Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Pemerintah Inggris akan meninjau ulang apakah larangan penggunaan GHB (Gamma-hydroxybutyrate) terlalu longgar. Peninjauan ini dilakukan setelah GHB diketahui dipakai Reynhard Sinaga untuk membius para korban perkosaannya.
ADVERTISEMENT
Diberitakan CNN, peninjauan diperintahkan oleh Menteri Dalam Negeri Inggris Priti Patel usai vonis seumur hidup terhadap Reynhard dibacakan, Senin (6/1). Patel meminta lembaga terkait melakukan peninjauan darurat terhadap legislasi pengendalian GHB.
"Sinaga melakukan kejahatan yang memuakkan dan sudah tepat dia dihukum seumur hidup. Saya menyatakan simpati kepada para korbannya," kata Patel, seperti dikutip dari Daily Mail.
"Saya sangat prihatin oleh adanya penggunaan obat ilegal seperti GHB untuk melakukan kejahatan ini, dan meminta Dewan Pertimbangan Penyalahgunaan Obat melakukan peninjauan untuk mengetahui apakah pengendalian terhadap obat ini cukup tegas," lanjut Patel lagi.
GHB adalah obat depresan tingkat tinggi yang juga dikenal sebagai ekstasi cair. Obat ini bisa memicu perasaan euforia atau meningkatkan hasrat seksual, namun rawan menyebabkan overdosis jika digunakan dalam takaran sedikit saja tak tepat.
ADVERTISEMENT
Di Inggris, GHB masuk narkoba kategori C dan dilarang dijual bebas. Memiliki GHB secara tidak sah bisa dipenjara hingga dua tahun dan denda yang tidak terbatas.
Oleh Reynhard obat ini dicampurkan di minuman alkohol, membuat para korbannya tidak sadarkan diri. Pengadilan menyebut Reynhard memperkosa 48 pria dengan cara ini, namun polisi menduga jumlah korbannya mencapai hampir 200 orang.
Menurut Hakim Suzanne Goddard QC yang menjatuhkan vonis terhadap Reynhard, mengatakan GHB yang dicampur alkohol bisa berakibat kematian. Goddard mengatakan, Reynhard tidak memedulikan hal itu hanya demi memenuhi hasrat seksualnya.
"Obat ini dengan dosis yang tepat membuat korban tidak sadar sepenuhnya akan apa yang terjadi, tapi juga bisa berisiko cedera serius atau kematian jika ada sesuatu yang salah," kata Goddard.
ADVERTISEMENT