Inggris Ganti Rugi Korban Skandal Transfusi Darah Terinfeksi HIV dan Hepatitis C

18 Agustus 2022 4:01 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi transfusi darah. Foto: Gary Cameron/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi transfusi darah. Foto: Gary Cameron/REUTERS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menangani skandal kontaminasi darah yang menginfeksi ribuan orang dengan HIV dan hepatitis C beberapa dekade lalu, Inggris menjanjikan ganti rugi pada Rabu (17/8).
ADVERTISEMENT
Mantan Hakim Pengadilan Tinggi Inggris, Brian Langstaff, mengungkap keputusan tersebut. Langstaff menjelaskan, setiap korban akan menerima GBP 100.000 (Rp 1,7 miliar).
Memimpin penyelidikan publik terhadap skandal itu, Langstaff merekomendasikan kompensasi bebas pajak sejak Juli. Investigasi pemerintah masih berlangsung hingga kini. Artinya, dana itu hanya pembayaran muka sambil menunggu penyelidikan selesai.
Pemerintah memperkirakan, ganti rugi akan disalurkan pada akhir Oktober. Pihaknya akan menjangkau para penyintas dan para pasangan dari korban yang tewas.
Ilustrasi obat antivirus HIV. Foto: Thinkstock
Kendati demikian, para aktivis mengkritik pemerintah lantaran tidak mempertimbangkan sebagian besar anggota keluarga yang terdampak. Mereka tidak akan mendapatkan pembayaran muka.
Penyelidik diharapkan mendesak kompensasi bagi kelompok tersebut setelah menyelesaikan investigasi pada tahun depan. Pihaknya harus memikirkan para orang tua dan anak korban pula.
ADVERTISEMENT
"Tidak ada yang bisa menggantikan rasa sakit dan penderitaan yang dialami oleh mereka yang terkena dampak ketidakadilan yang tragis ini," ungkap pernyataan Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, dikutip dari AFP, Kamis (18/8).
"[Pemerintah] mengambil tindakan untuk memberikan keadilan bagi para korban dan orang-orang yang kehilangan pasangan mereka secara tragis dengan memastikan mereka menerima pembayaran muka ini secepat mungkin," tambah dia.
Ilustrasi ambil sample darah. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Skandal itu berlangsung sepanjang 1970-an sampai 1990-an. Kesalahan fatal tersebut bermula dari kekurangan pasokan produk darah di Inggris.
Pelayanan Kesehatan Nasional Inggris (NHS) lantas terdesak untuk mencari pemasok-pemasok di negara lain, terutama dari Amerika Serikat (AS). Para donor dari negara itu meliputi kelompok yang berisiko tinggi terinfeksi seperti tahanan.
Ribuan orang yang menerima transfusi darah tersebut kemudian tertular hepatitis C dan HIV. Hingga 2.400 pasien tewas akibat infeksi terkait pada 1970-an dan 1980-an di Inggris.
ADVERTISEMENT
Pada 2009, penyelidikan publik menemukan bahwa para menteri seharusnya bertindak cepat untuk mengurangi ketergantungan impor. Pihaknya juga menyerukan kompensasi bagi korban.
Putusan Pengadilan Tinggi Inggris pada 2017 akhirnya mengizinkan para korban dan keluarganya untuk menuntut ganti rugi melalui sistem peradilan Inggris.