ICW Sebut Penonaktifan 75 Pegawai KPK Upaya Balas Dendam Firli Bahuri

14 Mei 2021 8:30 WIB
Ketua KPK, Firli Bahuri. Foto: Humas KPK
zoom-in-whitePerbesar
Ketua KPK, Firli Bahuri. Foto: Humas KPK
ADVERTISEMENT
Sebanyak 75 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) telah dinonaktifkan. Mereka diminta menyerahkan tugas dan tanggung jawab ke atasan masing-masing sampai keputusan lebih lanjut.
ADVERTISEMENT
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai TWK yang membuat 75 pegawai KPK tak lolos merupakan bagiana upaya balas dendam Ketua KPK, Firli Bahuri. Sebab di antara 75 pegawai KPK tersebut, terdapat sejumlah orang yang pernah menangani pelanggaran etik Firli ketika masih menjabat Deputi Penindakan KPK.
"ICW meyakini tes wawasan kebangsaan yang diikuti oleh seluruh pegawai dimanfaatkan Firli Bahuri sebagai upaya balas dendam. Betapa tidak, ada sejumlah orang di antara 75 pegawai KPK yang diberhentikan paksa sempat tergabung dalam tim investigasi dugaan pelanggaran kode etik Firli Bahuri saat ia masih menjabat sebagai Deputi Penindakan," ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, dalam keterangannya, Jumat (14/5).
Kurnia Ramadhana, peneliti ICW di diskusi terkait RUU KPK di kantor ICW, Jakarta, Jumat (20/9/2019). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Kurnia tak menyebut siapa pihak yang 'ditarget' Firli melalui TWK tersebut. Tetapi dari daftar pegawai yang tak lolos TWK, terdapat nama Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK, Herry Muryanto. Hal itu disampaikan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK, Sujanarko, yang ikut dalam daftar pegawai yang tak lolos.
ADVERTISEMENT
Sujanarko mengungkap Herry Muryanto pernah bersinggungan dengan Firli Bahuri. Yakni ketika Firli Bahuri diduga melanggar etik saat masih menjabat Deputi Penindakan KPK pada akhir 2018 lalu.
Menurut Sujanarko, Herry Muryanto merupakan Deputi Pengawas Internal dan Pengaduan Masyarakat (PIPM) yang menangani dugaan pelanggaran etik Firli Bahuri.
Pada akhir 2018 silam, Firli Bahuri memang sempat dilaporkan terkait pelanggaran etik saat menjabat Deputi Penindakan KPK.
KPK menyatakan bahwa Firli diduga melanggar kode etik berat saat masih menjabat Deputi Penindakan KPK. Hal itu tak terkait 4 pertemuan dengan pihak yang berkaitan dengan perkara ataupun pihak yang memiliki risiko independensi serta tidak melaporkan seluruh pertemuan tersebut kepada pimpinan KPK. Dua pertemuan di antaranya terjadi dengan Tuan Guru Bajang (TGB) selaku Gubernur NTB pada 2018.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua KPK pada saat itu Saut Situmorang menyebut bahwa hal ini berawal dari adanya laporan masyarakat pada 18 September 2018. Serangkaian pemeriksaan pun telah dilakukan terhadap Firli dan saksi-saksi yang selesai pada 30 Desember 2018.
Hasil pemeriksaan dari PIPM yang dipimpin Herry Muryanto itu kemudian diserahkan kepada pimpinan KPK pada akhir Januari 2019.
Pengumuman pelanggaran kode etik ini hanya selisih sehari menjelang Firli menjalani fit dan proper test untuk capim KPK. Firli Bahuri ketika itu menjadi kandidat kuat jadi pimpinan KPK periode 2019-2023.
Meski diduga melanggar etik berat, tidak ada sanksi yang dijatuhkan. Sebab kala itu, Firli Bahuri sudah ditarik Polri untuk menjabat Kapolda Sumatera Selatan. KPK kemudian memberhentikannya dengan hormat atas penarikan Polri itu.
Ketua KPK Firli Bahuri saat Penyerahan Hasil Asesmen Tes TWK Pegawai KPK di Kantor Kementerian PANRB, Selasa (27/4). Foto: Dok. KemenPAN RB

Dendam Firli Terkait Protes Petisi dari Pegawai KPK

Kurnia menambahkan, dendam Firli terhadap para pegawai yang tak lolos TWK juga terkait petisi yang sempat digaungkan.
ADVERTISEMENT
Ketika itu, pegawai KPK membuat petisi yang mempersoalkan upaya menghambat penanganan kasus di tingkat Kedeputian Penindakan yang dipimpin Firli Bahuri.
"Selain itu, dendam ini juga terkait dengan isu petisi yang sempat digaungkan oleh pegawai KPK tatkala memprotes kontroversi Deputi Penindakan, di antaranya: penanganan perkara yang mandek, memperlakukan khusus seorang saksi, tingginya tingkat kebocoran informasi penindakan, dan tidak disetujuinya sejumlah penggeledahan," ujar Kurnia.
Sehingga merujuk 2 poin tersebut, kata Kurnia, menguatkan kesimpulan TWK hanya sebagai alat Firli untuk menyingkirkan pihak tertentu di KPK.
"TWK ini sekadar formalitas belaka yang didasarkan penilaian subjektif Firli Bahuri," ucapnya.
****
Saksikan video menarik di bawah ini: