Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Tak ada kata menyerah bagi Prabowo. Selagi ada umur, selagi ada tenaga, segala ia berikan untuk pertarungan--dan pertaruhan--politik besar di republik ini: pemilihan presiden.
ADVERTISEMENT
Tahun 2019 menjadi kali ketiga Prabowo Subianto maju di pilpres, setelah 2009 (kala itu sebagai calon wakil presiden berpasangan dengan Megawati Soekarnoputri) dan 2014 (sebagai calon presiden berpasangan dengan Hatta Rajasa).
Pada kedua pilpres terdahulu, ia kalah. Tapi kalah-menang adalah biasa dalam politik, dan Prabowo kini kembali menjajal peruntungannya.
“Saya adalah pemegang mandat, saya adalah pejuang Partai Gerindra . Selama saya diberi kekuatan oleh Yang Maha Kuasa, dan selama saya dipercaya oleh Partai Gerindra, akan saya jalankan. Dengan segala tenaga saya, dengan segala jiwa raga saya, seandainya Partai Gerindra memerintahkan saya untuk maju dalam pemilihan presiden yang akan datang, saya siap melaksanakan tugas tersebut,” kata Prabowo dalam Rapat Kerja Nasional Partai Gerindra di Hambalang, Bogor, Rabu (11/4).
Usai Rakornas malam itu, bekas komandan jenderal Kopassus itu lantas, dengan bertelanjang dada, diarak para kader berbaret merah.
ADVERTISEMENT
Prabowo pun dihujani komentar. “Kami apresiasi kenekatan Pak Prabowo menjadi bakal calon presiden,” kata politikus PDIP Masinton Pasaribu.
Sementara Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen, senior Prabowo di militer, mengatakan, “Belum capek dia, sudah berkali-kali mencalonkan diri. Sekarang capres lagi. Kalau masih kuat, ya bagus. Kuat fisik, kuat kantong, kuat jaringan. Bagus, bagus. Tapi kalau mau mandito , ya bagus juga. Bisa jadi penasihat, kingmaker.”
Nyatanya, ikhtiar Prabowo untuk kali ketiga--dan penghabisan, jika melihat umurnya lima tahun lagi akan 71 tahun--ini dihadapkan pada jalan berliku. Ia seolah tersandera sejumlah hal yang saling berkelindan: modal, penentuan calon wakil presiden, dan ambang batas presiden (presidential threshold).
Ihwal ambang batas yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum harus “memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR (minimal 112 kursi) atau 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya”, mungkin tertanggulangi dengan bergabungnya PKS. Namun, Gerindra harus memastikan koalisi ‘kecil’ yang rapuh ini aman sampai waktu pendaftaran kandidat capres-cawapres pada 4 Agustus.
ADVERTISEMENT
Apalagi PKS tampak masih maju-mundur dalam menambatkan hati ke Prabowo. “Insya Allah PKS akan berikan kepastian paling telat awal Agustus. Proses formal partai politik (terkait capres-cawapres, keputusan) di PKS harus lewat Majelis Syuro,” kata Presiden PKS Sohibul Iman kepada kumparan, Jumat (13/4).
Itu sebabnya Prabowo akhir April ini akan bertemu Majelis Syuro PKS. Gerindra pun setuju cawapres Prabowo diambil dari PKS agar suara partai pimpinan Sohibul Iman itu tak kabur.
Ada 9 nama dari PKS yang dipertimbangkan menjadi cawapres. Mereka ialah Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid, mantan presiden PKS Anis Matta dan Tifatul Sembiring, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno, Presiden PKS Sohibul Iman, Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al-Jufrie, Ketua DPP PKS Al Muzzammil Yusuf, dan Mardani Ali Sera.
ADVERTISEMENT
Dari kesembilan nama itu, menurut Ketua Dewan Pimpinan Pusat PKS Nasir Djamil, perlu dikaji lebih lanjut mana yang paling bisa mengerek elektabilitas Prabowo.
PKS bukannya tak tahu elektabilitas Prabowo tak sehebat dulu, jelang Pilpres 2014. “Kita akui bahwa berdasarkan survei, elektabitas Pak Prabowo itu stagnan.”
Gerindra tentu tak sebatas berharap pada PKS. Partai lain juga dibidik masuk radar koalisi Prabowo, misalnya PAN yang tiga petingginya (Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, dan Sekjen PAN Edy Soeparto) hadir sekaligus dalam Rakornas Gerindra.
ADVERTISEMENT
“Saya yakin kawan-kawan di PKS dan PAN akan sejalan dengan kami untuk melakukan perubahan besar,” kata Wakil Ketua Umum Gerindra, Arief Poyuono, berharap.
PAN menjawab diplomatis. “Belum koalisi dan kami belum mendukung, ya. Ini kan masih awal. Mungkin awal Mei mulai keliatan,” kata Zulkifli Hasan.
Selain PKS dan PAN, PKB ada dalam daftar calon mitra koalisi. Meski partai pimpinan Muhaimin Iskandar itu sampai saat ini cenderung mengindikasikan akan kembali mengusung Jokowi pada Pilpres 2019, loyalitas itu bukannya tanpa batas.
Sebab, dukungan PKB ke Jokowi disertai syarat: Cak Imin (sapaan Muhaimin) mesti diusung menjadi cawapres Jokowi.
ADVERTISEMENT
Seandainya ternyata cawapres Jokowi bukan Muhaimin, maka menurut Wasekjen PKB Faisol Reza, PKB akan lebih dulu berkonsultasi ke para kiai untuk menentukan arah koalisi.
“Pokoknya kami mematuhi apa yang menjadi keputusan kiai-kiai,” ujarnya.
Gerindra sepenuhnya paham. “Harapan kami, partai-partai itu (PAN, PKB, Demokrat yang belum menentukan sikap) bisa bergabung di poros Pak Prabowo. Mudah-mudahan koalisi Pak Prabowo segera terbentuk dan bisa dideklarasikan beserta cawapresnya,” ujar Wasekjen Gerindra Andre Rosiade.
Bayang Gatot
Gerindra punya batu sandungan cukup serius: Gatot Nurmantyo .
Lobi politik mantan Panglima TNI yang berniat mencalonkan diri jadi presiden itu, misalnya, diduga jadi alasan maju-mundurnya dukungan PKS terhadap Prabowo. Dan hal tersebut tak dipungkiri oleh Presiden PKS Sohibul Iman.
ADVERTISEMENT
Menurut Sohibul, Gatot memang sudah beberapa kali menghubunginya. “Tim saya dan Relawan Selendang Putih (yang menyokong Gatot) sedang merumuskan kapan waktunya (untuk bertemu).”
Meski PKS belum bertemu langsung dengan Gatot, Relawan Selendang Putih Nusantara (RSPN) yang bergerilya untuk Gatot telah berkunjung ke kantor DPP PKS, Kamis (12/4), untuk membahas pencalonan Gatot sebagai presiden.
“PKS salah satu (partai) yang kami fokuskan untuk pencapresan (Gatot). Kami ingin tahu sikap PKS gimana,” kata Ketua Umum RSPN Rama Yumatha di DPP PKS, Jakarta Selatan.
Kedatangan relawan Gatot ke kantor PKS itu ditangkap cepat oleh Gerindra sebagai sinyal bahaya. Esoknya, Gerindra menyatakan setuju cawapres Prabowo datang dari PKS.
Jauh hari sebelumnya, Gatot lebih dulu mendekati Gerindra. Gatot menyambangi Prabowo di kediamannya, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Februari 2018. Mereka kemudian menggelar pertemuan empat mata di ruangan tertutup.
ADVERTISEMENT
Pada pertemuan itu, menurut sejumlah sumber, Gatot melamar menjadi calon presiden Partai Gerindra, sekaligus menawari untuk menjamin segala pembiayaan pilpres, dengan pengusaha besar akan mem-backup di belakangnya.
Prabowo bergeming, dan Gatot hingga kini belum mendapat kendaraan politik untuk melaju ke pertarungan Pilpres 2019. Tentu saja, ia belum berhenti mencari.
Dilema Pendamping
Prabowo harus betul-betul cermat. Mencari calon wakil presiden dan menggalang koalisi bukan hal mudah dan menempatkannya pada posisi serba-dilematis.
Mencari cawapres yang bagus elektabilitas sekaligus direstui calon mitra koalisi, sama sekali tak gampang. Apalagi, tingkat keterpilihan Prabowo sendiri tak bagus. Jauh di bawah Jokowi menurut survei tiga konsultan politik.
ADVERTISEMENT
Hasil survei SMRC menunjukkan elektabilitas Prabowo 10,5 persen, sedangkan Jokowi tiga kali lipatnya yakni 38,9 persen. Di PolMark, Prabowo meraup 15,9 persen dan Jokowi 41 persen. Di Indo Barometer tak beda jauh, Prabowo 13,8 persen sedangkan Jokowi melejit 44,9 persen.
Berkaca pada sejumlah hasil survei itu, Prabowo memang perlu memikirkan matang-matang siapa cawapres yang bisa membantunya mengejar ketertinggalan elektabilitas.
Sementara realitas politik sepertinya membatasi pilihan cawapres Prabowo. Jika melihat skenario koalisi antarpartai, pilihan Prabowo terbatas pada calon yang diajukan PKS, PAN, PKB--atau mungkin Demokrat bila partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono itu mau merapat.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan skenario tersebut, apabila mengacu pada survei Poltracking pada Februari 2018, setidaknya ada 3 nama yang mengerucut: Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan asal PKS, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.
Pada survei Poltracking itu, Cak Imin mengantongi elektabilitas 6,6 persen, Aher 4,7 persen, dan Zulkifli 1,6 persen. Angka-angka itu tak seberapa dibanding elektabilitas tokoh-tokoh lain di luar cawapres potensial tiga partai itu.
Agus Harimurti Yudhoyono, misalnya, punya elektabilitas paling tinggi yakni 15,2 persen. Angka itu bersaing dengan elektabilitas mantan rivalnya di Pilkada DKI Jakarta, Gubernur Anies Baswedan, di kisaran 14,1 persen suara.
Di bawah AHY dan Anies, bertengger Gatot Nurmantyo dengan 12,7 persen suara. Masalahnya, apakah partai-partai calon mitra koalisi Prabowo bersedia bila Gerindra memilih cawapres di luar kader partai mereka?
Silang sengkarut penentuan cawapres Prabowo kian pelik dengan tambahan satu persoalan lagi: logistik atau modal.
ADVERTISEMENT
Prabowo dan keluarga Djojohadikusumo yang selama ini menjadi penyokong finansialnya, diisukan tak memiliki logistik sepenuh pilpres sebelumnya.
Hashim Djojohadikusumo, adik Prabowo yang juga Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, meski mengatakan modal duit Prabowo cukup untuk pilpres, juga berujar “Kalau ada cawapres dengan akses ke logistik, alhamdulillah, puji Tuhan.”
Senada, Wakil Ketua Umum Gerindra Ferry Juliantono pun berharap cawapres Prabowo nantinya “ikut memikirkan masalah logistik bersama-sama.”
Nah, bila urusan logistik jadi pertimbangan utama, pilihan pendamping Prabowo jadi lebih terbatas. Satu-satunya calon yang punya kriteria “pendanaan tak terbatas” mungkin cuma Gatot Nurmantyo--yang itu pun tak berniat jadi cawapres, melainkan capres.
Prabowo sendiri sejauh ini tak banyak bicara. Sejak awal, seperti ia katakan pada pidato dalam Rakornas Gerindra, ia sadar, “Tugas ini sungguh sangat berat.”
ADVERTISEMENT
------------------------
Ikuti terus laporan mendalam Ikhtiar Pamungkas Prabowo di Liputan Khusus kumparan.