Ini Ancaman Pidana Paguyuban di Garut Gunakan Garuda Kepala Menghadap ke Depan

9 September 2020 16:46 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Paguyuban di Garut, Jabar, gunakan lambang Garuda Pancasila dengan kepala menghadap ke depan. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Paguyuban di Garut, Jabar, gunakan lambang Garuda Pancasila dengan kepala menghadap ke depan. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Pemerintah Kabupaten Garut menggandeng Kepolisian Resor Garut dan juga TNI untuk mengusut kasus dugaan pelanggaran penggunaan lambang negara pada Paguyuban Tunggal Rahayu. Paguyuban itu menggunakan lambang Garuda dengan kepala menghadap ke depan.
ADVERTISEMENT
"Makanya, saat ini kami cari apa saja yang menjadi pelanggarannya. Namun, saat ini baru diketahui soal itu (lambang negara)," kata Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kabupaten Garut Wahyudijaya, Rabu (9/9). "Siapa saja anggotanya Paguyuban Tunggal Rahayu dan dari kalangan mana, masih kami dalami juga," lanjut Wahyudijaya.
Wahyudijaya mengatakan Pemkab Garut bersama instansi lainnya dari TNI dan Polri sudah melakukan rapat koordinasi untuk menyelesaikan kasus dugaan pelecehan terhadap lambang negara burung garuda.
Lambang negara, kata dia, berdasarkan undang-undang tidak boleh diubah, bahkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri bahwa organisasi masyarakat tidak boleh menggunakan lambang negara, bendera, atau atribut lainnya untuk logo organisasi.
Undang-undang yang dimaksud adalah UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara Serta Lagu Kebangsaan. Pasal 57 UU itu mengatur hal tersebut. Pasal 57
ADVERTISEMENT
Setiap orang dilarang: a. mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara;
b. menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;
c. membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; dan
d. menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Adapun aturan pidana terhadap orang yang menggunakan lambang negara yang tidak sesuai atau pun untuk perkumpulan, maka bisa dipidana. Aturan pidananya tertuang dalam pasal-pasal berikut. Pasal 68
Setiap orang yang mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah
ADVERTISEMENT
Pasal 69
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), setiap orang yang:
a. dengan sengaja menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;
b. membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; atau
c. dengan sengaja menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini
Lebih lanjut Wahyudijaya mengungkapkan Paguyuban Tunggal Rahayu belum terdaftar di Bakesbangpol Garut, bahkan akta notaris paguyuban juga belum ada.
Untuk itu, pemkab setempat akan memprosesnya secara hukum yang berlaku.
Pemkab Garut, lanjut Wahyudijaya, sudah menyampaikan penanganan kasus itu kepada unsur kepolisian dan TNI untuk melakukan langkah hukum karena tindakannya mengarah pada pelecehan lambang negara dengan mengarahkan kepala burung lurus ke depan dan memakai mahkota.
ADVERTISEMENT
"Kami tadi sudah rapat dan sepakat bahwa hukum jadi prioritas penanganan kasus ini, nanti akan diketahui apakah ada persoalan pidananya atau tidak," kata Wahyudijaya.
Ia menambahkan bahwa paguyuban itu tidak hanya mengubah kepala Garuda Pancasila, tetapi melakukan dugaan pelanggaran lainnya, yakni membuat uang yang disinyalir akan digunakan untuk transaksi para anggotanya.
Selain itu, lanjut dia, akan menelusuri lebih lanjut tentang penggunaan gelar profesor, doktor, dan gelar akademis lainnya yang dituliskan pada nama pimpinan Paguyuban Tunggal Rahayu itu.
"Ada hal lain yang menjadi perhatian kami, yaitu penggunaan gelarnya. Hal ini sudah pelecehan terhadap dunia akademisi," kata Wahyudijaya.
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)