Ini Pasal yang Bikin 2 Polisi Penembak Mati Anggota FPI Divonis Lepas

19 Maret 2022 10:08 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa Unlawful Killing anggota Laskar FPI Ipda M Yusmin Ohorella (kiri) dan Briptu Fikri Ramadhan (kanan) mengikuti sidang putusan yang digelar secara virtual di Jakarta, Jumat (18/3/2022). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa Unlawful Killing anggota Laskar FPI Ipda M Yusmin Ohorella (kiri) dan Briptu Fikri Ramadhan (kanan) mengikuti sidang putusan yang digelar secara virtual di Jakarta, Jumat (18/3/2022). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Vonis lepas dua polisi yang menembak mati 6 anggota FPI menjadi perhatian publik. Sebab, dalam vonisnya, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan pembunuhan itu terbukti.
ADVERTISEMENT
Hakim menyatakan bahwa Brigadir Polisi Satu Fikri Ramadhan dan Inspektur Polisi Dua Mohammad Yusmin Ohorella terbukti menghilangkan nyawa orang lain sebagaimana dakwaan Pasal 338 KUHP.
Namun, hakim menilai perbuatan kedua polisi itu tidak dapat dipidana. Sebab, merupakan bentuk pembelaan terpaksa.
Apa itu pembelaan terpaksa?
Ketentuan mengenai hal tersebut termuat dalam Pasal 49 KUHP yang berbunyi:
(1) Tidak dipidana, barangsiapa melakukan tindakan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat dan yang melawan hukum pada saat itu.
(2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak boleh dipidana.
ADVERTISEMENT
Ketentuan itu pun yang kemudian menjadi dasar pertimbangan hakim melepaskan kedua terdakwa. Dalam putusannya, hakim sempat membeberkan peristiwa penembakan pada 7 Desember 2020.
Bermula ketika adanya penyelidikan terkait kemungkinan adanya pengerahan massa ketika Habib Rizieq diperiksa. Saat itu, Habib Rizieq akan diperiksa atas kasus pelanggaran protokol kesehatan.
Terdakwa Unlawful Killing anggota Laskar FPI Ipda M Yusmin Ohorella (kiri) dan Briptu Fikri Ramadhan (kanan) mengikuti sidang putusan yang digelar secara virtual di Jakarta, Jumat (18/3/2022). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
Tim polisi diterjunkan ke lokasi untuk penyelidikan. Termasuk kedua terdakwa.
Penyelidikan itu berujung kejar-kejaran mobil antara polisi dengan anggota FPI. Mobil yang ditumpangi kedua terdakwa mengejar hingga daerah Karawang.
Sempat terjadi insiden penyerangan hingga penembakan saat kejar-kejaran tersebut. Hingga akhirnya mobil anggota FPI ditemukan di sebuah rest area.
Saat dicek, polisi menemukan sejumlah alat termasuk senjata api dan peluru. Dua anggota FPI pun ditemukan meninggal di dalam mobil. Diduga akibat insiden saling tembak saat saling mengejar di jalan.
ADVERTISEMENT
Empat anggota FPI yang masih hidup kemudian diamankan dan akan dibawa ke Polda Metro Jaya. Mereka kemudian masuk dalam satu mobil dengan kedua terdakwa. Namun tanpa diborgol.
Peristiwa pun terjadi dalam perjalanan itu. Anggota FPI disebut mencekik, menonjok, serta menjambak rambu Briptu Fikri. Bahkan senjata Fikri berupaya diambil.
Sejumlah anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Karawang, Jawa Barat, Senin (14/12/2020) dini hari. Foto: Muhamad Ibnu Chazar/ANTARA FOTO
Kericuhan terjadi di dalam mobil tersebut. Hingga akhirnya terjadi penembakan.
Penembakan dilakukan oleh Elwira dari bangku depan ke belakang atas aba-aba Yusmin. Selain itu, hakim menyebut senjata Fikri yang jadi rebutan kemudian meletus dan mengenai dada dua anggota FPI.
"Sehingga empat anggota FPI di dalam mobil Xenia meninggal dunia," ujar hakim.
Dalam pertimbangannya, hakim menilai Yusmin Ohorella dan Fikri Ramadhan terbukti menghilangkan nyawa orang lain dalam peristiwa itu. Namun, hal itu dinilai merupakan upaya membela diri.
ADVERTISEMENT
"Mempertahankan serta membela diri atas serangan anggota FPI," ujar hakim.
Serangan yang dimaksud ialah mencekik, mengeroyok, menjambak, menonjok, serta merebut senjata Fikri Ramadhan.
"Terpaksa melakukan pembelaan diri dengan mengambil sikap lebih baik menembak terlebih dahulu daripada tertembak kemudian," kata hakim.
Hakim menilai serangan itu merupakan serangan yang dekat, cepat, dan seketika. Membuat Fikri mengalami luka-luka serta mengancam keselamatan jiwanya.
"Apabila tindakan tersebut tidak dilakukan dan senjata milik terdakwa berhasil direbut bukan tidak mungkin tim menjadi korban," kata hakim.
Berdasarkan hal tersebut, hakim menyatakan bahwa perbuatan pembunuhan yang dilakukan terdakwa sebagaimana dakwaan memang terbukti. Namun, ada unsur pemaaf dan pembenar yang menghapuskan pidana.
"Menyatakan perbuatan terdakwa melakukan tindak pidana adalah dalam rangka pembelaan terpaksa dan pembelaan terpaksa melampaui batas," kata hakim membacakan amar putusan.
ADVERTISEMENT
"Menyatakan kepada terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana karena adanya alasan pembenar dan pemaaf," imbuh hakim.
Atas hal tersebut, hakim menyatakan kedua polisi dilepaskan dari segala tuntutan hukum
"Memulihkan hak-hak terdakwa dan kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya," pungkas hakim.
Atas vonis itu, kedua terdakwa menerimanya. Sementara jaksa penuntut umum akan pikir-pikir terlebih dulu. Perkara ini masih belum inkrah.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Endra Zulpan, mengatakan pihaknya menghormati seluruh keputusan hakim pengadilan dalam kasus tersebut.
Menurut Zulpan, keputusan hakim yang memvonis lepas Ipda M. Yusmin Ohorella dan Briptu Fikri Ramadhan juga membuktikan mereka telah menjalankan tugasnya sesuai dengan prosedur.