Ini Dasar Aturan yang Bikin KPK Bisa Supervisi atau Ambil Alih Kasus Firli

3 Juli 2024 13:21 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penyidikan kasus pemerasan mantan Ketua KPK Firli Bahuri masih belum rampung diselesaikan Polda Metro Jaya. Sejak 7 bulan ditetapkan sebagai tersangka pada November 2023, Firli Bahuri bahkan masih belum ditahan.
ADVERTISEMENT
Mandeknya kasus Firli Bahuri ini pun menuai sorotan. Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar, mengungkapkan bahwa KPK bisa mengambil alih kasus ini.
Ficar menyebut, hal tersebut diatur dalam KUHAP dan Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK.
Dalam aturan itu, KPK berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kasus yang menjerat Firli Bahuri adalah terkait pemerasan, atau gratifikasi, atau suap.
Dalam melaksanakan supervisi tersebut, KPK juga berwenang untuk mengambil alih perkara.
Pasal 10A ayat (1) KPK menyebutkan bahwa dalam melaksanakan wewenangnya, KPK dapat mengambil alih penyidikan dan/atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan.
ADVERTISEMENT
Pada ayat selanjutnya, diatur enam kriteria penanganan perkara yang bisa diambil alih KPK, yakni:
a. laporan masyarakat mengenai Tindak Pidana Korupsi tidak ditindaklanjuti;
b. proses penanganan Tindak Pidana Korupsi tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan;
c. penanganan Tindak Pidana Korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sesungguhnya;
d. penanganan Tindak Pidana Korupsi mengandung unsur Tindak Pidana Korupsi;
e. hambatan penanganan Tindak Pidana Korupsi karena campur tangan dari pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau
f. keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Ficar pun menyebut bahwa penyidikan kasus Firli Bahuri ini mesti diperbaiki jika diambil alih oleh KPK.
ADVERTISEMENT
"Seharusnya mekanismenya seperti itu, bahkan bisa langsung mengambil alih karena memang kasus dianggap macet dan penyidikannya harus diperbaiki," ujar Ficar kepada wartawan dikutip Rabu (2/7).
Lewat aturan itu, lanjut dia, perkara korupsi yang ditangani kepolisian dan kejaksaan disupervisi KPK.
"Tinggal keberanian Komisioner KPK untuk mengambil alih jika Polda [Metro Jaya] tidak jalan," pungkasnya.
Hal senada juga disampaikan ahli hukum pidana UGM Fatahillah Akbar. Ia menyebut, KPK bisa mengambil alih kasus tersebut karena ada kewenangan koordinasi dan supervisi.
Meski begitu, ia berpendapat bahwa sebaiknya perkara Firli Bahuri tersebut tetap ditangani Polda Metro Jaya.
"Sebaiknya Polda tetap menangani karena konflik kepentingan KPK tinggi. Namun, berdasarkan UU KPK memang KPK dapat mengambil alih kasus korupsi yang penanganannya lama," kata Akbar.
ADVERTISEMENT
Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pemerasan SYL sejak 22 November 2023. Namun, penyidik belum melakukan penahanan.
Firli pernah mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan karena menilai penetapannya sebagai tersangka tidak sah. Namun, gugatan itu diputus tidak dapat diterima.
Atas hal itu Firli kembali mengajukan praperadilan lagi ke PN Jakarta Selatan. Permohonan praperadilan kedua itu disampaikan Firli Bahuri pada Senin, 22 Januari 2024. Namun gugatan itu dicabut dengan alasan teknis dan perlu elaborasi lebih jauh.
Hingga kini polisi belum melengkapi berkas perkara Firli. Polda Metro sempat melimpahkan berkas ke Kejaksaan Tinggi Jakarta. Namun, lantaran dinilai belum lengkap, berkas dikembalikan ke penyidik untuk dilengkapi.
Perkembangan terbaru, Dirjen Imigrasi Kemenkumham, Silmy Karim, menyebut ada perpanjangan masa pencegahan ke luar negeri untuk Firli Bahuri.
ADVERTISEMENT
Silmy menerangkan bahwa Firli dicegah ke luar negeri untuk 6 bulan ke depan. Artinya, dia tidak bisa ke luar negeri hingga 25 Desember 2024.

Polda Metro Sebut Masih dalam Penyidikan

Dirreskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak di Polda Metro Jaya pada Rabu (3/7/2024). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Kasus Firli bahuri masih dalam penyidikan Polda Metro Jaya. Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak mengaku tidak ada kendala dalam penyidikan ini.
"Kami sampaikan sekali lagi bahwa dalam penanganan perkara a quo tidak ditemukan kendala apa pun, dan kami jamin penyidikan dalam penanganan perkara a quo bebas dari segala intervensi ataupun tekanan ataupun apa pun yang akan mengganggu jalannya penyidikan. Kami jamin bahwa penyidikan dalam penanganan perkara a quo akan berjalan secara profesional, transparan dan akuntabel," ujar Ade Safri.

Kasus Firli Bahuri

Ketua KPK Firli Bahuri saat memimpin konpers penahanan OTT Pj Bupati Sorong, Selasa (14/11/2023). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Dalam kasusnya, Firli Bahuri selaku Ketua KPK diduga memeras eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL). Politikus NasDem itu diduga terlibat kasus pungli di Kementerian Pertanian (Kementan) yang kemudian diusut KPK.
ADVERTISEMENT
Diduga, SYL memberikan sejumlah uang kepada Firli dengan imbalan kasusnya dapat diredam. Belakangan, KPK tetap memproses SYL menjadi tersangka. Firli kemudian dilaporkan ke Polda Metro Jaya.
Untuk SYL, ia didakwa menerima uang pungli Rp 44,5 miliar dari hasil memeras pejabat Kementan. Dalam persidangan, muncul pengakuan SYL pernah memberikan uang Rp 1,3 miliar kepada Firli Bahuri. Diduga untuk mengamankan kasus korupsi di Kementan yang diusut KPK.
Firli membantah soal uang Rp 1,3 miliar. Ia balik menuding SYL memfitnahnya.