Islamofobia Marak di AS, Sikh yang Kena Getahnya

18 Februari 2019 13:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi warga sikh di Amerika Serikat. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi warga sikh di Amerika Serikat. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Pekan lalu seorang penjaga 7-Eleven di Marysville, California, Amerika Serikat, menjadi korban penyerangan. Wajahnya melepuh dan memar karena disiram kopi panas lalu dipukuli. Dia satu lagi korban Islamofobia di Amerika. Padahal dia seorang Sikh, bukan Muslim.
ADVERTISEMENT
Media lokal AS mengatakan pelaku penyerangan, John Crain, menduga korban yang tidak disebut namanya itu adalah Muslim. Bagi yang awam, penampilan Sikh memang saru dengan orang Islam.
Pria Sikh memakai tutup kepala turban dan berjenggot. Selain itu kebanyakan mereka warga non-kulit putih, cocok betul dengan gambaran Muslim dalam benak orang Barat. Stereotip ini yang kemudian bikin Sikh kena getahnya dalam tren Islamofobia di negara Barat.
AS adalah contoh terburuknya. Sejak serangan teroris 9/11 yang merutunhkan menara kembar WTC di New York dan menewaskan ribuan orang, gelombang Islamofobia muncul bak tsunami.
Orang Sikh dengan turban dan jenggotnya diidentikkan dengan Osama bin Laden, pemimpin Al-Qaeda, dalang serangan 9/11.
Korban pertama dari Islamofobia ini justru adalah seorang pria Sikh. Adalah Balbir Singh yang ditembak mati di pom bensin tempatnya bekerja di Arizona, empat hari setelah serangan teror 9/11. Pelakunya, Frank Roque, yang ingin balas dendam atas 9/11 mengira Singh adalah orang Islam.
ADVERTISEMENT
Menurut lembaga advokasi Sikh Coalition yang dikutip CNN pada 2016, di bulan pertama usai 9/11 ada lebih dari 300 kasus kekerasan dan diskriminasi terhadap warga Sikh.
ilustrasi warga sikh di Amerika Serikat. Foto: Shutter Stock
Turban dan Jenggot
Turban dan jenggot adalah kepercayaan yang tidak terpisahkan dari Sikhisme. Diciptakan oleh Guru Nanak pada abad ke-16 di Punjab, India, Sikhisme mengajarkan welas asih dan peribadatan kepada Tuhan yang satu.
Ada 25 juta pemeluk Sikh di seluruh dunia, di AS sendiri ada 500 ribu orang. Warga Sikh telah ada di benua itu lebih dari 100 tahun lalu, didatangkan dari India sebagai pekerja rel kereta. Saat ini, kebanyakan mereka tinggal di California, New York, Connecticut, dan New Jersey.
Celakanya, ada sekitar 60 persen warga AS yang tidak tahu apa itu Sikh, berdasarkan survei Hart Research Associates pada 2015. Sebanyak 76 persen responden hanya tahu ciri-ciri orang Islam dan 86 persen kenal orang Yahudi. Sebanyak 31 persen responden bahkan belum pernah melihat bagaimana rupa penganut Sikhisme.
Ilustrasi warga sikh di Amerika Serikat. Foto: Shutter Stock
Salah satu serangan terbesar terhadap warga Sikh terjadi pada 5 Agustus 2012. Tempat ibadah mereka, Gurdwara, di Oak Creek, Wisconsin, diserang pria bersenjata. Tujuh orang tewas dalam peristiwa itu. Pelakunya Wade Michael Page, yang juga tewas, adalah pengikut kelompok supremasi kulit putih yang membenci Islam.
ADVERTISEMENT
Gurdwara kerap dikira masjid sehingga sering jadi sasaran vandalisme. Pada 2015 lalu Gurdwara di Buena Park, California, dicoret-coret dengan kata-kata yang menghina Islam.
Peristiwa ini tidak hanya terjadi di AS, tapi juga di negara-negara Barat lainnya. Seperti di Kanada contohnya. Pada 2017 lalu Jagmeet Singh, pemimpin Partai Demokrasi Baru Kanada yang seorang Sikh berturban, jadi korban rasisme dan Islamofobia.
Ketika sedang mengisi kuliah di sebuah kelas, Singh diinterupsi oleh seorang wanita yang melontarkan serangan verbal kepada dirinya. Wanita itu mengaku menolak hukum Syariah dalam Islam. Dia jelas salah sasaran, tapi Singh tetap tenang.
Di Inggris tren yang sama juga terjadi. Oktober tahun lalu, Jaringan Organisasi Sikh (NSO) mengadukan nasib mereka ke parlemen. NSO mengatakan serangan rasial berbau Islamofobia marak menimpa warga Sikh, gurdwara di Inggris dirusak atau dibakar.
ADVERTISEMENT
"Banyak kejahatan kebencian Islamofobia terjadi kepada Sikh karena salah identitas atau ketidaktahuan," kata Direktur NSO Indarjit Singh kepada parlemen Inggris ketika itu.
Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) mengecam kekerasan terhadap Sikh, terutama dalam kasus karyawan 7-Eleven. CAIR mengatakan kekerasan rasialis kepada Muslim dan Sikh semakin meningkat karena retorika kebencian oleh Presiden AS Donald Trump.
"Kami mengutuk serangan terhadap seseorang karena keyakinan mereka. Kejahatan kebencian ini menyerang saudara-saudari kami dari Sikh akibat Islamofobia dan mereka yang terprovokasi dengan kebijakan dan sentimen xenofobia pemerintahan ini," kata pengacara CAIR Saad Sweilem dalam pernyataannya.
ilustrasi warga sikh di Amerika Serikat. Foto: Shutter Stock