ICW Prediksi IPK RI 2023 Anjlok: Jejak Pemberantasan Korupsi Jokowi Nol Besar

29 Januari 2024 16:22 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Jokowi memegang printout aturan UU Pemilu yang menyebut bahwa presiden boleh kampanye. Penjelasan Jokowi itu disampaikan di Istana Bogor, Jumat (26/1/2024). Foto: Youtube/Sekretariat Presiden
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi memegang printout aturan UU Pemilu yang menyebut bahwa presiden boleh kampanye. Penjelasan Jokowi itu disampaikan di Istana Bogor, Jumat (26/1/2024). Foto: Youtube/Sekretariat Presiden
ADVERTISEMENT
Indonesia Corruption Watch (ICW) memprediksi Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2023 kembali merosot tajam. Lebih rendah dari tahun sebelumnya yakni 34.
ADVERTISEMENT
IPK Indonesia kembali akan dirilis Transparency International Indonesia (TII) besok, Selasa (30/1).
Menurut ICW, tantangan terbesar aparat penegak hukum adalah membongkar praktik korupsi politik. Namun kemudian Polri dan Kejaksaan Agung memutuskan untuk menunda penanganan perkara yang melibatkan peserta pemilu pada 2024.
Kebijakan itu dianggap keliru dan tidak masuk akal menurut ICW. Sebab, dinilai tidak ada ketentuan UU apa pun yang membenarkan penghentian penindakan hukum.
Terlebih, sektor politik adalah penyebab utama anjloknya IPK Indonesia.
“Salah satu yang menyebabkan IPK kita anjlok adalah korupsi di sektor politik. Oleh karena itu, segala potensi tindak pidana korupsi harus diatasi dengan penegakan hukum yang kredibel,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam konferensi persnya, Senin (29/1).
ADVERTISEMENT
“Kalau alasannya politisasi, maka solusinya bukan dihentikan sementara tapi pengawasan diperketat,” tambah dia.
Penyebab selanjutnya, kata Kurnia, adalah fenomena yang terjadi di KPK. Dari mulai pemberhentian Firli Bahuri hingga pungli Rutan yang melibatkan 93 pegawai KPK. Rangkaian masalah di KPK ini dianggap belum benar-benar selesai.
“Kami memproyeksikan gejolak di KPK ini belum seluruhnya berakhir. Kenapa belum sepenuhnya berakhir, karena presiden selaku pimpinan administrasi KPK sibuk dengan isu politik. Tapi justru kepeduliannya terkait kelembagaan penegakan hukum itu tidak ada,” ungkapnya.
Pemberantasan korupsi dianggap sangat terkait dengan Presiden Joko Widodo. Sebab, lewat revisi UU KPK, dia dianggap sebagai panglima pemberantasan korupsi, seperti dalam Pasal 3 UU KPK.
“Dalam konteks tanggung jawab presiden itu tertuang dalam Pasal 3 UU KPK, di mana pasal tersebut berbicara tentang pengikisan independensi KPK, KPK di bawah kekuasaan eksekutif, maka dari itu kami sebenarnya hanya mengembalikan tanggung jawab ini kepada Pak Jokowi agar cawe-cawenya dipindah, jangan cawe-cawe fokus pada 14 Februari tapi cawe-cawenya adalah soal perbaikan lembaga penegak hukum,” imbuh dia.
ADVERTISEMENT
Namun saat ini ICW mengaku sulit percaya lagi pada Jokowi dalam konteks rekam jejak pemberantasan korupsi.
“Karena selama ini rekam jejak pemberantasan korupsi dari Pak Jokowi itu nol besar, maka dari itu, kami memproyeksikan tidak banyak yang berubah dalam kondisi jelang pergantian pimpinan KPK,” imbuh Kurnia.