news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Ini Pertimbangan MA Potong 6 Tahun Hukuman Penjara Anas Urbaningrum

30 September 2020 20:56 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anas Urbaningrum menghadiri sidang e-KTP. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Anas Urbaningrum menghadiri sidang e-KTP. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
Mahkamah Agung mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Hukuman Anas yang semula 14 tahun di tingkat kasasi disunat menjadi 8 tahun.
ADVERTISEMENT
Dalam putusannya, Mahkamah Agung menilai ada kekhilafan hakim dalam putusan kasasi terhadap Anas Urbaningrum. Termasuk soal pertimbangan putusan serta penerapan pasal.
"Bahwa alasan-alasan permohonan peninjauan kembali Pemohon PK atas dasar kekhilafan hakim dapat dibenarkan, oleh karena Judex Juris telah salah dalam menyimpulkan alat-alat bukti yang kemudian dijadikan sebagai fakta hukum tentang pidana yang terjadi telah dilakukan oleh Pemohon PK," bunyi pertimbangan hakim atas vonis yang dibacakan hari ini, Rabu (30/9).
Majelis Hakim Agung PK yang menangani terdiri dari Sunarto sebagai Ketua majelis yang didampingi Andi Samsan Nganro dan Mohammad Askin (Hakim ad hoc Tipikor) masing-masing sebagai Hakim Anggota. Andi Samsan yang merupakan juru bicara MA membenarkan soal putusan itu.
Sebagaimana diketahui, Anas Urbaningrum didakwa 3 dakwaan. Dakwaan pertama ialah menerima suap sebesar Rp 57,59 miliar dan 5,26 juta dolar AS dari PT Adhi Karya dan Permai Grup untuk membiayai kebutuhan pencalonan dirinya sebagai Ketum Demokrat dalam Kongres Demokrat.
ADVERTISEMENT
Dakwaan ini terbukti dari tingkat Pengadilan Tipikor Jakarta hingga kasasi di Mahkamah Agung. Anas dinilai terbukti melanggar Pasal 12 a UU Tipikor sebagaimana dakwaan kesatu primer.
Majelis PK juga sependapat perbuatan itu terbukti. Namun, Majelis PK menilai pasal yang diterapkan tidak tepat. Pasal yang dinilai lebih tepat diterapkan ialah Pasal 11 UU Tipikor.
"Dakwaan Pasal 12 a UU Tipikor yang diterapkan Judex Juris tidak tepat karena pemberian dana-dana maupun fasilitas tersebut dilakukan sebelum Pemohon PK menduduki jabatan tersebut," kata hakim dalam pertimbangannya.
Anas Urbaningrum di Pengadilan Tipikor Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Dalam dakwaan disebutkan bahwa uang yang diterima Anas berasal dari PT Adhi Karya maupun Permai Grup bersumber dari dana hasil keuntungan proyek serta fee dari perusahaan lain.
Namun, Majelis Hakim PK menilai tak ada keterangan saksi yang menyebutkan perusahaan-perusahaan tersebut melobi Anas untuk dapatkan proyek. Kesaksian hanya disampaikan oleh Bendahara Umum Demokrat M Nazaruddin saja.
ADVERTISEMENT
"Bahwa sebagaimana keterangan saksi saksi baik dari pihak PT Adhi Karya maupun Permai Grup tidak ada satupun saksi yang menerangkan pemohon PK telah melakukan lobi-lobi kepada Pemerintah agar perusahaan-perusahaan tersebut mendapatkan proyek dan tidak ada bukti segala pengeluaran uang dari perusahaan perusahaan tersebut atas kendali dari pemohon PK," kata hakim.
Nazaruddin dalam sidang kasus e-KTP Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
"Hanya satu saksi di permai grup yang menerangkan tersebut yaitu saksi Nazaruddin. Sebagaimana hukum satu saksi tanpa didukung alat bukti adalah unus testis nullus testis yang tidak mempunyai nilai pembuktian," sambung hakim.
Untuk dakwaan kedua soal pencucian uang, Majelis Hakim PK juga sepakat Anas terbukti melakukannya. Anas dinilai melanggar pasal 3 ayat 1 huruf c UU Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan UU No 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini, Anas terbukti menyamarkan harta kekayaan dari hasil korupsi yaitu uang komisi APBN yang dikumpulkan Permai Grup. Uang itu dibelikan tanah dan bangunan di Jalan Teluk Semangka seluas 639 meter persegi senilai Rp 3,5 miliar.
Selain itu, dibelikan rumah dan bangunan di Jalan Selat Makassar senilai Rp690 juta; tanah seluas 200 meter persegi di Jalan DI Panjaitan No 57 Mantrijeron Yogyakarta serta Jalan DI Panjaitan No 139 Mantrijeron seluas 7.870 meter persegi dengan total senilai Rp 15,74 miliar yang diatasnamakan mertua Anas Atabik Ali, pemilik pondok pesantren Ali Ma'sum, Krapyak.
Sementara, untuk dakwaan ketiga Anas, yakni soal TPPU tidak terbukti. Dalam dakwaan itu, Anas disebut melakukan pencucian uang terkait Izin Usaha Pertambangan PT Arina Kota Jaya di Kutai Timur dengan menggunakan uang Rp 3 miliar.
ADVERTISEMENT