto. Mantan Ketua DPR RI itu pernah memenangkan praperadilan melawan KPK pada 29 September 2017. Namun, tak lama berselang, tepatnya 31 Oktober 2017, KPK kembali menetapkan Setya sebagai tersangka.
ICW juga menegaskan, sah atau tidaknya penetapan tersangka yang dipersoalkan di praperadilan tidak menggugurkan tindak pidana. Hal ini didasarkan pada Pasal 2 ayat (3) PERMA No. 4 Tahun 2016.
ADVERTISEMENT
“Artinya, kewenangan penyidik untuk menetapkan kembali seseorang sebagai tersangka berdasarkan bukti permulaan yang cukup masih terbuka lebar,” pungkas dia.
Pada sisi lain, kekhawatiran ICW soal putusan praperadilan Eddy dimanfaatkan tersangka lain tampaknya benar. Status tersangka penyuap Eddy Hiariej, Helmut Hermawan, juga lepas lewat praperadilan.
Dia menggunakan dalil sama dalam pertimbangan praperadilan Eddy. Status tersangkanya dianggap tak sah karena dilakukan bersamaan dengan proses penyidikan.
Gugatan praperadilan Helmut dikabulkan hakim tunggal PN Jaksel pada sidang putusan yang digelar hari ini, Selasa (27/2). Dikabulkannya praperadilan tersebut membuat status tersangka Helmut gugur.
Beberapa waktu lalu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut proses penyidikan akan segera dibenahi. Guna menetapkan kembali Eddy Hiariej sebagai tersangka.
"[Putusan praperadilan] Itu kan cuma penafsiran atas prosedur saja. Tidak menyentuh substansi/pokok perkara. Tinggal kita perbaiki sesuai maunya hakim dan tetapkan lagi tersangka," kata Alex kepada wartawan, Kamis (1/2).
ADVERTISEMENT
Menurut Alex, KPK tidak perlu menerbitkan SP3 terkait Eddy Hiariej. Sebab, hanya status tersangka yang dibatalkan hakim. Bukan proses penyidikannya.