news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Imbas Merkuri, Bayi di Sumut Lahir dengan Otak di Luar Tempurung

19 November 2019 19:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi bayi tanpa tulang tengkorak. Foto: Centers for Disease Control and Prevention
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bayi tanpa tulang tengkorak. Foto: Centers for Disease Control and Prevention
ADVERTISEMENT
Dampak paparan merkuri di Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara, kepada bayi kembali terlihat. Setelah beberapa waktu lalu ada bayi terlahir dengan usus di luar perut, kali ini bayi terlahir dengan otak di luar tempurung kepala (Anenchepali).
ADVERTISEMENT
Bayi malang itu merupakan anak dari pasangan Soki Btr (43) dan Desmawita (35), warga Desa Aek Garingging, Kecamatan Lingga Bayu, Kabupaten Mandailing Natal. Dia lahir pada Senin (18/11) siang.
Bayi tersebut lahir dengan berat 3.200 gram dan panjang 50 cm. Namun usianya tak berlangsung lama. Bayi malang itu meninggal dunia beberapa jam setelah kelahirannya.
"Bayi sudah meninggal sore itu juga, pukul 19.35 WIB," ujar Bupati Madina Dahlan Hasan Nasution kepada kumparan, Selasa (19/11).
Dahlan menduga bayi perempuan itu tewas karena tercemar zat merkuri yang banyak digunakan penambang emas ilegal di Mandailing Natal. Air yang dikonsumsi masyarakat setempat diduga tercemar merkuri.
"Ya sangat erat kaitannya lah, cobakah adik bayangkan. Selama ratusan tahun di Madina ini kan tidak ada lahir seperti itu," ujar Dahlan.
ADVERTISEMENT
Menurut Dahlan, aksi penambangan emas ilegal marak terjadi di Mandailing Natal dalam 2 tahun terakhir. Jumlahnya bahkan mencapai ratusan titik.
"Banyak tambang ilegal, tidak hanya satu tempat tapi banyak tempat. Kalau dulu di daerah pedalaman, kalau sekarang di pinggir jalan-jalan berani mereka," ungkap Dahlan.
Ilustrasi kaki bayi. Foto: Shutterstock
Atas kejadian ini, Dahlan mengeluarkan surat edaran agar pejabat setempat mengawasi masyarakat yang membuka tambang emas di wilayahnya. Dalam surat edaran itu, dia menyebut bahwa sudah ada enam kasus kelainan organ tubuh pada bayi saat baru lahir selama dua tahun terakhir.
Kelainannya bermacam-macam mulai dari bayi dengan usus di luar (Gastroschicis), bayi bermata satu atau Cyclopia, hingga Anenchepali.
Sebab dampaknya berpengaruh pada lingkungan dan membahayakan dirinya, lantaran menggunakan bahan kimia untuk memisahkan emas dari batu.
ADVERTISEMENT
"Iya karena terkadang mamaknya lagi kerja di tempat mesin (pemisah) emas, sehingga walau bagaimana pun mereka pasti terkena imbas dari merkuri itu," ujar Dahlan.
Terkait peristiwa itu Dahlan mengaku tak sanggup mengatasinya. Ia meminta pemerintah pusat membantunya menyelesaikan permasalahan ini.
"Enggak hanya Pemkab Madina, enggak hanya Pemrov (Sumut), barangkali ya pemerintah pusat bisa membantu, sehingga ini bisa segera kita berhentikan dan carikan jalan keluarnya," ujar Dahlan.
Dahlan meminta penambangan emas ini tidak sepenuhnya ditutup karena masyarakat banyak hidup dari hasil penambangan emas. Hanya saja dia meminta ada sarana penambangan yang legal dan tidak menggunakan bahan kimia.
"Kalau saya bermohon titik-titik tambang rakyat itu ada, tapi mesinnya jangan kimia," harap Dahlan.
Dahlan Hasan Nasution. Foto: Facebook/@Agoes S Oedjoenk
Dia mengaku selama ini tidak bisa menghalangi masyarakat saat mengelola tambang ilegal. Sebab wilayah penambangan milik masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Kalau imbauan sudah berkali-kali kita sampaikan melalui pemuka agama, melalui tokoh adat, sudah berulang kali di dalam ceramah-ceramah. Makanya saya mohon pemerintah pusat, provinsi, TNI-Polri, bersatu lah," ujar Dahlan.
Terkait masalah ini, kata Dahlan, Gubernur Sumut dan BNPB dalam waktu dekat akan berkunjung ke Madina untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut.
Diwawancara terpisah Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Tatan Dirsan Atmadja, mengatakan akan menelusuri hadirnya tambang ilegal yang menggunakan merkuri dan mencemari lingkungan.
"Kita bersinergi dengan pemerintah daerah karena ini kan melibatkan tokoh yang ada, pemerintah setempat, kita tunggulah. Kita tunggu hasilnya kita tetap melakukan pendekatan persuasif (dulu)," ujar Tatan.