Ilustrasi kasus KPK

Imbas Revisi UU, KPK Akan Sulit Usut Kasus Rumit Macam e-KTP dan BLBI

25 September 2019 13:35 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kasus KPK Foto: Basith Subastian/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kasus KPK Foto: Basith Subastian/kumparan
ADVERTISEMENT
Berdasarkan revisi UU KPK, lembaga antirasuah itu kini mempunyai kewenangan menghentikan penyidikan atau penuntutan kasus. Hal tersebut dinilai akan membuat KPK akan sulit menangani kasus korupsi yang kompleks seperti e-KTP dan BLBI.
ADVERTISEMENT
Dalam revisi UU KPK, aturan itu termuat dalam Pasal 40 ayat (1). Bunyinya: "Komisi Pemberantasan Korupsi dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara Tindak Pidana Korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun".
Pada ayat selanjutnya, disebutkan juga bahwa penghentian penyidikan atau penuntutan itu dapat dicabut bila ditemukan bukti baru atau berdasarkan putusan praperadilan.
"Jangka waktu SP3 selama 2 tahun akan menyulitkan dalam penanganan perkara korupsi yang kompleks dan bersifat lintas negara. Dapat membuat KPK sulit menangani kasus-kasus korupsi besar seperti: E-KTP, BLBI, Kasus Mafia Migas, korupsi pertambangan dan perkebunan, korupsi kehutanan dan kasus lain dengan kerugian keuangan negara yang besar," ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah, dalam keterangannya, Rabu (25/9).
ADVERTISEMENT
Ia pun membandingkan KPK dengan penegak hukum lain dalam hal kewenangan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Menurut Febri, mengacu pada KUHAP, penegak hukum lain tidak ada batasan waktu penanganan kasus untuk bisa di-SP3.
"Dibandingkan dengan penegak hukum lain yang mengacu pada KUHAP, tidak terdapat batasan waktu untuk SP3. Padahal KPK menangani korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa, bukan tindak pidana umum," ujar Febri.
Terkait korupsi e-KTP, KPK sudah menjerat 12 orang dari berbagai kalangan. Mulai dari swasta, pejabat Kementerian Dalam Negeri, hingga anggota DPR. Setya Novanto yang kala itu Ketua DPR dan Ketua Umum Golkar pun termasuk dalam daftar yang dijerat KPK dalam kasus ini. Bahkan dalam pengembangannya, KPK menemukan ada kasus menghalangi penyidikan yang dilakukan dokter dan juga pengacara.
ADVERTISEMENT
Sebagian besar di antaranya sudah divonis bersalah oleh hakim. Bahkan hakim menguatkan ada kerugian negara Rp 2,3 triliun akibat kasus itu.
Kasus ini mulai masuk tahap penyidikan sejak April 2014. Ketika itu dua tersangka awalnya ialah pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto. Keduanya baru mulai disidangkan pada Maret 2017 atau hampir 3 tahun setelah masuk tahap penyidikan.
Sementara untuk kasus BLBI, KPK menjerat tiga orang. Kasus ini naik penyidikan pada 25 April 2017. Ketika itu, KPK menjerat Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Ia mulai disidangkan pada 14 Mei 2018 dan didakwa merugikan keuangan negara Rp 4,58 triliun. Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis 13 tahun penjara kepadanya. Hukumannya diperberat menjadi 15 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI.
ADVERTISEMENT
Namun dalam tahap kasasi di MA, ia dilepaskan hakim. Hakim kasasi menilai bahwa perbuatan Syafruddin bukan pidana, melainkan perdata atau administrasi.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten