Ide Agak Lain Anggota Komisi II Soal Putusan MK: 4 Pemilu 4 Tahun Mulai 2029
7 Juli 2025 12:18 WIB
·
waktu baca 3 menitIde Agak Lain Anggota Komisi II Soal Putusan MK: 4 Pemilu 4 Tahun Mulai 2029
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKB, Mohammad Toha, mengusulkan agar dalam 4 tahun ada 4 Pemilu yang diadakan.kumparanNEWS



ADVERTISEMENT
Putusan MK soal pemisahan pemilu nasional dan lokal masih menimbulkan polemik. Tapi, ada muncul usulan agak lain dari anggota Komisi II DPR dalam menyikapi putusan ini.
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PKB, Mohammad Toha, mengusulkan agar dalam 4 tahun, ada 4 Pemilu yang diadakan. Artinya, setiap tahun ada satu kali pemilu yang digelar.
“Jadi nanti KPU-Bawaslu itu 2027 kan pergantian semua, Pak. Silakan kita serentakkan juga 2027 ini. Kemudian 2028 itu sudah melakukan pra-pemilu, selesai semuanya. Mobil sudah ada, gedung sudah ada, SDM sudah ada, duit sudah ada,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat pada Senin (7/7).
“2029, Pemilu DPR RI. Pemilu 2030, Pemilu Presiden,” sambungnya.
Lalu, untuk selanjutnya, pemilu lokal dilanjutkan di tahun berikutnya. Pemilunya bisa dimulai dari 2031.
“2031, pemilu Pilkada. 2032, pemilu Kades. Jadi nanti yang ngurus Pilkades juga biar Pak Bawaslu KPU, biar ada kegiatan,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Namun, Toha tidak menjelaskan kapan Pileg lokal: DPRD provinsi, kabupaten, dan kota, kapan digelar.
Menurutnya, konsepnya ini agar pada setiap tahunnya, KPU memiliki kegiatan. Selain itu, agar masyarakat bisa merasakan pesta demokrasi setiap tahunnya.
“Jadi setiap tahun ada tahapan, berarti ada anggaran, ada kegiatan. Dan masyarakat, rakyat, pesta-nya tiap tahun Pak. Artinya pesta-nya juga tiap tahun, mereka juga bisa berpikir panjang,” imbuhnya.
Dalam rapat ini, KPU menyampaikan mendapat pagu anggaran indikatif mencapai Rp 2.768.839.731.000. Dari jumlah itu, KPU masih meminta tambahan anggaran mencapai Rp 986.059.941.000.
Anggaran itu dipakai untuk:
A. Kebutuhan belanja gaji dan tunjangan kinerja TA 2026 bagi CPNS 2.808 orang dan PPPK 3.486 orang yang tersebar di seluruh Indonesia, serta kebutuhan diklat pelatihan dasar bagi CPNS 2025 sebesar Rp 695.816.955.000.
ADVERTISEMENT
B. Kebutuhan anggaran untuk kegiatan pengelolaan JDIH dan penyuluhan produk hukum, pengelolaan kehumasan, pendidikan pemilih pemula, dan kelompok rentan marjinal, pendataan DPT (Daftar Pemilih Tetap) berkelanjutan dan penyusunan peta indeks partisipasi pemilih sebesar Rp 290.243.036.000.
DPR Anggap Putusan MK Berpotensi Langgar Konstitusi
Putusan MK menyebutkan pemilu nasional dan lokal dipisah. Pemilu lokal: Pilkada, Pileg DPRD provinsi, kabupaten, kota digelar paling cepat 2 tahun dan paling lama 2 tahun 6 bulan setelah DPR-DPR, presiden-wakil presiden dilantik. Atau paling cepat 2031.
DPR dan pemerintah sempat rapat bersama. Dari hasil kajian awal, putusan MK ini justru berpotensi melanggar konstitusi.
Dalam Pasal 22E ayat 1 Undang-Undang Dasar RI tahun 1945 mengatur bahwa Pemilu Presiden, DPR RI, DRPD, dan DPD RI diadakan 5 tahun sekali.
ADVERTISEMENT
Berikut bunyi Pasal 22E Ayat 1 itu:
Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
"Lalu pemilu memilih presiden-wakil presiden, anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD, Oke. Lalu kalau kemudian kita ikuti putusan MK, Pemilu untuk anggota DPRD dilaksanakan tidak 5 tahun sekali, khusus tahun 2029 ke 2031 ini kan juga bisa menimbulkan tafsir kita melanggar konstitusi,” ujar Rifqi kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (30/6).
Sampai saat ini, belum ada keputusan dari DPR dan pemerintah tentang sikap yang harus diambil terkait putusan MK itu.
Perludem Sarankan Ajukan JR Baru
Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, menyatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bukan sesuatu yang tidak bisa diubah. Caranya, mengajukan judicial review (JR) atas pasal yang sama di Undang-Undang.
ADVERTISEMENT
“Kalau kita ingin mengubah putusan MK, ya ajukan kembali judicial review atas pasal yang sama. Karena toh Mahkamah kan project story-nya, dia pernah merubah pendirian karena argumentasi hukum yang kuat,” kata Titi dalam forum diskusi publik dengan tema proyeksi desain pemilu paska putusan MK, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jumat (4/7).
“Kalau tidak sepakat, ya silakan ajukan JR lagi. Itulah cara paling konstitusional. Karena kita ini negara hukum,” sambungnya.